Opini

Berharap dari Kaum Muda

Ruchman Basori

Ruchman Basori

Presiden Soekarno pernah berkata, berilah aku seratus orang tua niscaya aku akan cabut gunung semeru dari akarnya, tetapi berilah aku sepuluh pemuda niscaya aku akan guncangkan dunia.

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia juga selalu mengisahkan soal kaum muda. Kebangkitan nasional 20 Mei 1908 menjadi tonggak sejarah kaum muda yang berkumpul melahirkan kesadaran nasional, bahwa kita harus bangkit melawan kolonial yang menindas dan merampas hak-hak kemanusiaan.

28 Oktober 1928 sebuah ikrar pemuda Indonesia lahir. Sebuah janji untuk merasa satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia. Kekuatan yang dicatat dalam sejarah menjadi pemersatu seluruh kekuatan bangsa. Kita mengenalnya sebagai sumpah pemuda yang mengemudiankan semangat kesukuan dan kedaerahan untuk ditransformasikan menjadi kesadaran nasional pemuda Indonesia.

Buah dari kesamaan pikir dan tekad bahwa semua harus bersatu ini melahirkan Indonesia merdeka 1945. Lagi-lagi pemuda tampil ke depan dengan munculnya peristiwa Rengas Dengklok yang memaksa Bung Karno untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Kaum muda hadir dalam setiap jengkal sejarah. Peristiwa berdarah 1965 memaksa para pemuda dan mahasiswa untuk turun membasmi kelompok yang anti Pancasila dan ingin menggantinya dengan idiologi yang lain. Kaum muda mempertaruhkan jiwanya agar negeri yang baru saja merdeka tetap tegak dan selamat dari gangguan apapun dan siapapun.

Dalam konteks gerakan mahasiswa tentu kita juga ingat Peristiwa 15 Januari yang biasa dikenal dengan Malari. Gerakan pemuda untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang timpang, agar anak bangsa ini benar-benar memperoleh pengakuan dan derajat yang tinggi.

Puncaknya tentu Mei 1998 ketika Soeharto dipaksa turun dari keprabon. Peristiwa tersebut menandakan perjuangan bangsa ini yang juga tidak lepas dari kaum muda. Bangsa ini mengenalnya Reformasi '98 yang memakan korban beberapa nyawa pejuang mahasiswa.

***

Kaum muda juga mahasiswa tengah menorehkan tinta emas perjuangan bangsa. Dalam konteks hari ini di mana terjadi revolusi 4.0 yang diikuti dengan 5.0 mengharuskan mahasiswa untuk melakukan adaptasi atas peluang dan tantangan menuju Indonesia Emas 2045.

Indonesia Emas 2045 adalah sebuah masa kejayaan, di mana bangsa ini mendapatkan bonus demografi. Penduduk usia produktif akan melimpah dan ini harus kita berdayakan dengan baik agar bisa menjadi sumber daya pembangunan. Jika kita tidak bisa mengelolanya dengan baik tentu akan menjadi mafsadah yang akan menjadi titik balik kehancuran Indonesia.

The Mc Kensey Institut juga meramalkan Indonesia akan meningkat ekonominya menjadi ranking 7 dunia pada tahun 2030-2045. Indonesia akan sejajar dengam negara-negara maju yang lain. Lagi-lagi tergantung bangaimana bangsa ini menata diri termasuk mampu menangkal paham dan gerakan intoleransi dan ekstremisme.

Sasaran utama kelompok ekstremis bahkan teroris adalah kaum muda atau kini diistilahkan dengan kelompok millenial. Jumlahnya mencapai 34% dari total penduduk Indonesia yang kini sekitar 265 juta. Berbagai cara mereka lakukan agar kaum muda Indonesia tidak menjadi berkah tetapi menjadi musibah.

Dengan demikian kita menghadapi ancaman ekstemisme bahkan terorisme yang tumbuh seperti jamur di musim penghujan. Di kalangan mahasiswa sendiri menurut lembaga survey mencapai 39% terpapar intoleran.

Kementerian Agama dalam satu dekade terakhir, persisnya sejak Menteri Lukman Hakim Saifuddin, berupaya melakukan sejumlah langkah strategis yang bermuara pada pentingnya penguatan moderasi beragama. Lembaga pendidikan binaan Kementerian Agama harus ambil peran terdepan sebagai produsen anak bangsa yang moderat, yang mencintai agamanya sekaligus mencintai bangsa dan negaranya.

Hadirnya menteri baru yang juga berasal dari kalangan muda Yaqut Cholil Qaumas (Gus Yaqut) menjadi penting. Sebuah sumber energo baru yang akan menambah kementerian segala urusan ini menjadi tambah wibawa, tambah semangat dan tambah strategis dalam bergerak, utamanya untuk mendesiminasikan moderasi beragama.

Sambutan Menteri Agama yang baru sangat jelas dan menggugah. Agama adalah bukan aspirasi tetapi inspirasi. Sebuah signal kepada kelompok yang selama ini menjadikan agama sebagai sandaran untuk melakukan tindakan-tindakan intoleransi dan ekstremisme. Kita mengenalnya agama kerap dijadikan alat untuk melegalkan kekerasan.

Gus Yaqut juga menyatakan ingin menjadikan Kementerian Agama milik semua agama, semua golongan dan semua lapisan. Bukan milik agama tertentu. Saya memahami sebuah masa depan yang cerah tidak saja bagi kementerian ini tetapi untuk Indonesia.

Gus Yaqut yang selama ini dikenal gigih melakukan counter bahkan perlawanan atas narasi-narasi intoleran kini mendapat momentum untuk lebih tajam lagi melakukannya di Kementerian Agama. Pun kelompok minoritas seperti Syiah, Ahmadiyah dan lain sebagainya ingin dirangkul sebagai bagian dari anak bangsa ini. Mereka harus diperlakukan secara adil.

Kaum muda adalah jawaban untuk Indonesia dan masa depan Indonesia. Melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendidikan Islam, mahasiswa sebagai bagian dari kaum muda Indonesia terus didik dan dikembangkan sumber dayanya. Salah satunya melalui kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Nasional (Diklatpimnas). Wallahu a'lam bi al-shawab.

Ruchman Basori (Kasubdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Diktis Ditjen Pendidikan Islam Kemenag)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat