Opini

Memperkuat Ketahanan Keluarga di Era Disrupsi 

Sesditjen Bimas Islam M Fuad Nasar

Sesditjen Bimas Islam M Fuad Nasar

Sebuah ungkapan puitis melukiskan; harta yang paling berharga adalah keluarga, istana yang paling indah adalah keluarga. Dari sudut pandang agama dan sosial-budaya, ketahanan keluarga adalah dimensi yang fundamental sebagai benteng terakhir ketahanan bangsa dan negara.

Dalam pandangan Islam, ikatan perkawinan diawali dengan akad nikad sesuai ketentuan syariat. Pernikahan merupakan bagian dari ibadah. Pernikahan dan kehidupan perkawinan memiliki hubungan erat dengan keselamatan dunia dan akhirat.

Islam memberi tuntunan kepada umatnya agar menjadikan faktor keshalehan beragama sebagai kriteria utama dalam memilih jodoh. Sebagaimana diungkapkan dalam Al-Quran, orang-orang yang shaleh akan dikumpulkan kembali bersama orangtua, istri (atau suami) dan anak cucu mereka di surga nanti (QS Ar-Raad {13}: 23).

Keimanan dan amal shaleh akan menjembatani kehidupan duniawi dengan kehidupan di surga. Setiap muslim wajib membina keluarganya menjadi keluarga sakinah dengan mengamalkan ajaran Islam sebagai jalan menuju surga.

Oleh karena itu upaya menanamkan nilai-nilai kesucian perkawinan dan tujuan pembentukan keluarga menurut ajaran Islam dan ketentuan negara dalam Undang-Undang Perkawinan harus dipandang sebagai bagian integral dari dakwah islamiyah dan pembinaan umat. Selain itu, edukasi publik perlu dimasifkan kepada setiap remaja usia nikah, calon pengantin dan pasangan suami-istri agar memahami tujuan luhur perkawinan serta memiliki resiliensi untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah yang timbul di dalam perkawinan dan rumah tangga.

Ketahanan keluarga muslim adalah barometer ketahanan keluarga Indonesia karena populasi muslim adalah yang terbesar jumlahnya. Dalam hubungan ini, jika ada lembaga yang lebih dari enam dekade bergerak dalam penasihatan perkawinan dan pembinaan ketahanan keluarga di negara kita, itulah Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau disingkat BP4.

Pemerintah dan bangsa berterima kasih kepada BP4 sebagai organisasi profesional yang dilahirkan oleh Kementerian Agama. BP4 bersifat sosial keagamaan sebagai mitra kerja Kementerian Agama dan institusi terkait baik pemerintah maupun nonpemerintah dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Setelah lebih dari empat dekade pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, masyarakat Indonesia masih dihadapkan dengan kenyataan tingginya angka perceraian. Pemasalahannya bukan pada hukum dan regulasi, akan tetapi pada dimensi perubahan dalam masyarakat yang mempengaruhi ketahanan keluarga. Beberapa tahun terakhir, lonjakan angka perceraian cukup memprihatinkan yaitu 23,82 persen tiap tahun dari rata-rata angka pernikahan. Kondisi saat ini hampir mirip dengan kondisi di masa lampau. Namun perbedaannya BP4 di masa itu berhasil menekan angka perceraian hingga ke batas yang wajar.

Sebuah fakta yang cukup mengejutkan, di daerah-daerah yang selama ini dikenal dengan masyarakatnya yang agamis, terjadi peningkatan angka perceraian secara signifikan. Penyebab konflik rumah tangga dan perceraian dewasa ini memiliki dimensi yang lebih kompleks dibanding di masa lampau.

Pergeseran budaya, pola pikir dan struktur ekonomi masyarakat dalam era disrupsi berdampak pada kearifan dan relisiensi keluarga dalam mengelola dan mengatasi konflik. Di masa lampau, apabila terjadi perselisihan antara suami-istri, nisacya kerabat, tetangga dan teman turut merasa bertanggungjawab terhadap keberlangsungan kehidupan perkawinan yang mengalami masalah. Kondisi di masa kini sudah jauh berbeda.

Dalam masyarakat agraris-tradisional, perceraian menyebabkan seseorang kehilangan kehidupan sosialnya. Tetapi pada kehidupan modern dengan tersedianya berbagai pelayanan di luar keluarga, perceraian tidak menyebabkan seseorang kehilangan kehidupan sosialnya. Pergeseran pola hidup masyarakat dari struktur kekeluargaan extended family (keluarga besar) kepada struktur nuclear family (keluarga kecil), keluarga konjugal atau sering disebut keluarga batih atau keluarga inti, juga menjadi salah satu faktor risiko terhadap ketahanan keluarga.

Sebuah penelitian merilis, masalah sosial seperti munculnya kenakalan remaja, kecanduan narkoba, penyimpangan perilaku dan kelainan orientasi seksual pada anak, sebagian ditemukan berkaitan dengan pelarian dari persoalan dalam keluarga. Kebahagiaan dan kasih sayang di tengah keluarga dan bersama orangtua yang utuh adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dan tidak tergantikan dengan apa pun.

Menurut konsultan dan penasihat perkawinan BP4 Pusat Hj. Zubaidah Muchtar dalam Kapita Selekta Cinta Perkawinan dan Keluarga (2018), faktor-faktor yang dapat menyebabkan perselisihan dan perceraian, antara lain: (1) masalah moral-akhlak, seperti tak ada kejujuran, judi, minuman keras dan perzinaan, narkoba, perselingkuhan, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transeksual), KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dan lain-lain. (2) Gangguan pihak ketiga, seperti mertua, ipar, pembantu rumah tangga, anak tiri, ibu tiri/ayah tiri, dan lain-lain, mungkin juga rekan kerja. (3) Ekonomi rumah tangga, suami tak bertanggungjawab dalam nafkah, tidak adanya keterbukaan antara suami dan istri dalam hal keuangan. (4) Tidak ada restu orangtua dalam pernikahan. (5) Perbedaan dalam agama dan ideologi. (6) Perpoligamian illegal atau nikah siri. (7) Masalah pembagian harta gono-gini/harta waris. (8) Perbedaan usia yang sangat jauh antara suami dan istri, tidak memperoleh keturunan dalam pernikahan, dan sebagainya.

Dalam waktu belakangan fenomena meningkatnya kasus sengketa waris menunjukkan betapa fondasi kekeluargaan masyarakat Indonesia tergerus bahaya materialisme dan individualisme. Kita tidak menginginkan masa depan bangsa ditopang oleh generasi tuna moral, rendah kepekaan sosial dan tidak mampu menyelenggarakan kehidupan keluarga dengan baik.

Rapuhnya ketahanan keluarga adalah tantangan serius yang memerlukan respon secara tepat dan sistematis, terutama oleh Kementerian Agama, BP4 dan organisasi-organisasi keagamaan yang menaruh concern terhadap masalah ini. Penyebab konflik rumah tangga dan perceraian dewasa ini memiliki dimensi yang lebih kompleks dibanding di masa lampau.

Meningkatnya angka perceraian di kalangan keluarga muslim menjadi cerminan rapuhnya kehidupan keluarga Indonesia. Cendekiawan muslim Dokter H. Ali Akbar dalam buku Merawat Cinta-Kasih (1975) mengemukakan bahwa usaha membina rumah tangga, membahagiakannya dan menyelamatkannya dari keruntuhan berarti menyelamatkan dan membahagiakan negara.

Kementerian Agama sesuai tugas pokok dan fungsinya terus berupaya meningkatkan kualitas dan intensitas bimbingan, penasihatan dan konseling keluarga. Sebagai upaya mitigasi perceraian, ada baiknya pula Mahkamah Agung membuat kebijakan bahwa dalam pendaftaran gugat cerai di Pengadilan Agama terlebih dahulu melalui prosedur penasihatan dan mediasi oleh BP4. Kementerian Agama memiliki program bimbingan perkawinan pranikah di setiap KUA dan kini mengembangkan Program Revitalisasi Layanan KUA.

Dalam buku BP4 Pertumbuhan & Perkembangan (1977) mengabadikan statement pidato H.S.M. Nasaruddin Latif sewaktu pelantikan Pengurus BP4 Pusat periode pertama tahun 1961. Beliau menegaskan bahwa badan semacam BP4 ini diperlukan keberadaannya di samping badan-badan sosial lainnya dan di samping adanya Undang-Undang Perkawinan yang sangat diharapkan dan dinantikan. Undang-Undang Perkawinan saja belum cukup untuk menjamin seratus persen keteguhan perkawinan dan kebahagiaan kehidupan berkeluarga. Di negara-negara lain yang sudah memiliki Undang-Undang Perkawinan seperti Amerika Serikat, angka perceraian masih tinggi. Justru karena itulah mereka berusaha mengadakan badan-badan penasihatan perkawinan sebagai suatu approach yang dipandang bermanfaat bagi keteguhan dan kesejahteraan keluarga. Wallahu alam bisshawab.

M. Fuad Nasar (Sesditjen Bimas Islam)

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI
Kenangan dan Kemenangan