Hikmah

Kelahiran Syekh Abdul Qadir Jailani dan Kebiasaan Puasanya Sejak Bayi

Ilustrasi foto Syekh Abdul Qadir Jailani

Ilustrasi foto Syekh Abdul Qadir Jailani

Bagi para pengamal tarekat, nama Syekh Abdul Qadir tentu sudah tak asing lagi. Ia adalah seorang waliyullah yang bergelar “Sulthonul Auliya” alias rajanya para wali. Hal itu sebagaimana diungkap dalam kitab Al-Fawaid al-Mukhtarah karya Habib Ali Hasan Baharun.

Syekh Abdul Qadir dilahirkan di negara Jailan. Satu negara bawahan Tobaristan, wilayah kuno bersejarah yang kini berada dalam wilayah Iran. Kelahiran Syekh Abdul Qadir tepat pada malam pertama Ramadhan tahun 470 Hijriah. Sementara wafatnya di negara Baghdad (Irak), tepat pada tanggal 10 Muhrarram tahun 571 Hijriah dalam usia 91 tahun.

Karamah atau tanda-tanda kewaliannya sudah tampak sejak lahir. Bahkan, pada malam kelahirannya pun ada karamah.

Pertama, sang ayah yang bernama Abu Shalih Musa Janaki bermimpi kedatangan Rasulullah saw. diiringi oleh para sahabatnya dan imam-imam mujtahid. Kala itu, beliau berpesan kepada ayahanda Abdul Qadir, “Wahai Abu Shalih, engkau akan dikaruniai anak laki-laki oleh Allah. Anak itu anak kesayanganku dan kesayangan Allah. Ia akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana aku dalam pangkat kenabian".

Kedua, selain Rasulullah saw., nabi-nabi yang lain juga turut menyampaikan kabar gembira kepada Abu Shalih bahwa dirinya akan mendapat karunia anak laki-laki yang akan menjadi Sulthanul Auliya. Dan semua wali dan imam-imam yang dimaksum berada di bawah putranya. Siapa pun wali yang tunduk kepadanya akan naik pangkat kewaliannya. Sebaliknya, wali yang tidak tunduk kepadanya akan dilepas oleh Allah dari kewaliannya.

Ketiga, tidak ada yang dilahirkan pada malam kelahiran Syekh Abdul Qadir di negara Jailan, kecuali semuanya laki-laki. Jumlahnya ada 1.100 dan semuanya menjadi wali agar menjadi pengiring kewalian Syekh Abdul Qadir.

Keempat, Syekh Abdul Qadir sejak dilahirkan tidak mau menyusu kepada ibunya pada siang hari di bulan Ramadhan. Sementara menyusunya beralih kepada waktu berbuka puasa. Sebagian ulama menjelaskan bahwa sejak bayi, Syekh Abdul Qodir telah menjalankan puasa ramadhan.

Kelima, di pundak Syekh Abdul Qadir ada bekas telapak kaki Rasulullah saw. Itu tak lain merupakan bekas telapak kaki Rasulullah saw. saat akan naik ke atas buroq pada malam isra-mi’raj. (Lihat: Manaqib Syekh Abdul Qadir Basa Sunda, halaman 12).

Pada malam kelahirannya, juga terpancar cahaya yang sangat terang. Sehingga orang-orang yang menyaksikan tidak mampu menatapnya. Disebutkan pula, usia ibu Syekh Abdul Qadir saat itu adalah 60 tahun. Itu pun termasuk salah satu perkara luar biasa yang langka terjadi pada kebanyakan perempuan. Wallahu a’lam.


Editor: Muhammad Zunus

Hikmah Lainnya Lihat Semua

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
30 Juz atau Juz 30?
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Filosofi Tiga Ujung
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Jejaring dan Mobil Mogok

Artikel Lainnya Lihat Semua