Hindu

Pendidikan Karakter Bagi Generasi Muda Hindu

I Gde Eka Aryandanu (Mahasiswa Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)

I Gde Eka Aryandanu (Mahasiswa Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)

Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Siddham, Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah. Semoga Hyang Widhi menganugerahkan segala pikiran baik datang dari segala penjuru arah.

Mimbar Hindu pekan ini membahas tema tentang “Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda Hindu”. Tema ini diangkat, karena masih banyak fakta di masyarakat, khususnya generasi muda Hindu, yang berperilaku menyimpang dari ajaran agamanya. Hal ini menunjukan bahwa betapa lemahnya iman dan sraddha generasi muda terhadap agama dan kepercayaan yang dianut.

Pertanyaannya, mengapa masalah ini muncul? Siapakah yang bertanggung jawab dalam masalah ini? Mengapa sraddha generasi muda begitu lemah sehingga muncul permasalahan tersebut? Tulisan ini akan menyinggung mengenai kewajiban-kewajiban generasi muda dalam menuntut ilmu, baik di sekolah maupun di rumah serta di lingkungan.

Umat Sedharma yang saya cintai. Kita sedikit banyak sudah memahami pengertian tentang Brahmacari (masa menuntut ilmu). Yaitu, keadaan saat generasi muda masih dalam jenjang menuntut ilmu pengetahuan. Di masa Brahmacari, kondisi mental kita sangat mudah terombang-ambing oleh pengaruh yang muncul dari luar. Keadaan jiwa dan mental masa muda masih sangat labil (goyah) dan belum memiliki sistem filterisasi yang baik terhadap pengaruh dari luar. Semakin banyak pengaruh buruk yang diperoleh dari tempat bersosialisasi, maka semakin buruk pula pembentukan pikiran dan implementasi dari perilaku kita.

Filsuf Inggris, John Locke mengatakan bahwa manusia terlahir seperti halnya kertas putih yang bersih, belum ada coretan sedikitpun. Kemudian, melalui sosialisasi dengan keluarga, lingkungan sekolah, dan pergaulan dalam masyarakat, perlahan kertas putih itu akan terisi penuh dengan coretan-coretan, baik itu coretan yang baik maupun coretan yang buruk. Pengaruh dari coretan memori di masa muda akan ikut menuntun kita dalam berperilaku. Hal inilah yang menyebabkan jiwa kita sering sekali mengalami lonjakan, gairah, egoism, semangat menggebu-gebu dan ambisi yang luar biasa. Di sinilah pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan yang baik dan benar sesuai ajaran agama. Hal itu yang akan mengantarkan kita pada tercipta generasi muda yang berkompeten dan mampu bersaing dalam menghadapi kehidupan yang keras di Kali Yuga ini.

Peranan ilmu pengetahuan sangat luar biasa. Hal ini seperti diuraikan dalam kitab suci Bhagavadgita IV. 35, yang berbunyi: Api ched asi papebhyah. Sarvebhyah papakrittamah. Sarvam jnanaplavenai’va. Vrijinam samtarishyasi. Walau seandainya engkau paling berdosa di antara manusia yang memikul dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan ini lautan dosa akan kau seberangi.

Dari sloka di atas, dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan dalam kehidupan ini memiliki peranan yang sangat besar, sebagai pembentuk diri agar memiliki karakter baik. Dengan ilmu pengetahuan, kita dapat menyadari tujuan dari kehidupan kita di dunia. Kita juga akan tertuntun dengan baik dan selalu memegang teguh ajaran Dharma. Kita juga menyadari bahwa tidak ada manusia yang ingin gagal di dunia. Dengan kesadaran ini, niscaya kita nanti terhindar dari tindakan-tindakan asubha karma yang dapat menghantarkan kita ke jurang neraka dan menjadi penjelmaan manusia yang “Manusya”. Yaitu, manusia yang selalu menyadari hakikat dari akhir hidupnya agar tidak mengalami kemerosotan moral dan reinkarnasi berikutnya.

Dalam kitab suci Sarasamuccaya sloka 4 dikatakan: “Apan ikan dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama. Apa sebabnya demikian? karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang- ulang) dengan jalan berbuat baik; demikiannyalah keutamaannya menjadi manusia.

Sloka ini menjelaskan, menjadi manusia ini merupakan hal yang mulia agar setiap manusia mampu membebaskan dirinya dari kesengsaraan dengan jalan berbuat subhakarma (kebaikan) dan terbebas dari hukum reinkarnasi dan mencapai kesempurnaan, yaitu moksa rtam jagaditaya ya ca iti dharma.

Masa muda merupakan masa uji atau masa yang sangat menentukan karma hidup kita selanjutnya. Jika kita kuat menghadapi dan melewatinya, niscaya kita akan menjadi insan yang bahagia dan sejahtera dalam kehidupan dan alam baka (Moksa Rtam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma). Namun, jika kita tidak mampu melewatinya, maka celakalah kita. Bukan hal mustahil jika pada akhirnya dia akan menjadi orang yang hidup selalu berada pada jalan adharma yang penuh dosa.

Umat Sedharma, coba kita renungkan, jika kita mengalami hal tersebut? Bagaimana orang tua kita yang mengharapkan keturunanya menjadi anak yang suputra, yang dapat mengharumkan nama keluarga di masyarakat, namun yang terjadi malah sebaliknya. Jika hal ini terjadi, maka orang tua kita akan merasa ditampar keras dan tentunya akan merasa malu dengan memiliki anak seperti kita. Hidup orang tua kita pun pastinya tidak akan dapat tenang baik di dunia maupun di alam kekal nantinya.

Apakah kita bahagia, jika orang tua kita seperti itu? Apakah kita bangga membuat orang tua kita seperti itu? Saya yakin, Umat Sedharma tidak mau orang tua yang melahirkan kita menjadi susah, sengsara, menderita dan malu karena ulah kita. Kita adalah orang-orang Hindu, yang memiliki begitu banyak ajaran-ajaran tentang Susila sebagai pedoman dalam berperilaku.

Umat Sedharma yang saya cintai. Sebagai generasi muda Hindu, kita harus belajar dan belajar. Belajar ilmu pengetahuan, teknologi, agama, sosial dan ilmu-ilmu yang lainnya. Karena, pada masa muda, tingkat intelektualitas dan kemampuan kita bagaikan tunas baru dari ilalang, sangat tajam dan kokoh. Namun semakin tua usia kita, maka ketajaman itu akan berkurang dan akhirnya kita merunduk dan tidur selamanya. Jadi, saat sekarang inilah, masa-masa di mana kita harus benar-benar serius, dan benar-benar memusatkan konsentrasi untuk belajar. Ingat, hari ini tidak akan kita temukan esok, lusa atau kapanpun.

Demikianlah, tan hana mwang sweca annulus, apabila ada kesalahan kata-kata dan kekurangan dalam penyampaian pesan dharma ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya dan kepada Ida Sang Hyang Widhi. Om Santih, Santih, Santih Om

I Gde Eka Aryandanu (Mahasiswa Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)


Fotografer: Istimewa

Hindu Lainnya Lihat Semua

I Gusti Agung Istri Purwati, S.Sos, M.Fil.H (Penyuluh Agama Hindu Kankemenag Badung, Bali)
Mengatasi Stres

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua