Khonghucu

Apakah Beda Emas dan Kuningan?

Js Haryanto (Rohaniwan Khonghucu)

Js Haryanto (Rohaniwan Khonghucu)

Ada sebuah dialog antara Nabi dan Zi Gong yang terdapat dalam Kitab Lun Yu, Jilid IX : 13. Zi Gong bertanya, jika seseorang mempunyai batu Giok yang indah lebih baik disimpan di almari saja atau lebih baik di jual?. Nabi bersabda, “Di jual.. Dijual tapi nantikanlah harga yang layak.”

Dialog dalam ayat tersebut di atas sangatlah sederhana, akan tetapi berdampak besar bagi psikologis, karena orang tidak pernah akan menyesal dalam bertransaksi jika dia bersesuaian dengan ayat Lun Yu tersebut. Sebagai contoh, jika kita mempunyai atau menemukan sebuah batu permata berlian (gosokan Eropah atau Messh), lalu karena terburu–buru, kita menjualnya 20 juta/cratt, padahal harga berlian di pasaran itu mencapai 36 juta/cratt, sehingga ada selisih 16 juta, itu dikarenakan kita dalam menjual barang tidak dengan harga yang layak.

Contoh tersebut adalah sebuah pendekatan dari pikiran penulis. Kalau ada interpretasi lain tentang maksud dan tujuan yang menjelaskan ayat tersebut adalah hal yang sangat baik. Sebab, hal tersebut akan memperkaya makna dan fungsi dari ayat tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan kita masing-masing. Karena sejatinya sebuah ayat atau sabda pastilah multi tafsir.

Penulis mempunyai pengalaman sebagai pembanding dan bersifat teoritis, yang akan penulis kemas dalam sebuah cerita. Pada suatu sore, terjadi obrolan di pojok warung. Salah seorang kawan saya datang dengan menunjukan beberapa buku yang sangat langka dan penting bagi kebutuhan kami untuk meningkatkan kualitas pengetahuan.

Dari dialog kedua sahabat tersebut, penulis hubungkan dengan dialog Nabi dan Zi Gong, di mana buku penulis manivestasikan sebagai suatu permata, dan belum adanya rasa puas dari dialog tersebut. Penulis akan berimajinasi dan tentunya siapapun boleh berimajinasi untuk memenuhi hasratnya akan sebuah kebenaran, maka penulis akan mengajukan pertanyaan lanjutan kepada Nabi, “Bolehkah benda tersebut di pamerkan? Nabi bersabda ”Jika hal itu bermanfaat maka pamerkanlah, jika hanya untuk kesenangan lebih baik jangan.”

Penulis bertanya lebih lanjut, “Bagaimana jika mutiara ini, buku ada yang meminta?” Nabi bersabda: “hal ini yang menjadi kekhawatiranku, maka aku katakan, jangan untuk kesenangan, buatlah duplikatnya dan berikan.”

Nabi berkata lebih lanjut, “Jika duplikat saja kamu tidak rela untuk memberikan, maka kamulah yang terendah di antara rakyat”.

Maka keputusan apakah buku tersebut akan difotokopi dan diberikan kepada yang membutuhkan atau tidak ini yang mencirikan dia apakah emas? Yaitu mempunyai nilai mahal dan disenangi orang baik untuk berinvestasi maupun untuk perhiasan sebagai pemanis jari (cincin), leher (kalung), anting (kuping). Bahkan ada juga orang yang menghiasi kakinya memakai gelang kaki atau dia tidak mengkopi buku tersebut dan hanya menyimpannya di almari, maka ini mencirikan orang tersebut sebagai kuningan, yang walau berkilau dan menyerupai emas tapi orang tidak akan ada yang mau baik disimpan sebagai infestasi apalagi dipakai sebagai perhiasan.

Imajinasi itupun belumlah dapat menjawab dari kompleksnya permasalahan yang kita hadapi, namun minimal ada satu atau dua masalah yang dapat terurai. Kita juga tentunya dapat menangkap pesan lain dari sabda Nabi Kong Zi bahwa Nabi Kongzi sudah terbebas dari 4 cacat, salah satunya adalah Nabi tidak pernah menonjolkan akunya. Memang hal itu tidaklah mudah untuk dicapai, hanya seorang Nabi yang mencapai tingkatan demikian, karena manusia biasa butuh eksisitensi, pengakuan, yang sejatinya itu tidak bermanfaat karena orang tahu perbedaan antara emas dan kuningan.

Dalam ayat Lun Yu, IV : 24, Nabi bersabda, “Seorang luhur budi (junzi) lambat bicara tetapi tangkas bekerja.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita janganlah banyak bicara untuk menunjukan kemampuan kita. Tetapi bekerjalah dengan tangkas maka orang akan mengetahui kualitas diri kita, dari kelemahan dan kesalahan yang pernah kita lakukan masih ada kata penyemangat, hak, yang kita miliki yaitu berusaha dan belajar. Dengan belajar, ada pencapaian minimal yang dapat kita raih, yaitu orang pandai tingkat kedua.

Tersurat dalam Kitab Zhong Yong, bab, XXII, 1. “Orang tingkat kedualah yang walau harus menempuh cara berbelit-belit, akhirnya dapat beroleh Iman. Iman itu menjadikan wujud, wujud menjadikan kenyataan, kenyataan menjadikan gilang-gemilang, gilang-gemilang menjadikan gerak, gerak menjadikan perubahan, dan perubahan menjadikan peleburan, hanya orang yang beroleh puncak iman didunia ini yang dapat melakukan peleburan”.

Jadi sebagai umat konfusiani marilah kita belajar, belajar untuk tidak menonjolkan diri, belajar untuk mengalah, belajar tidak kukuh (egois) dan masih banyak belajar-belajar yang lainya karena semua proses kehidupan tidak lepas dari kata belajar bahkan hakekat kita hidup juga adalah untuk belajar. Akhirnya dengan tuntunan Nabi Agung Kong Zi, semoga kita selalu dapat memperbaharui hasil belajar kita sampai hayat di kandung badan, barulah kita sudah benar – benar mengemban Firman dalam kehidupan kita yang sekarang ini, semoga Tian senantiasa memberikan kekuatan kepada kita dalam mengamalkan ajaran-ajaran Suci Nabi Kong Zi.

Js Haryanto (Rohaniwan Khonghucu)


Fotografer: Istimewa

Khonghucu Lainnya Lihat Semua

Js Jenny Sudjiono (Rohaniwan Khonghucu)
Berkah di Jalan Tian

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan