Kolom

Jalan Tengah: Banyak Waktu Banyak Duit

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Anda berada di jenis mana, banyak waktu dan banyak duit, sedikit waktu tapi banyak duit, banyak waktu tapi tidak punya duit, atau tidak punya waktu dan tidak punya duit?

Pertanyaanini saya ajukan, karena kita sering menjumpai atau suka membicarakan orang yang berada pada salah satu situasi di atas. Bukan hanya sering berjumpa, kita juga sudah pasti berada pada salah satu situasi tersebut. Mari mencoba mencermati satu-satu.

Orang dengan banyak waktu dan banyak duit adalah yang sering disebut "sudah selesai dengan dirinya." Mereka sudah melewati masa-masa mencari uang, uanglah yang datang pada dirinya. Uang bergerak dengan segala cara menuju ke dirinya. Pundi-pundinya bertambah meskipun dia sedang tidur. Orang dengan jenis inilah disebut memiliki "passive income", orangnya pasif tapi incomenya aktif. Sumber-sumber keuangannya sudah berjejaring dan bergerak produktif meskipun tanpa kehadiran dirinya.

Orang dengan jenis ini sering disebut sudah melewati simbol yang berbau materi. Simbol-simbol materialisme cenderung sudah menjauh. Karena berada di atas kebutuhan materi, orang seperti ini gampang berbagi, tidak melihat uang itu sesuatu yang susah dibagi. Bahkan orang dengan tipe seperti ini memiliki karakter yang sangat sederhana, justru yang bekerja pada dirinya sering lebih mentereng. Bahkan orang seperti ini juga cenderung lupa pegang uang, dan lupa bawa dompet.

Ada sebenarnya variabel lain yang terkait dengan orang jenis ini, kaya sejak lahir, yang tidak pernah kerja keras untuk mencari uang karena semua sudah serba lengkap sejak kecil, dan tidak mengenal harga diskon. Namun, saya tidak membahasnya karena bisa lebih melebar.

Berikutnya, orang yang sedikit waktu tetapi banyak duit, lebih banyak dari jenis pertama. Mengapa mereka sedikit waktu, karena hampir semua tercurah pada upaya menambah pundi-pundi, membangun kerajaan bisnis, melebarkan relasi, dan melakukan difersivikasi usaha. Orang dengan tipe ini susah ditemui karena sibuk, dan karenanya harus membuat janji untuk menemuinya.

Orang seperti ini memegang kuat prinsip "waktu adalah uang." Karena waktu adalah uang, waktu orang seperti ini tidak banyak pada keluaga terdekatnya, sekalipun. Mereka sering dikeluhkan jarang di rumah atau jarang pulang, mirip-mirip Bang Toyib. Orang seperti ini juga memiliki kalkulasi keuangan yang sangat matang dalam pengeluaran, karena di bawah sadarnya selalu terngiang bahwa uang itu susah dicari.

Dalam hal berbagi, orang seperti ini sering mendapatkan "stereotyping" sebagai orang pelit, banyak duit tapi penuh perhitungan. Saya menyebutnya stereotyping, karena tidak bisa digeneralisasi. Ada begitu banyak orang dengan tipe ini, juga memiliki karakter berbagi yang sangat baik. Sesibuk-sibuknya, tetap mengingat perlunya menyisihkan kelebihan harta bagi yang berhak.

Pertanyaan menarik menurut saya, apakah orang dengan jenis kedua akan bergerak naik ke jenis pertama sebagai quadran tertinggi dalam konsep kesejahteraan hidup? Menurut saya, bisa ya bisa tidak. Bisa ya, karena bisa saja orang seperti ini memiliki obsesi dengan kerja kerasnya: muda kerja keras, tua kaya raya, mati masuk surga. Bisa juga tidak, karena orang suka bekerja keras adalah karakter. Mereka merasa sakit kalau tidak bekerja. Waktu istirahat-pun masih dipakai bekerja. Kita sering menyebut karakter seperti ini sebagai "work


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat

Lainnya Lihat Semua