Kolom

Jalan Tengah: Memberi dan Memberi

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Makassar)

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Makassar)

Saya masih ingin berceloteh tentang energi. Ada banyak respon, termasuk meminta penjelasan bagaimana mengukur secara nyata tinggi rendahnya sebuah energi kehidupan.

Mari membagi jenis energi versi saya. Pertama, energi fisik. Misalnya kemampuan berjalan atau berlari. Sangat gampang untuk membedakannya siapa memiliki energi lebih dibanding yang lain. Kalau mau lebih jelas, silakan ke jogging track pagi-pagi, di sana bisa dilihat perbedaan energi fisik masing-masing orang dengan jelas. Kita juga tentunya paham variabel yang mempengaruhi; umur, kualitas kesehatan, atau asupan vitamin.

Yang rumit adalah membedakan level orang yang memiliki energi non-fisik; kekuatan berfikir, kemampuan berimaginasi, atau kebiasaan merenung. Ada orang yang lemah secara fisik tetapi memiliki energi berpikir yang melimpah. Kita sering membaca, mendengar atau bahkan bertemu dengan orang buta, tetapi produksi olah pikirnya sangat menakjubkan. Misalnya, orang buta yang menghafal Al-Qur'an dan menulis buku. Banyak orang tidak pernah bergerak, tidak ke mana-mana tetapi memiliki kemampuan mengenal tanda-tanda zaman dibanding orang yang sempurna secara fisik.

Kita juga bisa memperkirakan energi non-fisik dari produksi olahan hati, jiwa, batin, naluri, instuisi, atau ramalan setiap orang. Saya tertarik dari respon salah satu Maha Guru, Prof. Irawan Yusuf, ketika membedakan energi itu dari peristilahan yang dibuatnya. Beliau mengatakan sambil meluruskan saya bahwa "menerima dan memberi" itu masih kategori energi negative. Sebab, mengambil dulu dari orang baru mau memberi. Di atasnya adalah "memberi dan menerima", memberi terlebih dahulu baru menerima. Level yang lebih di atas adalah "memberi dan memberi", selalu berbagi apa saja dan tidak pernah tertarik untuk menerima.

Yang disampaikan oleh Prof Irawan itu adalah salah satu contoh level energi non-fisik. Namun itu hanya gejala prilaku, yang belum tentu simetris dengan motif dalam diri yang melahirkan energi non-fisik.

Apa yang menggerakkan seseorang itu saat berbagi. Kalau berbagi untuk popularitas, itu sudah pasti energi non-fisik yang bersifat negatif. Sekiranya berbagi itu didorong oleh energi keikhlasan, maka itu adalah energi non-fisik yang bersifat positif. Itulah, energi non-fisik itu hanya bisa dirasakan tapi tidak bisa terlihat. Orang lain hanya bisa meraba tapi tidak bisa memastikan kekuatan energi kita.

Terkhusus untuk mengukur energi keikhlasan, daya untuk memproduksinya sangat berat, elemennya kompleks, tak tersentuh oleh indra apapun dalam diri, dan karenanya maqamnya sangat tinggi dalam keberagamaan. Dan yang memahami apakah seseorang memiliki energi ikhlas saat berbagi misalnya, hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Kecuali kalau dia menyampaikan kepada yang lain.

Misalnya: "Tolong jangan bilang ke siapapun, yang menyumbang tanpa nama itu adalah saya." Yang dibilangi mengatakan hal yang sama ke orang lain.

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Makassar)

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua