Kolom

Jalan Tengah: Mitos Angka 13 dan Gaji ke-13

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Saya tertarik pada kultum Kepala Biro Akademik kampus saya, tentang angka 13. Rupanya beliau kaitkan ceramahnya dengan hari ke 13 puasa Ramadan. Saya tidak tahu apakah Pak Kepala Biro pernah terpengaruh dengan pro-kontra angka 13. Menurutnya, dia sendiri adalah Doktor ke 13 kampus kami. Sekarang kampus kami sudah memproduksi lebih dari 1000 Doktor.

Angka 13 dipersepsi sebagian masyarakat dunia sebagai angka sial. Beberapa ulasan yang menjelaskan mengapa angka ini dipercaya sebagai angka sial. Pertama, angka sebelumnya, 12 adalah angka yang dianggap paling lengkap, seperti jumlah bulan dalam kelender, zodiak dan sistem kepercayaan lainnya yang terkait dengan jumlah.

Kedua, rilis film "Friday the 13th" di awal 80-an menjadi salah satu pemicu menguatnya fobia terhadap angka 13.

Mari kita melihat bagaimana angka 13 hadir sebagai mitos di tengah masyarakat. Hampir semua hotel yang berlantai puluhan tidak memakai lantai 13. Nomor rumah juga menghindari menggunakan angka 13. Pintu Gerbang Bandara juga kebanyakan tidak memakai angka 13.

Ada rumah di sebuh kompleks perumahan yang sudah lama mau dijual, tapi tidak ada pembelinya. Ada kawan pegawai yang memiliki rumah bernomor 13 tapi dijualnya cepat dan yang membelinya juga cepat mengganti nomornya. Bahkan pak Kepala Biro sempat menyinggung tentang peristiwa Kanjuruhan yang kejadiannya di pintu 13.

Bagaimana menyiasati supaya angka 13 tidak tertulis? Ada yang menulisnya: 12A, 12B, atau 14 A. Ada juga juga langsung melompati, lantai tanpa angka 13. Banyak pebisnis juga menghindari untuk melakukan transaksi pada tanggal 13. Orang bepergian juga menghindari berangkat pada tanggal 13.

Bagaimana agama memandang penyikapan angka dalam kehidupan? Kita kembali kepada ide dasar diciptakannya angka. Sama dengan hari, semua diciptakan itu bernilai sama, diadakan sebagai penanda. Semua yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan mempunyai nilai kemulian, khususnya bagi yang bisa menalarnya.

Adapun sesuatu yang berupa angka tertentu menjadi buruk, tidak terlepas dari prasangka yang dibangun oleh manusia, yang disebut dengan sugesti. Tidak ada sebenarnya masalah dengan angka tertentu atau hari tertentu, tapi para pelaku kehidupan terlalu berprasangka buruk dengannya, sehingga membentuk kondisi yang mengarahkan kepada hadirnya kesialan itu. Tentu kita juga memahami ceramah ustad yang sering mengingatkan bahwa Tuhan berada dalam persangkaan hamba-Nya.

Jadi sampai di sini, seharusnya penyikapan terhadap mitos yang bisa merusak keyakinan sebaiknya dihentikan, termasuk angka 13. Kalau masih percaya, bagaimana dengan gaji ke 13 anda?

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua