Kolom

Jalan Tengah: Pusaran dan Pusara

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)

Saya pernah belajar sebuah teori, taruhlah saya sebut sebagai teori pusaran. Beberapa waktu lalu, saya mendapat banyak komentar tentang penampilan saya. Bukan karena kulit saya memutih atau muka saya menghalus, ataupun tubuh saya menegap. Yang berubah adalah arah sisir saya.

Ada yang mengatakan dengan model sisir itu, saya jadi muda, berisi, ceria, atau semacamnya, yang intinya memberi pujian tapi tidak sampai hati juga untuk mengatakan kalau saya jadi gagah, karena khawatir saya tidak mempercayainya.

Saya pun dibuat terkaget dengan banyaknya komentar tentang perubahan potongan rambut saya. Rambut saya berubah arah sisir ke kanan setelah puluhan tahun ke arah kiri. Kenapa selama ini ke arah kiri? Menjawabnya mungkin karena saya adalah kidal.

Saya ingin bercerita sedikit bagaimana perubahan itu terjadi. Hari itu saya bingung ke mana harus memotong rambut. Saya selalu bepindah tempat karena seiring perubahan persepsi tentang tempat cukur. Bahkan saya juga sering mengundang tukang cukur Madura ke kediaman saya. Tapi pengaturannnya menjadi rumit. Sampai isteri saya menyarankan saya pergi ke sebuah Barber shop yang sering dilewati kalau jalan.

Singkatnya saya dicukur salah satu Barbernya yang masih sangat muda. Dia memulai dengan menyisir rambut saya ke kanan dan ke kiri. Saya mengatakan sambil memandang cermin bahwa rambut saya sisirnya ke arah kiri. Dari cermin, saya melihatnya dia menyisirnya ke kiri dan setelah itu ke kanan sambil memeriksa kepala saya.

Lalu Barber itu mengatakan sesuatu yang mengejutkan bagi saya. "Om, dalam teori menyisir, kita mengikuti pusaran rambut." Saya langsung meresponnya: "Sudah puluhan tahun saya dicukur, barusan saya dengar kalimat itu."

Dia tersenyum sambil menjelaskan bahwa secara pusaran, sisir saya seharusnya ke arah kanan, bukan ke kiri. Barber itu mengatakan lagi yang menohok: "Sisir Om selama ini hanya rapinya di tempat cukur." Saya begitu tersentak, karena selama tahunan saya selalu bertanya pada diri saya, mengapa rambut saya selalu acak-acakan, dan tidak pernah rapi dari segala arah, dan seluruh sisi kepala rambutnya selalu melakukan "perlawanan" kalau disisir.

Barber itu meyakinkan bahwa dengan arah baru itu, saya tidak perlu menggunakan sisir sekalipun, bisa dengan jari-jari tangan untuk merapikannnya dengan cara mengikuti pusarannya. Itulah cerita tentang lahirnya model sisir baru di kepala saya yang terbentuk dari "Teori Pusaran Rambut" anak muda itu.

Dari anak muda tersebut saya belajar pengetahuan bahwa pusaran itu bukan sekadar pertemuan atau pertautan sisi. Pusaran itu bisa menjadi titik nol, petunjuk arah. Pusaran itu tempat berdiri untuk memperkirakan ke mana arah pergerakan yang tepat. Pusaran itu sumber keteraturan, bukan semata pertemuan arus, tapi ke mana arus besar itu setelah bertemu. Jadi melawan pusaran bisa berarti melawan arus yang bisa menghasilkan ketidakteraturan.

Namun perlu juga memahami bahwa ada pusaran yang berbahaya. Contohnya pusaran air di tengah laut dalam yang bisa menenggelamkan. Konon pusaran laut itu harus dihindari karena sekali masuk ke dalamnya, kita akan terbawa jauh ke dalam dan bisa menjadi akhir cerita petualangan. Intinya, pelajari pusaran. Ikuti bila memunculkan dan membuat anda menjadi lebih baik. Tapi jangan masuk dalam pusaran yang membuat anda berakhir di pusara.

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua