Kolom

Living Qur’an

Mahrus eL-Mawa (alumni jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga, nyantri di pesantren Al-Munawir Krapyak dan Salafiyah Pemalang, Kasubdit Pendidikan Al-Qur’an)

Mahrus eL-Mawa (alumni jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga, nyantri di pesantren Al-Munawir Krapyak dan Salafiyah Pemalang, Kasubdit Pendidikan Al-Qur’an)

Ramadan disebut juga dengan Syahrul-Qur’an, bulan turunnya Al-Qur’an. Karenanya, salah satu aktivitas yang banyak dilakukan umat Islam pada bulan ini adalah tadarus Al-Qur’an (selanjutnya disebut tadarus). Yakni, membaca Al-Qur’an dengan tartil, baik dilakukan secara individual maupun kolektif.

Secara kolektif, mereka biasanya membacanya di masjid, musalla/surau/langgar/tajug atau majlis taklim dengan waktu yang telah disepakati bersama. Adapun secara personal, tadarus dapat dilakukan kapan pun dan di mana saja sesuai niat pembacanya (qari’). Kegiatan membaca Al-Qur’an tersebut biasanya menargetkan agar bisa sampai selesai (khatm), sedikitnya sekali selama Ramadan.

Fenomena tadarus Al-Qur’an tersebut dalam ranah akademik menarik dikaji. Seiring dengan perkembangan studi ilmu-ilmu Al-Qur’an kontemporer, kajian terhadap praktik tadarus, belajar membaca Al-Qur’an, atau metode baca Al-Qur’an disebut dengan pendekatan Living Qur’an. Dari proses kajian itu, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama pada 2022 telah menerbitkan buku “Ensiklopedia Metode Baca Al-Qur’an di Indonesia”.

Sekurangnya, 90-an metode baca Al-Qur’an berhasil diidentifikasi dan diulas secara ensiklopedis pada buku yang ditulis para dosen IIQ Jakarta. Metode itu antara lain: Qira’ati, Iqra’, dan Tilawati. Kehadiran buku ensiklopedia ini diharapkan menjadi salah satu sumber informasi awal yang diharapkan mendorong para peneliti atau pemerhati Al-Qur’an untuk memberi kontribusi lebih mendalam dan luas pada kajian Al-Qur’an dengan pendekatan Living Qur’an.

Selama ini, pendekatan terhadap studi Al-Qur’an antara lain berupa tafsir tematik (tafsir maudlu’i), sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (asbab an-nuzul), metode perbandingan (muqaran), dan interdisipliner. Living Qur’an sebagai suatu metode kajian/penelitian yang baru terhadap fenomena sosial berkaitan dengan kehadiran Al-Qur’an pada suatu komunitas tentu saja menjadi angin segar dalam dunia akademik. Dalam ungkapan lain, Living Qur’an ini sebagai qur’an in everyday life (Al-Qur’an -yang hadir- dalam kehidupan keseharian).

Hasil kajian dan penelitian tentang Living Qur’an ini penting, antara lain untuk merumuskan umpan balik atas penerapan metode baca Al-Quran. Termasuk juga menjadi pisau analisis dalam mengamati sisi keabsahannya sebagai sebuah metode (manhaj) dalam pembelajaran Al-Qur’an. Selain itu, tentu masih banyak sisi lain yang bisa dirumuskan bagi perkembangan metode yang sudah dipraktikkan Lembaga-lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ) di seluruh pelosok Indonesia. Kontribusi demikian tentu sangat bermanfaat bagi LPQ yang saat ini jumlahnya sudah menembus angka 195.518 seluruh Indonesia berdasarkan data Kemenag yang bisa diakses melalui https://sipdarlpq.kemenag.go.id/

Last but not least, pendekatan Living Qur’an menarik untuk diterapkan para pengkaji di tengah mengisi Ramadan dengan Tadarus Al-Qur’an. Untuk itu, dalam tulisan selanjutnya, penulis akan mencoba mengulas gambaran singkat setiap metode, mulai dari sejarah hingga praktik implementasinya. Wallahu a’lam

Mahrus eL-Mawa (alumni jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga, nyantri di pesantren Al-Munawir Krapyak dan Salafiyah Pemalang, Kasubdit Pendidikan Al-Qur’an)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua