Kolom

Manasik dan Ikhtiar Menjadikan Jemaah Haji Lebih Mandiri

Naif Adnan (Penyuluh Agama Islam KUA Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan)

Naif Adnan (Penyuluh Agama Islam KUA Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan)

Minggu ini, beberapa Kantor Urusan Agama (KUA) sudah memulai bimbingan manasik bagi jemaah haji yang akan berangkat tahun 1444 H/2023 M. Selain urusan pencatatan nikah, kemasjidan, zakat dan wakaf, PMA No 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja KUA pada Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi Pasal 3 ayat 2 mengatur bahwa KUA Kecamatan dapat melaksanakan fungsi layanan bimbingan manasik haji bagi jemaah haji regular.

Menurut Kepdirjen PHU No 164 Tahun 2023, bimbingan manasik haji dilaksanakan sebanyak delapan kali pertemuan untuk Pulau Jawa dan sepuluh kali pertemuan untuk wilayah di luar Pulau Jawa. Mengapa bimbingan manasik haji di KUA penting diikuti oleh jemaah haji? Karena pertemuan di KUA lah merupakan fondasi awal dalam rangka menciptakan jemaah haji yang mandiri.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jemaah haji. Pertama, bimbingan manasik haji adalah bagian dari hak jemaah. UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Pasal 3 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa penyelengaraan haji dan umrah bertujuan memberikan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan bagi jemaah haji dan jemaah umrah sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan isyarat dan mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Manasik haji merupakan salah satu bentuk pembinaan dari pemerintah dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan sebagaimana dalam PMA No 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler Bab IV Pembinaan Jemaah Haji. Manasik haji tidak hanya diberikan pada saat pertemuan di KUA, tetapi diberikan juga ketika jemaah haji masuk asrama haji pada saat akan berangkat haji, bahkan ketika di tanah suci pun menjelang kegiatan Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), jemaah tetap diberikan bimbingan manasik haji di pemondokan masing-masing.

Kedua, bimbingan manasik haji merupakan bagian dari istita'ah keilmuan. Selain Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, istita’ah (mampu) adalah salah satu syarat bagi orang yang akan berhaji. Mampu tidak terbatas hanya pada kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan biaya, dan keamanan, akan tetapi juga mampu dari segi keilmuan. Jemaah haji yang mandiri juga harus mampu menguasai keilmuan tentang manasik haji, meliputi fiqh haji (syarat, rukun,wajib dan sunnah haji), mengetahui juga hikmah haji, kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji, serta hak dan kewajiban jemaah. Jika ibadah haji dilandaskan dengan ilmu tentu menambah pahala dan kemabruran haji.

Ketiga, manasik di KUA diharapkan bisa membangun chemistry jemaah satu dengan jemaah lainnya. Harus diakui bahwa perkenalan jemaah haji belum intens pada saat pendaftaran, pelunasan atau pemeriksaan kesehatan, maka pertemuan di KUA lah jemaah bisa mengenal lebih jauh jemaah yang akan menjadi teman kloternya. Jemaah haji dengan berbagai latar perbedaan usia, pendidikan, suku dan adat penting untuk saling kenal mengenal dan menjalin keakraban. Ketika mereka sudah saling akrab, maka akan tercipta regu dan rombongan yang kompak, yang tentu saja akan memudahkan petugas kloter dalam menjalankan tugasnya. Kalau sudah kompak sejak di tanah air diharapkan tetap terjaga pada saat di tanah suci nanti sampai kembali ke tanah air.

Keempat, dalam manasik haji di KUA, jemaah haji sudah harus mengenal perangkat petugas dalam kloter dan strukturnya. Keterlibatan ketua kloter, pembimbing ibadah, petugas kesehatan dan petugas haji daerah dalam melakukan perkenalan di pertemuan manasik haji sangat penting agar jemaah haji tahu tugas dan fungsi petugas kloter sehingga mereka tahu kemana harus bertanya dan berkonsultasi ketika menemui masalah di tanah suci. Jangan sampai dari keberangkatan sampai kepulangan ke tanah air, jemaah tidak kenal nama petugas kloternya. Jemaah haji juga harus diajarkan untuk mematuhi komando dari petugas kloter agar jemaah bisa tertib dan lancar menunaikan ibadah. Pembentukan dan penunjukkan ketua rombongan dan ketua regu membutuhkan partisipasi aktif jemaah.

Dengan menjadikan pertemuan bimbingan manasik haji di KUA, diharapkan bisa menciptakan jemaah haji reguler yang lebih mandiri. Mandiri dalam arti bahwa jemaah mampu melaksanakan ibadah dan perjalanan ibadah haji tanpa tergantung pihak lain. Dengan bekal manasik di KUA yang cukup, maka pada saatnya nanti di tanah suci jemaah bisa lebih mandiri, tidak semua jemaah didampingi satu persatu oleh petugas agar jemaah bisa khusyu dalam beribadah.

Naif Adnan (Penyuluh Agama Islam KUA Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua