Kolom

Mendesak Akselerasi Moderasi Beragama bagi Siswa Berbasis Medsos

JB Kleden (Kepala Kantor Agama Kota Kupang, NTT)

JB Kleden (Kepala Kantor Agama Kota Kupang, NTT)

Dalam seminar nasional “Pancasila, Demokrasi, dan Moderasi Beragama” yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang, 27 Mei 2023, di Kupang, Romo Benny Susetyo, Stafsus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) mengungkapkan hasil survei SETARA Institut yang mengejutkan. 83,3% siswa SMA setuju Pancasila dibubarkan.

Survei sikap toleran siswa SMA pada 5 kota (Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta dan Padang) yang dilakukan 14-24 Pebruari 2023 ini mengadopsi dan memodifikasi survei serupa yang pernah dilakukan tahun 2016 dan berlandaskan pada the staircase to terrorism (Mughoddam, 2005). Survei mengelompokkan siswa dalam empat kategori: toleran, intoleran pasif, intoleran aktif, dan potensi terpapar.

Secara umum hasil survei menunjukkan kecenderungan positif, 70,2% memiliki sikap toleran. Hal ini membanggakan bahwa modal sosial toleransi siswa cukup kuat. Namun meningkatnya intoleran aktif dari 2,4% ditahun 2016 menjadi 5% ditahun 2023 dan 83,3% setuju Pancasila dibubarkan, jangan dianggap sepele.

Toleransi di Sekolah
Toleransi adalah sikap yang harus dimiliki dalam menghadapi kebhinekaan Indonesia. Generasi muda adalah masa depan bangsa ini, maka tindakan intoleransi di kalangan siswa harus dihentikan. Negara tidak boleh membiarkan upaya perbudakan ideologis ini tetap berlangsung. Maka pembudayaan mainstream toleransi dalam pendidikan agama di sekolah perlu didukung dan dikembangkan.

Dalam kaitan ini sangat berkepentingan untuk mengatakan, guru agama di sekolah hendaknya mempromosikan sikap toleran sebagai strategi menangkal radikalisme. Ini jauh lebih efektif karena bernuansa positif ketimbang menghubung-hubungkannya dengan agama tertentu, yang justeru menimbulkan kebencian dan sikap perlawanan dalam diri siswa.

Sudah banyak kalangan mengeluhkan pendidikan agama di sekolah yang terlalu bertumpu pada hal-hal legal formal dan eksklusif seperti ajaran dan ritual namun gagal menanamkan nilai-nilai universal dan inklusif seperti keadilan, kebebasan, penghargaan terhadap sesama yang terkandung dalam setiap agama.

Pancasila Tak Boleh Ditawar
Dalam kaitan dengan penguatan wawasan kebangsaan, Romo Magis Suseno yang juga berbicara dalam seminar tersebut menegaskan tantangan terbesar Bhineka Tunggal Ika adalah seluruh masyarakat Indonesia perlu merasa bersatu. Banyak negara kebangsaan di dunia mengalami kehancuran karena masyarakatnya tidak lagi memiliki rasa bersatu.

Pada krisis mengerikan di tahun 1998 banyak pakar dan analisis meramalkan NKRI akan tamat. Namun Indonesia tetap kokoh bersama bahkan tumbuh menjadi negara demokratis. Nation state Indonesia kuat karena Pancasila. Maka Pancasila tak boleh ditawar-tawar.

Pancasila tidak menekan atau mengancam identitas warga, suku dan agama tertentu, melainkan melindungi dan mengangkatnya. Orang Indonesia bangga bahwa ia orang Indonesia dan sekaligus bangga bahwa ia Muslim, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, Jawa, Bugis, Flores. Pancasila memecahkan masalah identitas, karena berakar jauh dalam budaya-budaya nusantara dan mengandung prinsip-prinsip etika politik paska tradisional.

Moderasi Beragama Berbasis Medsos
Moderasi beragama menjadi strategi penting memperkuat cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang moderat berkontribusi penting menciptakan kehidupan yang toleran dan memperkuat Profil Pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka. Maka akselerasi penguatan moderasi beragama pada siswa SMA menjadi keniscayaan dalam mengatasi, mencegah dan menangkal meluasnya paham radikal dan intoleran di sekolah-sekolah.

Di era digital, efektivitas medsos dalam pembentukan opini tak diragukan lagi. Sebagaimana ditulis Darmansjah Djumala dalam opininya ‘Memudakan Aktualisasi Pancasila’ (Kompas 31/5/2023), data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada 2022 remaja Indonesia (usia 13-18 tahun) paling banyak menggunakan internet daripada kelompok usia lain, yaitu 99,16 persen. Laporan Statista 2020 juga mengungkapkan, pengguna medsos terbanyak adalah kelompok umur 25-34 tahun (35,4 persen), disusul kelompok umur 18-24 tahun (30,3 persen).

Data ini mengkonfirmasi bahwa hampir semua remaja Indonesia menggunakan internet. Maka akselerasi moderasi beragama melalui jalur medsos perlu ditingkatkan dan digencarkan. Jika ingin mengenalkan Moderasi Beragama kepada generasi Z yang sangat melek TI, pola sosialisasi tak bisa lagi hanya menggunakan cara-cara konservatif, berupa ceramah. Pola aktualisasi Moderasi Beragama bagi siswa harus dimudakan, rejuvenated, berbasis medsos agar mengena di hati siswa.

Keteladanan
Kita paham betul bahwa daya tarik gerakan radikalisme terletak dalam kemampuannya menawarkan payung alternatif dalam enclave yang berdiri terpisah dari masyarakat terbuka di sekitar mereka. Sangat boleh jadi 83,3% siswa setuju Pancasila diganti dengan ideologi lain, bisa saja sebagai refleksi atas usaha pencarian alternatif akibat hilangnya kepercayaan terhadap pola perilaku birokrat. Korupsi terus saja terjadi, penyalahgunaan jabatan untuk urusan politik praktis, promosi jabatan di kalangan pemerintah yang sarat kepentingan.

Fenomena ini menunjukkan semacam ada gugatan bahwa kita tidak akan pernah bisa benar bila memakai sistem yang sekarang ada. “Tidak akan pernah bisa benar” itu justeru semakin memperkuat keinginan segelintir orang untuk mengubah ideologi negara ini. Pertanyaannya, apakah pemerintah tidak bisa menjadi lebih baik?

Salah satu nilai dari 5 nilai budaya kerja Kementerian Agama adalah keteladanan. Mari kita menjadi teladan bagi orang lain. Keteladanan menuntut tanggungjawab kita semua untuk berkhidmat. (*)

JB Kleden (Kepala Kantor Agama Kota Kupang, NTT)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua