Kolom

Metode Baca Al-Qur’an Al-Banjari

Mahrus eL-Mawa

Mahrus eL-Mawa

Dalam sejarah perkembangan metode baca Al-Qur’an di Indonesia, tidak semua metode yang telah dilahirkan itu bertahan hingga saat ini. Salah satunya, metode “Al-Banjari: Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an”.

Pada 1994, dibentuk tim LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an) provinsi Kalimantan Selatan, yang diketuai oleh Drs. H. M. Djamani dan Drs. H. Aspihan Djarman. Tim tersebut berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Selatan No. 696 Tahun 1991 tentang pembentukan tim peningkatan kemampuan baca tulis Al-Qur’an di SD dan MI. Tujuan tim ini, meningkatkan kemampuan membaca, serta menulis Al-Qur’an murid-murid SD dan MI. Para siswa juga diharapkan dapat mengkhatamkan Al-Quran sebelum tamat SD/MI.

Menurut Sofian Effendi dan Muhammad Ulinnuha, Ensiklopedi Metode Baca Al-Qur’an di Indonesia (2022: 44-46), penamaan Al-Banjari ini dinisbatkan ke tanah Banjar. Yaitu, tempat penyusunan dan diterbitkannya metode ini, Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Metode ini disusun sebagai salah satu panduan pembelajaran baca Al-Qur’an serta panduan bagi guru dalam mengajar di SD/MI ataupun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/Q). Drs. H. M. Djamani dan Drs. H. Aspihan Djarman sebagai tim penyusun merupakan pembina LPTQ Provinsi Kalimantan Selatan dan sekaligus dewan hakim pada event MTQ Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan.

Ciri khas Al-Banjari lebih dikarenakan penggunaan lagu rost, yakni allegro, gerak ringan dan cepat. Selain itu, ciri khas metode ini dengan pendekatan yang seimbang antara pembiasaan melalui klasikal dan kebenaran membaca melalui individual dengan teknik baca simak.

Metode ini terdiri atas 2 jilid buku ajar dan tidak ada media pendukung yang lain. Awalnya, metode Al-Banjari terdiri dari 4 jilid yang disusun Drs. H. Djamani (Alm) dan Drs. Aspihan Djamran (Alm). Namun, dengan adanya perkembangan yang sangat pesat di bidang Ilmu Teknologi (IPTEK), maka metode Al-Banjari dijadikan 2 jilid dengan hasil beberapa percobaan di SD/MI dan TPA/Q. Sistem pembelajaran yang digunakan masuk dalam kategori metode talaffudzi dengan pendekatan suku kata, yakni metode langsung baca tanpa eja.

Al-Banjari tumbuh dan berkembang di Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin. Sayangnya tidak dapat lebih jauh, sehingga pengguna metode ini terbatas di Banjarmasin. Tidak beruntung lagi, metode ini hanya bertahan beberapa tahun saja, alias tidak dapat berkembang lama. Di antara penyebabnya, telah digunakan metode-metode lain di Kalimantan Selatan secara massif, seperti metode Iqra’ yang digerakkan melalui lembaga TK/Taman Pendidikan Al-Qur’an yang dikoordinir oleh BKPRMI melalui pelatihan maupun penataran guru-guru Al-Qur’an. Oleh karenanya, masyarakat Kalimantan Selatan lebih mengenal dan menggunakan metode Iqra’ daripada Al-Banjari.

Hal lainnya lagi, metode Al-Banjari hanya digunakan pada lingkungan pendidikan formal, terutama SD dan MI. Dengan demikian, praktik Al-Banjari di Banjarmasin sudah tidak ditemukan sama sekali, jika tidak dikatakan tidak digunakan TK/Taman Pendidikan Al-Qur’an. []

Mahrus eL-Mawa (alumni jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga, nyantri di pesantren Al-Munawir Krapyak dan Salafiyah Pemalang, Kasubdit Pendidikan Al-Qur’an)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua