Kolom

Moderasi Beragama: Pilar Kebangsaan dan Keberagaman

Muhammad Fauzinudin Faiz

Muhammad Fauzinudin Faiz

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Salah satu prinsip utama yang dianut bangsa ini adalah "Bhinneka Tunggal Ika" atau "berbeda-beda tetapi tetap satu". Dalam konteks keberagaman, moderasi beragama memiliki peran penting untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Moderasi beragama tercermin dalam komitmen kebangsaan yang menjunjung keberagaman, toleransi yang menghargai perbedaan keyakinan, penolakan terhadap segala bentuk kekerasan atas nama agama, serta penerimaan dan akomodasi terhadap kekayaan budaya dan tradisi yang ada dalam masyarakat.

Empat pilar ini mampu menavigasi antara dua ancaman utama dalam konteks berbangsa dan bernegara yaitu ekstremisme dan liberalisme. Kedua hal ini telah dituduh menjadi penyebab kehancuran peradaban. Ekstremisme ditandai oleh sikap absolutisme, fanatisme yang tinggi, dan pandangan eksklusif yang menghakimi orang lain (takfir-isme). Hal ini sering kali menyebabkan konflik sektarian dan bentrokan ideologis. Di sisi lain, liberalisme memiliki dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Komitmen Kebangsaan

Pancasila sebagai dasar negara menjadi panduan dalam menjunjung moderasi beragama. Sila pertama, "Ketuhanan yang Maha Esa", mencerminkan komitmen kebangsaan untuk menghargai keberagaman agama dan kepercayaan. Masyarakat perlu membangun sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, sehingga tidak ada pihak yang merasa dianaktirikan atau dikesampingkan.

Komitmen kebangsaan dalam konteks moderasi beragama mencakup upaya untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi berbagai agama dan kepercayaan untuk berkembang dan berdampingan secara damai. Pendidikan kebangsaan yang inklusif, misalnya, menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Melalui pendidikan, generasi muda diajarkan untuk saling menghargai perbedaan dan menjaga kerukunan antar umat beragama.

Contoh kongkret moderasi beragama dalam indikator komitmen kebangsaan bisa dilihat dalam perayaan hari-hari besar keagamaan, seperti Natal, Idul Fitri, Waisak, dan Nyepi. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengorganisir dan melibatkan diri dalam kegiatan lintas agama untuk menunjukkan rasa persatuan dan solidaritas. Hal ini menciptakan suasana kebersamaan dan menggugah rasa kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki keberagaman.

Selain itu, upaya pembangunan rumah ibadah yang representatif dan adil bagi semua agama menunjukkan komitmen kebangsaan dalam moderasi beragama. Setiap agama diberi kesempatan yang sama untuk membangun tempat ibadah sesuai dengan kebutuhan umatnya. Pemerintah juga berperan aktif dalam mengawasi dan memastikan bahwa pembangunan rumah ibadah tidak menimbulkan konflik antar umat beragama.

Komitmen kebangsaan dalam moderasi beragama juga tercermin dalam perlindungan terhadap kelompok minoritas dan kepercayaan yang kurang dikenal. Pemerintah dan masyarakat diharapkan memberikan ruang yang cukup bagi kelompok-kelompok ini untuk menjalankan keyakinan dan kepercayaan mereka tanpa diskriminasi. Pendidikan dan sosialisasi mengenai keberagaman agama dan kepercayaan menjadi penting untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik.

Dan tidak kalah penting, bahwa terdapat peran media massa dan teknologi informasi juga sangat penting dalam mempromosikan moderasi beragama sebagai bentuk komitmen kebangsaan. Media massa dan platform digital seharusnya digunakan untuk menyebarkan pesan toleransi dan kerukunan, serta memberikan informasi yang akurat dan seimbang tentang keberagaman agama dan kepercayaan. Dengan demikian, masyarakat akan lebih teredukasi dan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

Toleransi

Toleransi merupakan kunci dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Toleransi bukan hanya sekadar sikap saling menghormati, tetapi juga saling membantu dan bekerja sama untuk menciptakan suasana damai dan harmonis. Tidak ada agama yang mengajarkan kebencian dan kekerasan, sehingga penting bagi setiap individu untuk mengekang diri dari prasangka dan kebencian.

Toleransi dalam konteks moderasi beragama mencakup kemampuan untuk menghargai perbedaan keyakinan dan agama orang lain, serta memberi mereka kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan mereka tanpa rasa takut atau tekanan. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi masing-masing individu untuk tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang unik dan berharga, sekaligus memperkaya kehidupan bersama dalam masyarakat yang beragam.

Sebagai contoh moderasi beragama dalam indikator toleransi, kita bisa melihat bagaimana masyarakat Indonesia menjalani kehidupan sehari-hari dengan saling menghargai dan menghormati perayaan agama yang berbeda. Ketika umat Islam merayakan Idul Fitri, umat Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya turut berpartisipasi dalam kebahagiaan dan kebersamaan, seperti mengunjungi rumah tetangga yang merayakan, saling mengucapkan selamat, atau bahkan membantu persiapan. Hal serupa juga terjadi ketika umat agama lain merayakan hari besar mereka.

Selain itu, toleransi juga tercermin dalam bagaimana masyarakat bersikap terhadap keberagaman tradisi dan cara beribadah yang ada di Indonesia. Misalnya, masyarakat yang tinggal di sekitar tempat ibadah yang berbeda, seperti masjid, gereja, pura, atau vihara, saling menghormati dengan menjaga kebersihan lingkungan, mengendalikan suara, dan tidak mengganggu aktivitas ibadah yang sedang berlangsung. Hal ini menciptakan suasana yang kondusif untuk kegiatan keagamaan dan menguatkan ikatan persaudaraan antar umat beragama.

Contoh lain dari toleransi dalam moderasi beragama adalah saling menghargai hak individu untuk memilih keyakinan dan cara hidup yang mereka anut. Tidak jarang kita melihat pernikahan antar agama yang diadakan dengan penuh kerukunan dan rasa saling menghormati. Baik keluarga maupun masyarakat sekitar mendukung dan menghargai keputusan kedua mempelai untuk bersatu dalam pernikahan dengan tetap menjaga keyakinan dan agama masing-masing. Ini merupakan wujud nyata dari toleransi yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bukti bahwa moderasi beragama dapat terwujud dalam kehidupan nyata.

Anti Kekerasan

​​​​​​​Moderasi beragama mengajarkan kita untuk menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Kita harus memahami bahwa agama adalah sarana untuk mencapai kedamaian dan kasih sayang, bukan alasan untuk melakukan kekerasan atau diskriminasi. Pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama melawan radikalisme dan intoleransi yang meresahkan kehidupan bermasyarakat.

Dalam upaya menghindari kekerasan atas nama agama, moderasi beragama mengedepankan dialog dan komunikasi yang efektif antara berbagai kelompok masyarakat. Melalui interaksi yang sehat dan konstruktif, kita dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang keberagaman agama dan keyakinan, serta mengatasi kesalahpahaman yang sering kali menjadi akar permasalahan. Dialog antar umat beragama juga menjadi sarana untuk menemukan solusi terhadap konflik yang mungkin timbul karena perbedaan agama.

Salah satu contoh penerapan moderasi beragama dalam indikator anti kekerasan adalah kerja sama antara pemerintah, aparat keamanan, tokoh agama, dan masyarakat dalam mengatasi potensi konflik antar umat beragama. Melalui pendekatan preventif dan persuasif, pihak-pihak terkait dapat menangani isu-isu sensitif dengan bijaksana dan mengedepankan kepentingan bersama. Hal ini membantu mencegah tindakan kekerasan yang mungkin terjadi akibat ketegangan antar umat beragama.

Pendidikan juga menjadi instrumen penting dalam penerapan moderasi beragama yang anti kekerasan. Pendidikan yang inklusif dan mengajarkan nilai-nilai toleransi serta keberagaman sejak dini dapat membentuk karakter individu yang cinta damai dan menghargai perbedaan. Selain itu, melalui kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan siswa dari berbagai latar belakang agama, mereka dapat belajar untuk mengatasi perbedaan dan bekerja sama dalam suasana yang harmonis.

Media massa dan teknologi informasi juga memiliki peran penting dalam penerapan moderasi beragama yang anti kekerasan. Media massa perlu menyajikan informasi yang akurat dan seimbang tentang isu-isu keagamaan, serta menghindari pemberitaan yang cenderung memprovokasi dan memicu konflik. Di sisi lain, penggunaan media sosial dan platform digital harus digunakan dengan bijaksana dan bertanggung jawab, serta menghindari penyebaran ujaran kebencian dan diskriminasi yang dapat memicu kekerasan.

Terkait ini, pemerintah sebagai aktor utama harus mengambil langkah tegas terhadap kelompok atau individu yang menggunakan agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan. Penegakan hukum yang tegas dan adil menjadi instrumen penting untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan mengedepankan moderasi beragama yang anti kekerasan, kita dapat menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis bagi seluruh masyarakat untuk hidup bersama dalam keberagaman yang kita miliki.

Akomodasi dan Penerimaan Terhadap Tradisi dan Budaya

​​​​​​​Keberagaman budaya dan tradisi merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan. Moderasi beragama juga mencakup sikap akomodatif dan penerimaan terhadap perbedaan tradisi dan budaya. Sebagai bangsa yang besar, kita harus bersikap terbuka dan menerima perbedaan, bukan justru menciptakan sekat dan perpecahan. Dengan demikian, keharmonisan dan persatuan bangsa akan terus terjaga.

Penerimaan terhadap tradisi dan budaya dalam konteks moderasi beragama mencakup penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman cara beribadah, adat istiadat, dan tradisi yang ada di masyarakat. Setiap agama memiliki keunikan tersendiri dalam melaksanakan praktik keagamaan, yang sering kali terkait dengan tradisi dan budaya lokal. Menghargai keberagaman ini menjadi wujud nyata dari penerapan moderasi beragama yang inklusif dan toleran.

Penerapan moderasi beragama dalam penerimaan terhadap tradisi dan budaya bisa dilihat dalam praktik keagamaan yang diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya, perayaan Waisak di Borobudur yang melibatkan ritual keagamaan Buddha dan kebudayaan Jawa, atau perayaan Nyepi di Bali yang mencerminkan sinkretisme antara ajaran Hindu dengan adat istiadat Bali. Praktik-praktik ini menunjukkan bagaimana keberagaman tradisi dan budaya diterima dan diakomodasi dalam konteks keagamaan.

Selain itu, penerimaan terhadap tradisi dan budaya juga mencakup kegiatan sosial dan budaya yang melibatkan masyarakat lintas agama. Misalnya, perayaan Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat, yang melibatkan umat Konghucu, Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha dalam suatu perayaan budaya yang meriah. Kegiatan seperti ini menciptakan suasana kebersamaan dan saling pengertian antara umat beragama, sekaligus melestarikan kebudayaan lokal.

Pendidikan dan sosialisasi mengenai keberagaman tradisi dan budaya menjadi penting dalam penerapan moderasi beragama yang akomodatif. Melalui pendidikan, masyarakat diajarkan untuk menghargai dan memahami perbedaan yang ada dalam praktik keagamaan dan kebudayaan, serta mengakui hak setiap individu untuk menjalankan keyakinan dan praktik budaya mereka. Hal ini akan mendorong sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama.

Keterlibatan pemerintah dan tokoh agama dalam mempromosikan penerimaan terhadap tradisi dan budaya juga sangat penting. Mereka dapat berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam dialog antar umat beragama dan antarbudaya, serta membantu menciptakan kesepakatan bersama tentang bagaimana mengakomodasi dan menjaga keberagaman tradisi dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat.

Muhammad Fauzinudin Faiz (Dosen UIN KH Achmad Shiddiq Jember & Editor Buku “Agama dalam Konstitusi RI: Menghidupkan Nilai-nilai Profetik di Tengah Masyarakat Heterogen”)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat

Lainnya Lihat Semua