Kolom

Pendidikan Madrasah Berbasis Pluralitas

Moh Isom Yusqi (Direktur KSKK Madrasah)

Moh Isom Yusqi (Direktur KSKK Madrasah)

Pendidikan di madrasah seharusnya berbasis kepada pluralitas (kemajemukan) dan diversity (keragaman) yang ada dalam suatu komunitas masyarakat Indonesia, terutama keragaman etnik, budaya, agama, status sosial, gender, kemampuan, dan usia yang ada pada peserta didik. Dengan demikian akan terwujud bangunan kesetaraan gender, kaum disabilitas, dan inklusi sosial, tanpa diskriminasi, dan memenuhi hak asasi manusia.

Pendidikan di madrasah tidak hanya melahirkan peserta didik yang menguasai setiap bidang mata pelajaran. Lebih dari itu, yang lebih penting lagi dari proses pendidikan di madrasah adalah mewujudkan kesadaran peserta didik dalam berperilaku humanis dan pluralis di tengah tengah kehidupan bermasyarakat.

Konsep Pluralitas, Pluralisme dan Karakteristiknya

Pluralitas berasal dari kata plural yang bermakna banyak. Pluralisme bermakna suatu aliran tentang plural atau lebih dari satu. Pluralitas sebagai hal yang menyatakan jamak, dapat dikatakan seperti pluralitas kebudayaan, bermakna sebagai kebudayaan yang berbeda-beda di suatu masyarakat.

Istilah pluralitas atau pluralisme merupakan salah satu kata ringkas untuk menyebut satu tatanan dunia baru di mana perbedaan budaya, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang membangkitkan bergairahnya pelbagai ungkapan manusia yang tak kunjung habis sekaligus mengilhami konflik yang tak terdamaikan.

Secara operasional, dapat dinyatakan bahwa pluralitas tidak semata menunjuk pada kenyataan adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut.

Demikian pula pluralisme agama, menuntut pada setiap pemeluk agama agar mengakui keberadaan dan hak agama lain, saling memahami persamaan dan perbedaan, guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan yang sungguh-sungguh.

Pengakuan terhadap pluralisme agama dalam suatu komunitas umat beragama menjanjikan dikedepankannya prinsip inklusivisme. Suatu prinsip yang mengutamakan akomodasi dan bukan konflik di antara berbagai klaim kebenaran agama dalam masyarakat yang heterogen secara kultural dan religius. Inklusivitas semacam ini bermuara pada tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai kemungkinan unik yang bisa memperkaya usaha manusia dalam mencari kesejahteraan spiritual dan moral.

Dengan demikian karakteristik pluralisme dapat diidentifikasikan antara lain: pertama, memelihara dan menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing kelompok, dalam berbagai bentuk strata sosial, gender, kaum disabilitas atau sebaliknya agar dapat berperan dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai makhluk Tuhan.

Kedua, menghargai perbedaan dalam kebersamaan masyarakat yang benar-benar memiliki karakteristik plural, dan meyakini bahwa setiap pihak berada dalam posisi yang sama secara positif. Sebagai warga masyarakat semuanya mempunyai hak, kedudukan, kewajiban, dan tanggungjawab yang sama.

Ketiga, pluralisme menunjukkan kepada wahana untuk warga masyarakat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berkompetisi secara jujur, sportif, terbuka, dan adil (fastabiqû al-khaîrât).

Pendidikan Madrasah berbasis pluralitas, hendaknya dapat ditanamkan dalam jiwa setiap peserta didik bahwa pluralisme sebagai suatu aliran harus didudukkan pada posisi yang proporsional, perbedaan harus diupayakan agar dapat menjadi daya dorong untuk mendinamisasi kehidupan masyarakat, dan bukan mekanisme untuk menghancurkan satu kelompok terhadap kelompok lain. Pluralisme ada pada posisi yang netral atau tidak memihak, dan harus obyektif. Karakteristik semacam tersebut di atas pada hakekatnya merupakan puncak dari kesadaran bahwa pluralisme merupakan manifestasi jati diri dari seluruh umat manusia.

Membangun Kesetaraan GEDSI

Pendekatan pendidikan yang berbasis pluralitas bagi bangsa Indonesia mutlak harus dikembangkan agar para pemimpin dan masyarakat negeri ini tidak kehilangan orientasi dan eksistensi dalam menghadapi berbagai pluralitas budaya dan agama yang ada. Pandangan tentang pluralitas, multikultural, dan multi etnik, secara substantif khususnya di Indonesia sebenarnya tidaklah terlalu baru.

Sebagai negara-bangsa (nation-state) yang menyatakan kemerdekaannya sejak lebih dari setengah abad silam, Indonesia telah memiliki dan terdiri dari kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain, sehingga secara sederhana Indonesia dapat disebut sebagai masyarakat yang pluralis. Pembangunan masyarakat Indonesia pluralis tersebut secara maju dan sehat tidak bisa dengan taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis, terintegrasi, dan berkesinambungan. Salah satu langkah yang paling strategis ke arah ini adalah melalui pendidikan madrasah berbasis pluralitas yang harus diselenggarakan oleh setiap jenjang dan lembaga pendidikan.

Pendidikan Madrasah berbasis pluralitas pada intinya adalah proses penyadaran yang berwawasan pluralis, baik secara etnik, budaya, maupun agama yang harus dilihat sebagai bagian dari usaha komprehensif untuk menghindari, mencegah, dan menanggulangi berbagai konflik bernuansa etnis dan agama di masa mendatang.

Dalam upaya membangun kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial dalam pendidikan madrasah, maka harus tercipta hal-hal berikut: pertama, adanya pemenuhan terhadap hak dasar bagi setiap peserta didik.

Kedua, adanya penghapusan diskriminasi dalam layanan pendidikan baik itu karena perbedaan agama, jenis kelamin, suku, difabel atau tidak dan lain sebagainya. Ketiga, terwujudnya kesetaraan gender dan Keempat, Adanya pemerataan akses bagi semua warga masyarakat yang menjadi peserta didik secara demokratis dan sesuai dengan hak asasi manusia.

Pendidikan dan masyarakat yang pluralis, memiliki hubungan timbal balik (reciprocal relationship). Ini bermakna bahwa satu sisi pendidikan memiliki peran yang signifikan untuk membangun masyarakat yang pluralis, di sisi lain masyarakat yang plural dengan segala karakternya memiliki potensi signifikan untuk mensukseskan fungsi dan peran pendidikan.

Pendidikan Madrasah berbasis pluralitas, merupakan bekal penting untuk terciptanya lembaga pendidikan Islam yang menghargai kesetaraan gender, merekognisi dan mengafirmasi kaum disabilitas untuk memenuhi hak dasarnya. Yaitu, memperoleh Pendidikan tanpa diskriminasi sehingga terwujudnya inklusi social yang inklusif dan demokratis untuk semua peserta didik.

Pendidikan Madrasah berbasis pluralitas menawarkan satu alternatif penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada keragaman yang ada dalam suatu komunitas masyarakat, terutama keragaman etnik, budaya, agama, status sosial, gender, kemampuan, dan usia yang ada pada peserta didik. Pendidikan semacam ini bertujuan bukan hanya untuk melahirkan peserta didik yang menguasai setiap bidang mata pelajaran, tapi lebih pokok dan penting lagi adalah bagaimana meningkatkan kesadaran mereka agar mampu berperilaku humanis dan pluralis.

Akhirnya, pendidikan adalah sebuah investasi jangka panjang. Kita tidak perlu berharap bahwa hasil dari penerapan pendidikan yang berbasis pluralitas akan dapat dirasakan saat ini, atau dua dan tiga tahun ke depan. Namun demikian, sekecil apapun yang dapat dilakukan oleh dunia pendidikan untuk membangun masyarakat adalah lebih baik terlambat dari pada tidak berbuat sama sekali. Wallahu A‘lam…!

Moh Isom Yusqi (Direktur KSKK Madrasah)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Kolom Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua