Kristen

Perjumpaan yang Memulihkan Pengharapan dan Kesaksian

Pdt. Muhadi Sulistyo. M.Th (Gereja: GITJ Margorejo Dukuhseti Pati)

Pdt. Muhadi Sulistyo. M.Th (Gereja: GITJ Margorejo Dukuhseti Pati)

Dalam mitologi Yunani kuno, ada cerita mengenai raja yang bernama Sisiphus. Karena dianggap meremehkan dewa dan bertindak keji terhadap rakyatnya, ia dihukum menggulingkan batu dari lembah menuju ke puncak bukit.

Hukuman itu ia jalani dengan berusaha menggulingkan batu dari bawah sampai ke puncak bukit. Namun, begitu batu hampir sampai ke puncak tiba-tiba menggelinding deras ke bawah lagi. Sisiphus lalu harus kembali ke bawah menuruni bukit untuk mendorongnya kembali. Demikian ia terus-menerus berusaha menjalani hukuman dan tak sanggup melaluinya. Berusaha tetapi tanpa hasil.

Ini adalah sebuah cerita tentang nasib yang paling mengenaskan yang diyakini menimpa manusia yang hidup tanpa pengharapan. Mungkin dalam kehidupan ini ada saat-saat di mana seolah hidup kita seperti menggulingkan batu “sisiphus”, tanpa harapan, tanpa daya dan kesanggupan untuk melewatinya. Kita seperti sedang meniti “the road of impossibility,” baik dalam pekerjaan/bisnis, keluarga, mungkin juga dalam pelayanan.

Kisah perjalanan dua murid Yesus, yaitu Kleopas dan temannya menuju desa Emaus mengindikasikan bahwa mereka sedang dalam keadaan yang kalut, takut, kecewa, dan bahkan kehilangan pengharapan. Hal ini bisa kita lihat dalam narasi yang ditulis oleh Lukas di ayat 17b, “Maka berhentilah mereka dengan muka muram.” Dari kata ‘muka muram’, menunjukkan pesan bahwa mereka masih dalam kesedihan dan duka cita yang mendalam karena peristiwa penangkapan, penyaliban dan kematian Yesus.

Lukas juga mencatat dalam ayat 20-21, “Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telan menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya, padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang datang membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.”

Hal ini mengungkapkan secara jelas bahwa mereka juga memiliki pengharapan Mesianik, namun pengharapan itu telah pupus seiring dengan penyaliban dan kematian Tuhan Yesus. Bagi murid-murid, Yesus yang penuh kuasa, banyak melakukan mujizat dan tanda-tanda yang Ajaib, diharapkan menjadi Mesias politis yang bisa menyelamatkan mereka dari penjajahan Romawi kala itu. Namun, di mata mereka, Yesus kini telah mati, maka betapa hancur pengharapan mereka.

Namun, semua yang dipikirkan oleh Kleopas dan temannya tidaklah demikian. Sebab, Yesus tidak mati tetapi bangkit, dan kebangkitan Yesus menjadi nyata karena Tuhan yang bangkit menjumpai mereka dalam perjalanan ke Emaus yang berjarak tujuh mil dari Yerusalem (kira-kira 11,5 km). Yesus menjumpai mereka yang tengah kalut, takut, kecewa dan kehilangan pengharapan.

Menarik untuk diperhatikan karena lewat perjumpaan sepanjang perjalanan ini, Tuhan memulihkan pengharapan dan kesaksian mereka yang mulai kendur dan pudar. Proses pemulihan pengharapan dan kesaksian ini bisa kita lihat paling tidak dalam tiga bagian alur cerita.

Pertama, kisah perjumpaan dan percakapan. Lukas menceritakan tiba-tiba Yesus mendekati mereka dan bergabung dalam perjalanan mereka menuju Emaus. Dalam percakapan yang sangat inten tersebut para murid menceritakan semua yang telah terjadi. Kata “bercakap-cakap”, dalam bahasa Yunani “homiloun”, menggunakan kala imperfek indikatif aktif. Dari segi aspeknya, gramatika tersebut menyuguhkan tindakan yang bersifat linear dengan waktu lampau, sedangkan modus indikatif menyuguhkan tindakan sebagai suatu kepastian dan penegasan atau sebuah afirmasi. Jadi Kleopas dan temanya waktu bercakap-cakap dengan Tuhan, mereka sedang bercerita apa yang menimpa Yesus guru mereka adalah benar-benar terjadi dan berusaha menyakinkan peristiwa tersebut kepada Yesus dengan bercerita secara rinci dalam sepanjang perjalanan menuju Emaus. Namun Yesus menegur mereka karena mereka tidak percaya apa yang dikatakan oleh para nabi dan tidak memperhatikan apa yang dikatakan oleh kitab suci mengenai Mesias.

Kedua, perjamuan makan yang menyingkapkan identitas Yesus. Di ayat 16, Lukas menulis bahwa mereka tidak mengenali Yesus karena ada sesuatu yang menghalangi mata mereka. Ada beberapa penafsir berpendapat, karena arah perjalanan mereka munuju barat maka mereka silau oleh sinar matahari senja, sehingga mereka tidak mengenali Yesus. Ada juga yang berpendapat bahwa karena mereka dalam keadaan muram, kondisi berduka yang sangat dalam, sehingga mereka pangling atau tidak mengenali guru mereka.

Apapun alasanya sebenarnya, itu tidak dapat dijadikan dasar untuk tidak mengenali guru mereka. Bukankah Yesus masih bisa dikenali dari suaranya? Atau, waktu Yesus menegur mereka dengan keras dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang bodoh dan lamban, seharusnya membuat mereka lebih memperhatikan siapa yang menegur mereka.

Namun demikian, tampaknya mereka masih memberi tempat untuk kehadiran Tuhan dengan mempersilahkan menginap ditempat mereka. Tibalah waktu makan. Mereka duduk bertiga, Tuhan mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu, terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Sudah barang tentu peristiwa tersebut mengingatkan mereka waktu Yesus memberi makan kepada ribuan orang (Matius 14:19; 15:36).

Ketiga, perjalanan kembali ke Yerusalem sebagai tanda bahwa pengharapan dan semangat kesaksian mereka telah dipulihkan. Menarik untuk diperhatikan waktu mereka pulang ke Emaus. Mereka melangkah dengan muka muram. Perjalanan yang dilalui sekitar dua jam tersebut terasa melelahkan. Namun begitu, mereka berjumpa dengan Tuhan yang bangkit.

Lukas menulis, mereka segera bangun dan kembali ke Yerusalem, untuk menemui sahabat-sahabat yang lain. Padahal perjalanan Emaus ke Yerusalem diperkirakan dua jam. Jadi kalau mereka pulang pergi, maka mereka bisa berjalan sekitar empat jam. Apa yang membuat semangat mereka kembali menyala, tidak lain karena perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit. Hal itu membuat semangat dan pengharapan mereka untuk bersaksi kepada murid-murid yang lain kembali menyala.

Sebenarnya kebangkitan Tuhan bisa menjadi ziarah iman bagi kita semua. Kita yang hidup 2000 tahun setelah peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, memang tidak dianugerahi menjadi saksi secara harafiah. Namun, kita dapat menjadi saksi kebangkitan Yesus dalam penghayatan dan pengalaman religius pribadi kita bersama dengan Tuhan Yesus, yang hadir sepanjang zaman.

Kebangkitan Tuhan memang tidak bisa dilihat secara langsung oleh dunia zaman sekarang ini. Namun, kita bisa mempersaksikan kebangkitan Yesus tersebut dalam bentuk hidup baru dalam Kristus, yang bisa dilihat dan disaksikan oleh semua mata di dunia ini (1 Pet. 1:3). Kisah Kleopas dan temannya kembali ke Yerusalem dengan penuh semangat dan sukacita, sebenarnya juga bisa menjadi pemandu spiritual bagi kita untuk terus bersemangat membagikan sukacita kita, karena ada Tuhan dalam hidup kita kepada semua orang. Amin.

Pdt. Muhadi Sulistyo. M.Th (Gereja: GITJ Margorejo Dukuhseti Pati)


Fotografer: Istimewa

Kristen Lainnya Lihat Semua

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)
Layak Dipercaya

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua