Nasional

Sekjen: RA Bukan Lembaga Pendidikan Alternatif

Jakarta (Pinmas) – Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) Bahrul Hayat menegaskan Raudhatul Athfal (RA), setingkat taman kanak-kanak, bukan lagi lembaga pendidikan alternatif tetapi merupakan pilihan rakyat karena memiliki nilai lebih.

“RA bukan lembaga pendidikan alternatif, seperti tempat pengobatan alternatif, atau sebagai pilihan terakhir”, kata Bahrul Hayat pada pelantikan Pimpinan Pusat Ikatan Guru Raudhatul Athfal (IGRA) periode 2013-2018 dan rapat kerja nasional organisasi guru Raudhatul Athfal, di Gedung Kementerian agama Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu 13/11. Rakernas itu sendiri mengangkat tema aktualisasi nilai-nilai hijriah menuju organisasi yang berkarakter.

Bahrul Hayat menjelaskan, sama halnya dengan madrasah, RA bukan lembaga pendidikan anak usia dini alternatif, tetapi pilihan. Karena itu, ke depan, perhatian Kementerian Agama terhadap lembaga ini akan lebih besar. Setiap provinsi harus memiliki lembaga pelatihan guru RA dengan dukungan fasilitasnya. Untuk menunjang itu, ia berharap setiap provinsi ke depan dapat mengalokasikan lahan 10 hektar. Itu sebagai percontohan di tiap daerah.

“Kita ingin menjadi bangsa yang besar, karena itu perhatian terhadap guru pun harus besar,” Bahrul Hayat menjelaskan.

Bahrul Hayat mengatakan, para guru telah berbuat banyak untuk anak didik. Membawa ke arah lebih baik. Sekarang ini ia memperkirakan jumlah guru di Tanah Air sekitar 20 ribu orang. Meski jumlahnya tergolong kecil, perannya untuk mendidik anak usia dini sangat efektif. Karena itu perhatian terhadap guru RA harus lebih baik ke depan.

“Siapa lagi yang bisa menghargai guru, kalau bukan dari diri kita sendiri,” tambah Sekjen.

Terkait dengan sejumlah program kerja guru RA, Bahrul Hayat menyambut baik sejauh hal tersebut diarahkan kepada kegiaan positif. Namun di sisi lain diingatkan agar organisasi IGRA tidak diseret ke ranah politik atau untuk kepentingan politik. Organisasi ini sangat baik, karena itu Bahrul Hayat sendiri mengaku bersedia sebagai penasihatnya.

Sementara itu Ketua Umum Ikatan Guru Raudhatul Athfal (IGRA) Pusat, Siti Rohani, pengurus periode 2013-2018, mengatakan, di usianya yang 11 tahun, organisasi ini sudah berkembang ke berbagai daerah.

Namun di sisi lain tugas IGRA ke depan makin berat. Pasalnya, dunia pendidikan sekarang paling mencemaskan. Hal ini tidak lepas dari lingkungan, seperti kenakalan seksual dan pergaulan bebas dan degradasi moral yang turut diwarnai peran media massa dan sosial dewasa ini.

Era globalisasi, pendidikan usia dini jelas makin berat. Peristiwa yang terjadi di kalangan anak-anak saat ini lebih disebabkan dampak dari kemerosotan keteladanan dan akhlak.

Dalam kaitan ini, menurut Siti, IGRA harus berada di garda terdepan untuk mengatasi itu. Tapi, program organisasi pendidikan usia dini itu tak akan maksimal tanpa dukungan dari pihak lain, yang memiliki visi dan misi yang sama serta stakeholders lainnya.(ess/dm).

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua