Opini

Doktor Honoris Causa UIN Sunan Kalijaga untuk Kardinal Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.J.

Paulus Tasik Galle’ (Baju Batik, ASN Pusat Kerukunan Umat Beragama/PKUB)

Paulus Tasik Galle’ (Baju Batik, ASN Pusat Kerukunan Umat Beragama/PKUB)

Hari ini, 13 Februari 2023, bersama dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staqut dan Dewan Pakar Majelis Pelayanan Sosial PP Muhammadiyah Sudibyo Markus (Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menganugerahkan Doktor Honoris Causa kepada Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Vatikan (Dicastery for Interreligious Dialogue atau yang lebih dikenal Pontifical Council for Interreligious Dialogue/PCID) Kardinal Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.J. Dalam Konferensi Pers 10 Februari 2023, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil. Al Makin, S. Ag., MA menyampaikan bahwa UIN Sunan Kalijaga memandang dan menilai jasa dan kontribusi serta peran besar ketiga tokoh tersebut lewat berbagai pemikiran dan aktivitas yang telah mereka tunjukkan dalam memperkuat dan memajukan perdamaian dunia, dialog antaragama, dan kemanusiaan.

Kardinal Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.J. lahir di Sevilla, Spanyol 17 Juni 1952. Bergabung dengan Kongregasi Combonian Misionaris Hati Yesus (Comboni Missionaries of the Heart of Jesus atau dalam Bahasa Latin: Missionarii Comboniani Cordis Jesu yang disingkat M.C.C.J) pada September 1973 dan ditahbiskan sebagai Imam Katolik 20 September 1982. Dia menyelesaikan Studi Filsafat dan Teologi di Universitas Kepausan Urbaniana dan Institut Kepausan untuk Studi Arab dan Islam (Pontifical Institut for Arabic & Islamic Studies /PISAI) di Roma, Italia. Antara tahun 1982 s.d 2002, dia menjadi Missionaris di Mesir dan Sudan, mengajar Islam di Khartoum ( الخرطوم al-Ḫarṭūm) ibu kota Sudan dan Kairo sejak 1989.

Pada tahun 2000, dia meraih gelar Doktor dalam bidang Teologi Dogmatik di Universitas Granada, Spanyol. Setelah itu, dia kembali ke Roma menjadi Presiden PISAI dari tahun 2005 s.d. 2012. Vatikan memberikan tugas tambahan memimpin banyak pertemuan dan diskusi antaragama yang dilakukan di Mesir, Sudan, Kenya, Ethiopia dan Mozambik. Pada 20 November 2007, Paus Benediktus XVI menugaskannya sebagai konsultan Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama dan selanjutnya diangkat sebagai Sekretaris pada 30 Juni 2012.

Pengganti Paus Benediktus XVI yakni Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai Uskup Tituler (Uskup yang ditugaskan tidak untuk memimpin sebuah Keuskupan yang punya wilayah dan umat, tetapi untuk tugas-tugas khusus/Kitab Hukum Kanonik 376) pada 29 Juni 2016. Selanjutnya, sejak 25 Mei 2019, dia ditunjuk menjadi Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Vatikan.

Paus Fransiskus melantiknya sebagai “Kardinal” (Pejabat Senior dalam Gereja Katolik yang diangkat langsung oleh Paus) bersama dengan Ignatius Kardinal Soeharyo Hardjoadtmodjo, Uskup Agung Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2019 di Basilika Santo Petrus, Vatikan, Roma. Kunjungan Kardinal Ayuso ke Indonesia pada saat ini adalah yang kedua kalinya, terakhir tahun 2014 dalam sebuah kunjungan singkat dan hanya di Jakarta.

Lahirnya dokumen bersejarah “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” (The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together) yang ditandatangani di Abu Dhabi oleh Pemimpin Umat Katolik sedunia Paus Fransiskus dan Grand Syeikh Al Azhar, Prof. Dr. Ahmed Al Tayeb tidak bisa dilepaskan dari peran dan kontribusi Kardinal Ayuso; selain bahwa lebih dari 40 tahun hidupnya telah diwakafkan untuk ikut serta merawat “silaturahmi” dalam mengembangkan, memajukan, dan memperkokoh hubungan Gereja Katolik dengan berbagai agama dan secara khusus dan istimewa dengan umat Islam.

Kardinal Ayuso fasih berbahasa Arab dan beberapa bahasa lainnya. Dia juga memiliki cukup waktu melihat perkembangan kehidupan umat beragama di Indonesia dan banyak menaruh harapan besar kepada Indonesia. Pandangan Kardinal Ayuso tentang Indonesia sebagaimana diungkapkan kembali oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam konferensi persnya: "Beliau menggarisbawahi betapa Indonesia mempunyai resep tersendiri tentang perpaduan Islam dan budaya lokal, dan relasi antara umat beragama di Indonesia ini berbeda dan lebih banyak harmonisnya, tentu saja ada persoalan-persoalan di seluruh dunia ini tetapi beliau sangat optimis ketika menggarisbawahi tentang Islam di Indonesia dan relasinya dengan umat agama lain beliau mempunyai perhatian”.

Bukanlah hal yang kebetulan bahwa sejak ditandatanganinya Dokumen Abu Dhabi, 4 Februari 2019, hubungan Indonesia dengan Vatikan khususnya lewat Kementerian Agama boleh dikatakan sangat dekat dan komunikasinya juga sangat intens. Dalam masa ini, sejarah telah mencatat dan jejak “digital” menyimpannya bahwa ada dua Menteri Agama RI bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan. Bahkan, Bapak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah bertemu dengan Paus Fransiskus sebelum menjadi Menteri Agama. Paus Fransiskus, Vatikan, Gereja Katolik, sangat dipastikan menyimpan ingatan yang mahal tentang kunjungan dimaksud dan tentu ingatan tentang Indonesia dengan sangat baik.

Dalam beberapa kali musibah dan bencana yang terjadi di Indonesia, Paus Fransiskus menyampaikan doa, dukacita dan solidaritas atas korban; jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182, gempa bumi di Sulawesi Barat, Banjir di Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang, gempa bumi di Cianjur, tragedi Kanjuruhan Malang: “Saya berdoa untuk mereka yang kehilangan nyawa dan yang terluka setelah bentrokan yang meletus selama pertandingan sepak bola di Malang, Indonesia”. Dalam sejumlah titik ini, Paus Fransiskus membawa Indonesia dalam doa dan solidaritasnya yang mendalam.

Yaqut Cholil Qoumas sebagai Ketua Umum PP GP Ansor bertemu Paus Fransiskus di Vatikan (29/9/2019)

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas betemu Paus Fransiskus di Vatikan (8/6/2022)

Menteri Agama RI (2014-2019) Lukman Hakim Saifuddin bertemu Paus Fransiskus di Vatikan (2/10/2019)

Sangat dipastikan bahwa resonansi dan pengaruh penganugerahan Doktor Honoris Causa kepada Kardinal Ayuso, tidak akan berhenti pada pribadi Kardinal Ayuso, tetapi berdampak luas bagi Vatikan dan Gereja Katolik sedunia. Sebagaimana disampaikan oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam wawancara dengan Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (8/2/2023), bahwa sejatinya UIN Sunan Kalijaga ingin memberikan Doktor Honoris Causa langsung kepada Paus Fransiskus. Akan tetapi, Paus sudah “mendelegasikannya” kepada Kardinal Ayuso dan itu disampaikan oleh Paus Fransiskus langsung kepada Rektor UIN Sunan Kalijaga ketika bertemu dalam “audiensi” tanggal 8 Juni 2022 di Vatikan. Dalam perjumpaan empat mata itu, Rektor menyampaikan kepada Paus Fransiskus: “Terus terang kita sudah berkirim surat kepada Anda beberapa kali, kita menawarkan bagaimana kalau UIN Sunan Kalijaga memberi gelar Honoris Causa kepada Romo Fransiskus…dan Beliau langsung terang-terangan menjawab sudah saya delegasikan dengan suara bahasa Inggris yang jelas…so please Kardinal Ayuso, please communicate him…”.

Kepastian inilah yang semakin meyakinkan UIN Sunan Kalijaga untuk memberikan Doktor Kehormatan kepada Kardinal Ayuso yang secara pribadi pantas dan layak, tetapi sekaligus pada saat yang bersamaan, Kardinal Ayuso menghadirkan Paus Fransiskus sebagai pemimpin umat Katolik sedunia. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, anggota Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di bawah tanggung-jawab Kementerian Agama RI mewakili Pemerintah Indonesia menganugerahkan Doktor Honoris Causa kepada Kardinal Ayuso, yang menghadirkan Paus Fransiskus yang adalah pemimpin Gereja Katolik sedunia. Sebuah penghargaan yang sarat makna dan telah mengikat jalannya sejarah kedua Negara, Indonesia dan Vatikan, secara khusus Umat Katolik dan Umat Islam.

Seorang Paus dalam Gereja Katolik berfungsi dua peran tetapi dalam satu kesatuan tak terpisahkan. Paus adalah Kepala Negara Vatikan dan Pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia. Vatikan adalah sebuah negara terkecil di dunia yang letaknya ada di dalam kota Roma, dan kota Roma sendiri adalah ibu kota Italia yang memiliki seorang Walikota. Luas Negara Vatikan hanya sekitar 0,44 Km2 dengan penduduk sekitar 880 orang yang seluruhnya adalah Rohaniwan Rohaniwati yang beragama Katolik yang karena tugasnya mendampingi Paus. Seorang Paus yang terpilih juga sekaligus menjadi Uskup Roma, pengganti Santo Petrus, dan tinggal di Vatikan memimpin umat Katolik sedunia yang sampai tahun 2020 berjumlah sekitar 1,36 Miliar atau 17,7% dari penduduk dunia sebagaimana diinformasikan oleh Vatican News tahun 2022.

Negara Vatikan adalah Negara Pertama di Eropa yang mengakui Kemerdekaan Indonesia setelah diproklamasikan 17 Agustus 1945. Pengakuan Vatikan diberikan tanggal 6 Juli 1947 dengan dibentuknya Apostolic Delegate atau Kedutaan Besar Vatikan di Indonesia. Pengakuan Negara Vatikan ini dalam batas tertentu telah ikut mempengaruhi rencana Belanda untuk kembali berkuasa lewat Agresi Belanda I (21 Juli s.d. 5 Agustus 1947) dan Agresi Belanda II (19 Desember 1948) yang dilakukannya. Bagaimanapun pengakuan Negara Vatikan berpengaruh bagi cara pandang dan sikap negara-negara Eropa lainnya khususnya masyarakat Eropa yang beragama Katolik terhadap eksistensi telah lahir dan berdiri kokohnya Negara Merdeka Indonesia.

Presiden Soekarno mengetahui posisi dan pengaruh penting Paus di Vatikan sehingga sepanjang kepemimpinannya tercatat tiga kali berkunjung ke Vatikan bertemu dengan tiga Paus yang berbeda: 13 Juni 1956 bertemu dengan Paus Pius XII, 14 Mei 1959 bertemu Paus Yohanes XXIII, 12 Oktober 1964 bertemu Paus Paulus VI. Setiap kunjungannya dihadiahi dengan Medali yang tak terkira nilainya, bahkan kunjungan ketiganya dibuatkan perangko dan cidera mata sebuah lukisan mosaik Castel San Angelo Vatikan. Adapun dalam sejarah, sudah dua Paus pernah mengunjungi Indonesia yakni Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II.

Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia (3/12/1970)

Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia (8-12/10/1989)

Dokumen Abu Dhabi dan gerakan Moderasi Beragama lahir, hadir dan bergerak pada waktu yang bersamaan. Bila dipandang bahwa gerakan Moderasi Beragama sudah mulai diolah dan didalami secara serius dalam tahun 2019 dengan mengolah hasil pemikiran para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Budayawan, Seniman, Birokrat, Politisi, generasi Millenial yang tertuang dalam “Risalah Jakarta” (Desember 2018) dan yang akhirnya melahirkan buku terbitan pertama Moderasi Beragama dan dilaunching pada bulan Oktober 2019 dan masuk dalam RPJMN tahun 2020 s.d 2024 sebagai program Nasional dan dalam kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mendapatkan kebijakan dan legitimasi praksis dengan menjadikan Moderasi Beragama sebagai program utama Kementerian Agama dan yang bergerak di semua lini, kiranya adalah sebuah proses yang tidaklah kebetulan karena Moderasi Beragama telah ikut mengimplementasikan semangat dan visi dasar Dokumen Abu Dhabi.

Substansi program pelatihan penguatan Moderasi Beragama yang telah dilakukan oleh Kementerian Agama selama ini akan berujung pada pengejawantahan harapan Dokumen Abu Dhabi. Dalam buku Outlook 2023 Kementerian Agama dengan judul “Menaklukan Badai: Harapan Peran Indonesia untuk Perdamaian Dunia” (hal. 33-36) akan dapat terwujud melalui jalan Moderasi Beragama.

Penganugerahan Doktor Honoris Causa kepada Kardinal Ayuso dapat juga dipandang sebagai bagian dari proses “memanggil” Indonesia yang berada pada posisi geografis di ujung Timur ke dalam pusat pusaran podium dan panggung internasional. Dunia menanti Indonesia untuk terlibat aktif dan berkontribusi ikut meresapi peradaban dunia dengan membawa nilai-nilai kehidupan yang rukun, harmonis, cinta damai, mampu hidup bersama dengan kemajemukan, dan menempatkan “dialog” sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang muncul. Nilai-nilai ini telah dimiliki oleh Indonesia sejak awal keberadaanya, sudah menjadi “jati diri” bangsa-negara Indonesia, tinggal membangkitkan dan menghidupinya untuk terus mewariskannya.

Paulus Tasik Galle’ (ASN Pusat Kerukunan Umat Beragama/PKUB. Alumnus Fakultas Teologi Katolik Universitas Muenchen, Jerman dan program Doktor SPs UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Kolom Lainnya Lihat Semua