Opini

Membangun Ekosistem Pelatihan (Belajar dari Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas di Madrasah)

Dr. Mastuki HS

Dr. Mastuki HS

Banyak orang melihat pelatihan hanya sebagai rutinitas, kewajiban seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjalankan tugas, mendapat sertifikat atau STTP (Surat Tanda Tamat Pelatihan), dan mencari angka kredit. Padahal jika pelatihan –apalagi menyangkut pengembangan sumberdaya manusia sebuah instansi besar seperti Kementerian Agama-- dirancang dengan baik, dijalankan dengan konsisten, dievaluasi secara berkala, hasilnya akan lebih baik dan mutunya juga luar biasa.

Pelatihan yang berdampak dan memiliki impact jangka panjang perlu disiapkan serius, tak bisa asal-asalan. Pelatihan tidak bisa sebagai kegiatan rutin, business as usual, asal terlaksana, merealisasikan anggaran, diajarkan dengan banyak canda tawa, dan berakhir dengan kesan pengajarnya menyenangkan, lucu-lucu. Pelatihan harus dijalankan dengan pola yang terencana, baik sasaran pesertanya, kurikulumnya, metodenya, penyelenggaraannya, dukungan sistem atau teknologinya, kapasitas widyaiswara atau nara sumbernya, hingga ice breaking dan educative games-nya. Semuanya harus menjadi satu kesatuan dalam sebuah ekosistem pelatihan.

Membangun ekosistem pelatihan memang tidak mudah, tapi juga tidak sulit. Hanya dibutuhkan keseriusan dalam merancang pelatihan, output/outcomes dan capaian pembelajaran yang jelas, komitmen menjalankan materi yang sudah disepakati, dan konsistensi dalam menjamin kualitas. Tulisan ini hendak menyuguhkan bagaimana membangun ekosistem pelatihan dengan mengambil contoh implementasi kurikulum merdeka di madrasah.

Seperti sudah banyak diberitakan, Kurikulum Merdeka (KM) akan diimplementasikan secara keseluruhan pada satuan pendidikan pada 2024 mendatang. Tak terkecuali madrasah. Saat ini Direktorat Jenderal Pendidikan Islam sebagai leading sector implementasi KM telah melakukan serangkaian kegiatan, dukungan program, kebijakan, dan bantuan teknis, bahkan penganggaran cukup besar untuk mempercepat pelaksanaan KM di level madrasah.

Pusdiklat Teknis sebagai lembaga yang memiliki amanah untuk melatih dan mempersiapkan sumberdaya manusia, secara spesifik aktor pendidikan atau tenaga teknis kependidikan menyiapkan rencana implementasi KM di madrasah dengan melibatkan multi pihak dan pemangku kepentingan madrasah dalam program bernama “Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas” atau Pelatihan IKM-BK.

***
Pelatihan IKM-BK yang akan diselenggarakan oleh Pusdiklat ini mengubah paradigma, shifting paradigm. Pandangan yang mengemuka bahwa KM memberi kebebasan pada guru untuk mengajar. Sisi lain, pembelajaran di kelas harus berorientasi pada kebutuhan siswa. Gagal mengenali karakteristik, keunikan, potensi, dan talent siswa hanya akan memperpanjang daftar kegagalan pembelajaran selama ini. Karena perubahan paradigmatik seperti ini, implementasi kurikulum merdeka yang akan dilaksanakan di madrasah sasaran kerap dipersepsi hanya membekali guru yang akan mengimplemenasikan KM di kelas. Pandangan ini tak salah, tetapi dalam konteks dan lingkungan sekolah atau madrasah saat ini, menyerahkan implementasi KM hanya kepada guru tak akan menyelesaikan masalah.

Tantangan implementasi KM bukan terletak pada kesediaan guru menerapkannya, tetapi juga kesiapan lembaga dan perangkat yang mempengaruhi seperti kepala madrasah, pengawas madrasah, dukungan administrasi, penganggaran, pelibatan komite atau orang tua, fasilitas pembelajaran, bahkan dukungan pengambil kebijakan seperti kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan atau pemerintah daerah. Bahkan pelibatan pemangku kepentingan lain seperti perguruan tinggi, ormas keagamaan yang selama ini memiliki binaan sekolah/madrasah, dan dunia industri atau dunia kerja.

Pelatihan IKM-BK yang diinisiasi Pusdiklat akan melibatkan komponen-komponen penting itu dalam implementasi KM di madrasah sasaran. Pelatihan IKM yang berbasis pada komunitas ini memang tak mudah membalik telapan tangan. Harus disiapkan dengan sebaik-baiknya untuk menyiapkan ekosistem penyelenggaraan implementasi KM di madrasah. Perubahan paradigmatik, bukan hanya bagaimana implementasi KM yang harus dirubah, tapi perubahan paradigma terhadap penyelenggaraan pelatihan itu sendiri, dari pelatihan yang biasa-biasa saja, yang normal-normal saja, ke pelatihan yang lebih substantif, membangun ekosistem dari madrasah sendiri agar bisa berjalan. Dan ke depan, kita berharap madrasah-madrasah ini akan melakukan scalling out terhadap madrasah-madrasah yang ada di sekitarnya. Inilah ekosistem yang akan mengubah hasil pelatihan.

Karenanya, Pusdiklat sejak awal melakukan pembicaraan dan diskusi dengan berbagai pihak. Salah satu mitra diskusi penting adalah kawan-kawan dari Program Inovasi (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia), kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia, meliputi Kemendikbudristek, Kemenag, dan Bappenas. Program ini konsen memberi dukungan perubahan dalam hal praktik pembelajaran, sistem, dan kebijakan pendidikan yang secara nyata mampu mempercepat peningkatan hasil belajar siswa. Dari kunjungan lapangan ke Nusa Tenggara Barat, salah satu lokasi program Inovasi yang cukup berhasil, penulis mendapatkan kesan dan lesson learned penting bahwa penerapan KM di madrasah dan sekolah sasaran tidak bisa hanya dibebankan dan diterapkan oleh guru. Berdasarkan penglihatan langsung dan diperkuat testimoni para pelaku KM di madrasah (guru kelas, kepala madrasah, pendamping dari perguruan tinggi, dan fasilitator daerah), keberhasilan implementasi KM di NTB terletak pada kolaborasi antar pihak untuk mendukung implmentasi KM di madrasah sasaran.

Berangkat dari lesson learned dan best practice di NTB, Pusdiklat merancang Pelatihan IKM-BK. Pertama, menyiapkan perangkat panduan IKM-BK. Saat ini telah terbit Keputusan Kepala Balitbang Diklat nomor 41 tahun 2023 tentang Panduan Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas. Panduan ini berisi prosedur, tata cara, kurikulum dan silabus IKM-BK, tahapan pelatihan, madrasah sasaran, penyelenggaraan, sampai monitoring dan pendampingan.

Sebagai tahap konsolidasi, Keputusan Kepala Balitbang Diklat ini disosialiasikan kepada seluruh pimpinan Balai Diklat Keagamaan (BDK) dan Loka Keagamaan dari 16 wilayah kerja. Mereka inilah yang memiliki anggaran dan akan mengadakan pelatihan di wilayah kerja masing-masing. Familiarisasi juga dilakukan kepada divisi penyelenggara pelatihan di Pusdiklat sebagai penjamin mutu. Satu hal bahwa pelatihan ini adalah perubahan paradigmatik untuk bisa mengimplementasikan kurikulum merdeka pada basis madrasah. Saat pelatihan, unsur kepesertaan akan melibatkan komponen-komponen penting baik di internal maupun eksternal madrasah.

Melalui skema ini, peserta dari internal madrasah yang harus terlibat secara intens adalah kepala madrasah, guru, wakil kepala madrasah, siswa, administrasi (TU) dan orang tua atau komite. Ini merupakan bagian penting di internal yang harus dilibatkan sejak awal. Meskipun yang ikut dan dilibatkan dalam pelatihan adalah kepala madrasah dan guru terpilih, tetapi wakil kepala madrasah dan guru-guru yang lain, juga bagian administrasi, orang tua melalui komite perlu mengetahui apa dan bagaimana IKM ini akan dilaksanakan. Tugas menyampaikan informasi ini menjadi tanggung jawab dari kepala madrasah untuk melibatkan mereka.

Peserta lain yang dilibatkan dalam pelatihan adalah pengawas. Posisi pengawas madrasah ini in between. Satu sisi keberadaan pengawas sebagai bagian penting dari madrasah (internal). Namun pada saat yang sama pengawas berada “di luar” melakukan pengawasan terhadap mutu dan penyelenggaraan madrasah. Pengawasan dalam hal ini juga untuk memperbaiki kinerja dari kepala madrasah, guru-guru, dan seterusnya.

Komponen eksternal yang akan dilibatkan dan sekaligus sebagai peserta pelatihan adalah dosen LPTK (fakultas tarbiyah/kependidikan) yang dekat dengan lokasi madrasah sasaran. Dosen ini akan menjadi pendamping dalam implementasi KM di madrasah. Baik pengawas maupun dosen ini adalah faktor eksternal yang harus dilibatkan dalam IKM-BK. Namun bukan hanya itu, pada saat pelatihan juga akan melibatkan unsur birokrasi yaitu kepala kantor kementerian agama yang diwakili oleh penanggung jawab atau orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan madrasah (kepala seksi di Kantor Kemenang atau kepala bidang dan stafnya di Kanwil Kemenag). Unsur birokrasi ini penting --seperti dijelaskan di awal—karena mereka yang nanti mengawal kebijakan-kebijakan penting berkaitan dengan implementasi KM di level kabupaten/kota atau provinsi. Membangun ekosistem implementasi KM bukan hanya Kantor Kemenag, tetapi juga Dinas Pendidikan di kota/kabupaten, bahkan Pemda dan juga ormas keagamaan, lembaga-lembaga yang concern dengan pendidikan.

Semua mereka dengan kapasistas dan tanggung jawabnya masing-masing menjadi para-pihak yang berkontribusi sebagai bagian dari ekosistem yang perlu digerakkan untuk implementasi KM, jika ingin berhasil dan landing di lapangan. Skema ini yang harus ditekankan agar apa yang kita lakukan memiliki implikasi dan dampak yang kuat terhadap kelompok sasaran.

Kedua, pelatihan ini mengubah paradigma, shifting paradigm, pihak penyelenggara juga harus diperkuat. Siapa yang akan melaksanakan pelatihan ini? Ada dua pihak yaitu penyelenggara pelatihan di level Pusdiklat/BDK/Loka dan widyaiswara yang akan memfasilitasi bagaimana pelatihan itu bisa berjalan sesuai dengan rencana.

Pelatihan IKM-BK ini menantang, challenging sekaligus peluang, opportunity. Butuh penyelenggara pelatihan dan widyaiswara/fasilitator yang kompeten, juga narasumber yang relevan untuk bisa membekali peserta dengan keragaman komponen seperti dijelaskan di atas. Mereka harus bisa memfasilitasi, bagaimana tatap muka yang akan dilaksanakan di BDK/Loka nanti bisa berjalan sesuai dengan panduan yang sudah dikeluarkan.

Tahap awal menyiapkan penyelenggara adalah dengan melakukan refreshment widyaiswara yang tahun lalu mengikuti Training of Trainer kurikulum merdeka agar mendapatkan penguatan tentang bagaimana merancang, merumuskan, dan menyusun instrumen yang dibutuhkan saat implementasi KM di madrasah. Kebutuhan jumlah widyaiswara/fasilitator di masing-masing BDK/Loka akan dipenuhi dengan mengadakan training of facilitator (ToF). Pada tahap ini memastikan semua fasilitator yang akan menjalankan tugas pelatihan mendapatkan pembekalan yang relevan. Menyiapkan tenaga yang akan meng-handle pelaksanaan pelatihan, yaitu widyaiswara dan narasumber yang lainnya itu harus sama visinya, metodenya, strateginya. Tidak boleh berbeda antara satu dengan yang lainnya karena ini penting untuk menetapkan landasan bagi implementasi kurikulum merdeka yang benar dan tepat di level madrasah.

Ketiga, pekerjan lain yang perlu disiapkan adalah membentuk tim kerja solid untuk mengawal IKM-BK dari A sampai Z. Baik perencanaan, konsolidasi aset dan SDM, kordinasi dan komunikasi lintas instansi, selama dan saat proses pelatihan, maupun saat madrasah sasaran menerapkan IKM. Pendampingan dan monitoring yang akan dijalankan seperti apa, bagaimana mengukur keberhasilan madrasah sasaran, dan apa ukuran pembelajaran yang berhasil sebagai outcome dari pelatihan. Mengaca pada best practice dan lesson learned program INOVASI di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur, Pusdiklat akan membentuk semacam project management unit (PMU) di level pusat dan project implementing unit (PIU) di level propinsi (BDK/Loka). Tim manajemen ini akan bekerja dalam waktu yang tak terbatas dan berjangka panjang untuk memastikan IKM berjalan di madrasah. Bahkan targetnya, madrasah-sasaran yang akan diikutkan pelatihan dapat melakukan pengimbasan (scalling out) ke madrasah lain sebagai ‘tanggung jawab moral’.

Pengalaman baik program INOVASI kita replikasi dan adaptasi menjadi program Kemenag dengan pembiayaan ABPN. Sekali lagi, pola pelatihan ini bukan business as usual, hanya menghabiskan atau merealisassikan anggaran, atau menggugurkan kewajiban. Pelatihan ini bersifat mission, panggilan untuk berkontribusi lebih menyiapkan madrasah yang akan mengimplementasikan KM.

***
Pelatihan IKM-BK dirancang dalam 3 (tiga) tahapan, yang satu dengan lainnya berkaitan dan saling melengkapi sebagai bagian tak terpisahkan. Pertama, on the job training (OJT), yakni tahap awal dimana calon peserta wajib mengikuti seluruh materi yang dirancang melalui daring (online based training). Pusdiklat telah memiliki platform Massive Open Online Course (MOOC) PINTAR. Pada tahap ini semua peserta pelatihan wajib ikut MOOC. Pada pelatihan IKM-BK ini ada 5.428 calon peserta, terdiri terdiri dari 988 madrasah-sasaran yang akan diseleksi.

Lulus dari tahap pertama, peserta baru boleh dan bisa mengikuti tahap kedua, yakni in service training (IST) selama 6 hari. Seluruh peserta diwajibkan ikut pelatihan secara tatap muka, luring (offline) di 16 lokasi BDK/Loka. Skemanya akan ada 86 angkatan di berbagai daerah di 16 BDK/Loka, yang akan dipusatkan di kota/kabupaten yang ditunjuk. Tiap angkatan atau kelas terdiri dari 30 peserta yang merupakan representasi komunitas dari madrasah-sasaran (kepala madrasah, guru, pengawas, dosen LPTK, dan kantor Kemenag). Rerata ada 5-6 madrasah sasaran per angkatan. Jika per BDK melaksanakan 2 angkatan, aka nada 10-12 madrasah sasaran IKM-BK.

Pada IST ini peserta tidak lagi membahas tentang apa dan bagaimana kurikulum merdeka, tetapi bagaimana implementasi kurikulum merdeka dirancang dan disiapkan oleh peserta sendiri. Peserta yang terdiri dari kepala madrasah, guru, pengawas, dosen sebagai pendamping, dan juga dari unsur Kankemenag adalah mereka yang memiliki otoritas untuk merancang bagaimana KM akan diimplementasikan. Bagaimana tiap komponen, sesuai tusi dan kewenangan, berkontribusi untuk implementasi KM. Dengan kata lain, tahap kedua ini peserta didorong merencanakan sendiri IKM di madrasah (project based training, user based training).

Kesediaan untuk kolaborasi dan sinergi antar komponen peserta menjadi tantangan tersendiri pelatihan tahap kedua ini. Karena tiap peserta tak boleh mengedepankan ego dan kepentingannya sendiri, tapi berbicara atas nama kepentingan madrasah yang akan melaksanakan IKM. Mereka sendiri yang akan merancang dan mendiskusikan kesiapan madrasah mengimplementasikan KM. Proyek apa yang akan dilakukan, misalnya dukungan pembiayaan, bagaimana menyiapkan SDM, bagaimana memulai model implementasi di kelas, bagaimana melakukan asesmen terhadap siswa. Materi yang diperoleh peserta pada saat tahap I (OJT-I) menjadi dasar bagi dalam merancang secara tepat bagaimana implementasi ini akan dilakukan di masing-masing madrasah. Desain IKM-BK inilah yang kita harapkan bisa dilahirkan pada saat mereka mengikuti pelatihan tata muka.

Tahap berikutnya adalah tahap implementasikan KM di madrasah-sasaran selama 6 bulan. Selama masa implementasi ini penyelenggara akan melakukan pemantauan, pendampingan, bimbingan teknis, konsultasi, pengayaan, benchmarking, dan seterusnya. Setelah 6 bulan, penyelenggara pelatihan akan mengadakan evaluasi apakah madrasah-sasaran dianggap memenuhi syarat (melalui tim penjamin mutu) atau tidak. Pendampingan akan terus dilakukan secara simultan baik oleh pendamping dari unsur dosen-LPTK, pengawas, atau dari penyelenggara pelatihan (Pusdiklat/BDK/Loka). Pada level ini juga akan dibentuk fasilitator daerah (fasda) untuk memudahkan kordinasi, monitoring dan penilaian capaian madrasah-sasaran. Di samping itu, secara internal madrasah sendiri akan melakukan self-evaluation dan terus berproses dalam mengimplementasi desain dan rancangan IKM-BK.

***
Alasan utama kenapa Pusdiklat mengubah pola pelatihan yang semula kegiatan rutin menjadi IKM-BK sebenarnya karena pertimbangan efisiensi dan maksimalisasi pemanfaatan anggaran, selain result-based orientation bukan activity-based an sich. Kalkulasi kasar terhadap anggaran yang ada di masing-masing BDK/Loka dan Pusdiklat untuk pelatihan KM ini potensinya sangat besar. Jika tiap 1 angkatan pelatihan menghabiskan anggaran antara 160-200 juta, maka 86 angkatan yang secara paralel dilaksanakan di semua BDK/Loka sama dengan 15 sampai 17 milyar dana APBN. Angka yang sangat besar dan karenanya hasilnya harus jelas.

Pusdiklat menggandeng Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan konsultan program INOVASI. Ada Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, Direktorat KSKK, dan DIrektorat Pendidikan Tinggi Islam karena melibatkan guru, tenaga kependidikan, dan dosen di PTKI. Sinergi ini harus dilakukan, kerja antar pihak. Pimpinan BDK/Loka juga harus membangun kolaborasi dengan pemangku kepentingan madrasah di wilayah masing-masing untuk mengawal pelaksanaan IKM-BK secara terus-menerus.[]

Dr. Mastuki HS (Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua