Opini

Santri dan Kepemimpinan Nasional

Pesantren di Radio

Pesantren di Radio

Santri dan pesantren adalah dua entitas yang dapat berperan secara konteksual sesuai dengan spirit zamannya. Dahulu KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad karena pada waktu itu memang kita sedang dalam masa mempertahankan Republik Indonesia yang baru seumur jagung. Mau tidak mau tidak, santri, kiai, masyarakat saat itu bahu membahu mempertahankan kemerdekaan. Begitu pula sebelumnya, yaitu pada masa revolusi, santri dan kiai berada di garis terdepan untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.

Pada masa milenial saat ini, peran tersebut harus senantiasa dimainkan kembali oleh para santri dengan konteks zamannya. Maka, sesungguhnya Resolusi Jihad juga perlu digelorakan kembali dengan konteks berbeda. Misalnya, bagaimana kalangan santri di era sekarang harus mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak hanya mumpuni dalam bidang ilmu agama saja.

Selain itu, misalnya, Kementerian Agama memiliki salah satu program prioritas bernama “Kemandirian Pesantren”. Aktualisasi Resolusi Jihad pun bisa digelorakan dalam rangka untuk memandirikan pesantren melalui semangat dari para santri dan kiai.

Resolusi Jihad yang demikian itu merupakan contoh kontekstualisasi semangat zaman. Pendek kata, santri tidak pernah absen dalam perjuangan dan semangat zaman yang ingin diwujudkan bagi kebaikan dan kemaslahatan umat manusia.

Zaman telah berubah. Maka, pesantren juga harus berubah. Yang tidak berubah adalah bagaimana santri dan kiai tetap berpegang teguh terhadap ajaran Alquran dan hadis. Saat ini, pesantren memang mengalami perubahan yang gradual dan tidak revolusioner. Maka tidak heran apabila kita hari ini bisa merasakan ada tipe pesantren yang berbeda-beda.

Misalnya, ada nama pesantren dan perilakunya betul-betul mencerminkan pesantren tradisional (salafiyah), tetapi juga ada pesantren yang menampilkan karakter modern. Kendati demikian, prinsip dan spiritnya tetap sama yaitu bagaimana pesantren dapat mengisi kemerdekaan dengan kontribusi yang lebih positif.

Santri dan Kepemimpinan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan peran kepemimpinan santri untuk pembangunan bangsa.

Pertama, para santri harus membekali diri dengan berbagai ilmu dan skill (keterampilan) yang dibutuhkan karena menghadapi situasi zaman yang berbeda dan terus berubah. Jadi, selain ilmu agama yang menjadi 'jangkar' dari pesantren, mereka juga harus intens mengkaji dan menguasai ilmu pengetahuan umum.

Kedua, para santri harus inklusif. Dengan kata lain, santri harus melek terhadap isu kontemporer, terutama isu sosial dan politik. Dengan open minded (pola pikir yang terbuka), nantinya para santri dapat mengambil pelajaran ('ibrah), sehingga mereka memahami di mana akan memerankan diri pada saatnya harus terjun di dunia nyata.

Maka, mau tidak mau santri harus mempunyai semangat yang berlipat-lipat dalam rangka menguasai ilmu-ilmu sekaligus memiliki kepedulian terhadap situasi masyarakat di sekitarnya. Jangan sampai para santri sibuk dengan dunianya sendiri.

Ketiga, untuk menjadi pemimpin nasional memang tidaklah mudah, namun ada banyak teori bahwa pemimpin itu dapat dikader/diciptakan atau pemberian/karunia (given) dari Allah, sehingga tidak perlu mempertentangkan dua teori tersebut, sehingga semangat para santri harus selalu berikhtiar untuk menjadi pemimpin.

Namun yang jelas, semangat para santri adalah khairunnas anfa'uhum linnas, yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Soal apakah nanti dia dinobatkan menjadi seorang pemimpin atau tidak, sesungguhnya demikian ini bukanlah target, karena pasti masyarakat akan memuliakan dengan melihat kiprah dan peran dari para santri.

Misalnya, seorang kiai tidaklah pernah meminta masyarakat untuk menyebutnya kiai, namun karena peran terhadap umat maka masyarakat pun perlahan-lahan akan menyebutnya seorang kiai. Contoh semacam ini berlaku pula soal kepemimpinan.

Pesantren adalah lembaga yang merdeka, independen dan unik. Dalam kondisi ini, Kementerian Agama pun memahami bahwa Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pesantren tidak akan mengintervensi pesantren. Sehingga dalam hal ini Kementerian Agama memberikan fasilitasi melalui berbagai macam program untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan lulusan pesantren dalam rangka menyiapan calon-calon pemimpin nasional yang selanjutnya.

Tulisan ini merupakan intisari dialog dalam program "Pesantren di Radio" bersama Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag (Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Hukum dan HAM/Plt. Kepala badan Litbang dan Diklat Kemenag RI) yang disiarkan secara live oleh Radio di Elshinta pada Ahad, 1 Mei 2022 M. / 29 Ramadhan 1443 H. pukul 16.00 - 16.30 WIB.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI
Kenangan dan Kemenangan