Opini

Santri Diaspora: Mengabdi untuk Indonesia dan Dunia

Pesantren di Radio

Pesantren di Radio

Saat ini banyak alumni pesantren yang melanjutkan studi S1, S2, S3, bahkan hingga Post-doctoral. Ini merupakan lompatan yang luar biasa bagi pesantren Indonesia. Apalagi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir semakin banyak santri yang studi ke luar negeri terutama melalui berbagai jalur beasiswa.

Masing-masing negara tujuan studi mempunyai karakter, misalnya di Timur Tengah dengan keunggulan keagamaannya, lalu di Inggris, Jepang, dan China dengan karakter sains yang kuat.

Ada beberapa program beasiswa yang disediakan oleh pemerintah. Misalnya, Beasiswa 5000 Doktor dari Kementerian Agama yang beberapa tahun terakhir ini berperan memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S3 sekaligus berkiprah untuk membangun jembatan antara pesantren dengan keilmuan di berbagai negara. Selain itu, ada juga beasiswa LPDP yang sekarang sudah hampir mencapai 30.000 awardee.

Santri-santri sekarang mempunyai modal dari khazanah keilmuan pesantren sekaligus modal besar berupa keuletan, fokus, dan istiqomah yang diajarkan oleh kiai-kiai. Teman-teman santri yang dahulu belajar Alfiyah dan Fikih tidak menutup kemungkinan untuk menjadi seorang saintis, karena saat ini bberapa teman ada yang ke luar negeri untuk belajar tentang Mathematic, Artificial Intellence, Digital Diplomacy, dan lain-lain.

Belajar ke negeri Barat, misalnya, tidak lupa untuk menjaga tradisi mengaji kitab kuning, sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman santri di Inggris yang menggelar ngaji kitab tafsir sepekan sekali. Bahkan, kitab yang dikaji adalah karangan ulama Nusantara sekaligus untuk mengenalkan tidak hanya kepada muslim Indonesia di Inggris melainkan juga warga setempat yang beragama Islam.

Akses pendidikan di luar negeri sangat terbuka bagi pelajar Indonesia. Di Eropa, misalnya, dalam melihat calon mahasiswa dilihat adalah risetnya--tentu kemampuan bahasa sudah otomatis. Bahkan di Inggris, tidak sedikit mahasiswa S1 yang langsung melompok ke S3 karena riset dan kapabilitas untuk melaksanakan program studi.

Selain soal pendidikan, misalnya, menjadi dai di kawasan Eropa dan Amerika saat ini peluangnya luar biasa, karena gairah muslim di kawasan tetsebut sangat subur, sehingga banyak masjid yang membutuhkan imam masjid sekaligus pengajar yang profesional.

Kontribusi untuk Indonesia
Masing-masing santri di luar negeri mempunyai jalur untuk berkontribusi, misalnya ada santri di UK yang menjadi profesor matematika, di Jerman yang menjadi profesor Engeenering, dan di Amerika yang menjadi profesor di bidang Humanity. Mereka bersama jaringannya masing-masing membuat program di Indonesia yang bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti PCINU, KBRI, dan lembaga lainnya.

Di London Inggris, misalnya, 3 tahun lalu ketika KBRI meluncurkan program diplomasi sains, teman-teman santri di sana terlibat aktif untuk mendorong teman-teman saintis santri untuk terlibat advicer untuk kebijakan Pemerintah Indonesia. Jadi, mereka berkontribusi yang terbaik tidak hanya kepada Indonesia, tetapi juga kepada dunia.

Ketika ditanya soal kenapa ada sebagian pelajar atau mahasiswa diaspora yang tidak langsung kembali Indonesia tatkala studinya sudah selesai, maka itu adalah pilihan masing-masing individu. Hal ini karena ketika kembali ke Indonesia juga harus mempertimbangkan keluarga, pendidikan anak, dan alasan lainnya, apalagi mengembangkan diri di luar negeri adalah kesempatan besar.

Pilihannya sekarang bagaimana Pemerintah Indonesia bisa menarik energi intelektual dan kreatif melalui komunikasi yang baik, sehingga kontribusinya akan semakin terasa. Belakangan teman-teman santri yang masih di Eropa khususnya terlibat dalam beberapa project yang dijalankan oleh Pemerintah dan organisasi Islam seperti NU. Dengan begitu, gagasan makna "mengabdi" kini sudah sangat luas menjadi bisa mengabdi di mana pun. Tentu pada waktunya nanti, kita akan kembali.

Persiapan Beasiswa
Ada beberapa persiapan yang dipahami apabila ada santri yang hendak melanjutkan studi di luar negeri melalui jalur beasiswa. Pertama, persiapan bahasa. Pondasi kemampuan bahasa sangat penting apabila bertekad untuk kuliah di luar negeri.

Kedua, akses informasi yang cukup. Saat ini arus informasi digital sangat luar biasa. Teman-teman santri harus fokus untuk mengejar target kuliah di mana dengan energi terbaik.

Ketiga, istiqomah, sebagaimana yang diajarkan oleh pengasuh pesantren. Sampai-sampai ada semacam kaidah istiqomah khairun min alfi karomah yang bermakna istiqomah itu lebih baik daripada seribu karomah (wali).

Keempat, menyiapkan mentalitas agar kuat ketika jatuh bangun menjalani proses. Hal ini karena studi di luar negeri tidak cukup dengan kemampuan akademik. Namun, santri akan lebih stabil, enjoy, dan survive dalam beradaptasi di lingkungan baru.

Wajah Islam Indonesia
Beberapa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terus mendorong agar santri menjadi wajah pesantren dan Islam di luar negeri. Sebagaimana pernah disebutkan oleh Gus Yahya Cholil Staquf bahwa santri adalah diplomat NU di luar negeri.

Khusus bagi teman-teman PCINU saat ini sudah mempunyai kesadaran bahwa "kami adalah wakil pesantren, wakil dari NU, kita ini wakil dari Indonesia" untuk bagaimana agar bisa berkontribusi dengan baik.

Muslim di Inggris, misalnya, merespons baik terhadap kehadiran muslim Indonesia. Sejauh ini wajah Islam dari Asia seperti Indonesia dapat diterima dengan baik, terutama karena compatible dengan kebudayaan Inggris. Terakhir, PCINU berencana membangun masjid Indonesia di London Inggris yang sudah didukung beberapa pihak. Masjid ini nantinya menjadi etalase perdamaian melalui agama.

Tulisan ini merupakan intisari dialog dalam program "Pesantren di Radio" bersama Munawir Aziz (Sekretaris PCINU United Kingdom) yang disiarkan secara live oleh Radio di Elshinta pada Jumat, 29 April 2022 M. / 27 Ramadhan 1443 H. pukul 16.00 - 16.30 WIB.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat