Opini

Asyik dengan Riset Terapan, Ilmu Murni jadi Barang Loakan

Di tengah arus "pengagungan" riset terapan tanpa disadari ilmu murni telah menjadi "barang loakan". Peneliti dan akademisi asyik mengejar pembiayaan riset terapan sebab sumber donaturnya banyak. Sementara riset ilmu murni dijauhi karena tidak ada sponsor yang menfasilitasi.

Riset ilmu murni seperti filsafat dan agama sekarang sepi peminat. Para ahli dipaksa untuk mengalihkan ilmu murni kepada isu-isu tertentu dengan pendekatan positivistik. Proposal penelitian filsafat dan agama bisa diloloskan asalkan pendekatannya empirik, sistemik, sosiologis, dan seterusnya.

Perlakuan diskriminasi riset ilmu murni tidak saja dilakukan lembaga-lembaga donor, tetapi masyarakat secara luas. Peneliti ilmu murni dituntut lebih berhati-hati. Temuan ilmiah tapi dianggap kontroversi dapat dihakimi masyarakat sedunia. Sebagai contoh konsep Islam Nusantara, konsep kafir yang notabenenya hasil riset ilmu murni, tapi bukan diuji guru besar, melainkan oleh kalangan yang baru belajar.

Bandingkan dengan hasil riset terapan! Hasil penelitiannya cukup diuji oleh satu atau dua orang penelaah ahli. Jika dipublikasikan maka cukup dibaca dan dikoreksi beberapa orang pelaksana editor. Begitupun kalau sudah dipublikasikan di jurnal Scopus sekalipun; ada yang membacanya dan banyak juga yang tidak mengetahuinya. Anehnya lagi, hasil penelitian yang seperti itu dianggap bereputasi.

Dampak dari "diskriminasi" terhadap riset ilmu murni sekarang ini di kampus-kampus sulit menjumpai forum diskusi tentang teori-teori filsafat dan agama. Kalaupun masih ada dianggap golongan langka. Bahkan tak sedikit pernyataan nyinyir dilontarkan kepada mereka,semisal, gunanya apa? filusuf karbitan! mujtahid abal-abal! kaum sekuler-liberal! dan stigma lainnya.

Namun di balik itu semua, diskursus ilmu murni justru digemari kalangan di luar kampus. Sebut saja komunitas pecinta Rocky Gerung, komunitas Rodja, dan komunitas religi lainnya. Mereka ngefans tokoh-tokoh idola mereka yang mengupas filsafat dan agama, sekalipun masih dalam bentuk kulitnya. Tapi mereka juga membully tokoh-tokoh yang lebih berkopenten mengulas filsafat dan agama sampai ke dasar-dasarnya.

Oleh sebab itu sangat wajar jika dikatakan riset ilmu murni menjadi barang loakan: Disingkirkan tetapi juga dicari-cari untuk didaur ulang menjadi barang KW yang tidak orisinal.

M Ishom el Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua