Opini

Awaloedin Djamin: Peletak Tonggak Reformasi Birokrasi

(foto: istimewa)

(foto: istimewa)

Prof. Dr. H. Awaloedin Djamin, MPA, salah satu putra terbaik bangsa dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-8 yang menjabat tahun 1978 – 1982 meninggal dunia Kamis 31 Januari 2019 pukul 14.55 di RS Medistra Jakarta pada usia 91 tahun.

Bapak Awaloedin Djamin adalah sosok yang langka buat generasi sekarang. Disebut “langka” karena beliau seorang perwira polisi yang mengalami hidup di empat zaman, yaitu zaman penjajahan kolonial Belanda, zaman Jepang, zaman revolusi fisik, dan zaman pembangunan. Pak Awal – begitu panggilan akrabnya – seorang intelektual, diplomat dan negarawan dengan kapasitas yang sangat memadai dalam memangku tugas sebagai pejabat negara di masanya.

Pak Awal adalah salah satu tokoh peletak dasar pengembangan ilmu kepolisian modern di negara kita. Beliau merupakan orang pertama yang menulis buku tentang manajemen sekuriti di Indonesia, yaitu buku yang membahas bagaimana mencegah dan mengurangi kesempatan tindak kejahatan. Polri mengukuhkannya sebagai "Bapak Satpam" karena beliaulah penggagas dan pembentuk satuan pengamanan lingkungan di luar kepolisian.

Karya tulis Pak Awal, baik sebagai Guru Besar FISIP UI maupun sebagai perwira senior Polri dan dosen PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) menjadi sumber rujukan dalam ilmu administrasi negara dan ilmu kepolisian di Tanah Air. Sebagai perwira muda Polri selesai tugas belajar di Amerika Serikat, Pak Awal mengemukakan dalam pidatonya tahun 1964 di PTIK, “Kepolisian adalah aparat negara dan milik seluruh rakyat, agar mendahulukan kepentingan negara daripada kepentingan kelompok.”

Beberapa hal penting yang pernah diperingatkan oleh beliau sejak dekade 90-an, sebagaimana ditulis dalam autobiografinya Pengalaman Seorang Perwira Polri (Pustaka Sinar Harapan, 1995) di antaranya, isu tuntutan dilaksanakannya “human right” di mana-mana, meningkatnya international crime, terorisme termasuk skyjacking telah digunakan sebagai senjata politik baru, bencana alam dan bencana buatan manusia, resesi ekonomi, pencemaran lingkungan, gerakan liberalisasi, demokratisasi, dan lain-lain.

Tokoh dari ranah Minang - Sumatera Barat kelahiran Padang 26 September 1927 ini, dengan ilmu yang didapatnya di bidang administrasi negara di luar negeri berjasa mengembangkan manajemen administrasi pemerintahan dan aparatur negara. Beliau orang Indonesia pertama mengambil program doktor pada School of Public Administration di University of Southern California Amerika Serikat yang punya reputasi internasional, setelah lulus dari Graduate School of Public and International Affairs University of Pittsburgh.

Sewaktu menjabat Menteri Tenaga Kerja pertama tahun 1966, setelah perubahan dari Departemen Perburuhan dan menjadi Ketua Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 1971 – 1976, Pak Awal melahirkan sejumlah kebijakan strategis dan visioner, termasuk meletakkan dasar-dasar penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah yang sekarang dikenal sebagai Reformasi Birokrasi.

Selaku Menteri Tenaga Kerja, Pak Awal menghadapi situasi negara yang rumit dan berat pasca pengkhianatan G30S/PKI tahun 1965. Problematika ketanagakerjaan satu per satu dipelajari dan diurai benang kusutnya. Pak Awal meletakkan dasar-dasar hubungan perburuhan sesuai dengan Pancasila yang secara fundamental berbeda dari hubungan perburuhan liberal di negara-negara Barat.

Problematika ketenagakerjaan, seperti pengangguran, sebetulnya telah dipetakan dan disusun solusinya oleh Pak Awal sejak 50 tahun silam. Namun sampai sekarang belum terpecahkan sepenuhnya oleh pemerintah, yaitu membuat perencanaan pendidikan yang serasi dengan perencanaan ketenagakerjaan dan perencanaan pembangunan.

Dimensi ketenagakerjaan, menurut Pak Awal, secara garis besar mencakup keadaan dan komposisi angkatan kerja di bidang pertanian, industri dan jasa, pengangguran, setengah pengangguran, jumlah pendatang baru setiap tahunnya, kualitas angkatan kerja, upah, gaji dan jaminan sosial, dan hubungan perburuhan. Selama menjabat Menteri Tenaga Kerja, Pak Awal telah melakukan beberapa langkah strategis dan melahirkan kebijakan untuk memperbaiki tingkat penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri, walaupun saat itu keadaan keuangan negara masih sulit.

Dalam melakukan langkah penyempurnaan administrasi dan aparatur pemerintah yang diamanatkan kepadanya, Pak Awal selaku pembantu presiden membenahi persoalan dari “hulu-nya” dengan pendekatan secara komprehensif. Beliau terlebih dahulu meluruskan kesimpangsiuran pengertian antara lembaga negara yang tercantum dalam UUD 1945, lembaga-lembaga pemerintahan negara, dan lembaga pemerintah non-departemen. Pak Awal menyebut dalam autobiografinya bahwa ia mendapat kehormatan untuk memimpin departemen yang “sakit”. Saat itu, hirarki peraturan perundangan sangat kacau, misalnya suatu ketentuan yang lebih rendah mengatur hal yang lebih penting, suatu peraturan perundangan yang lebih tinggi mengatur hal yang tergolong tingkat lebih rendah. Suatu Penetapan Presiden dapat begitu saja mengalahkan undang-undang. Kemampuan dan integritas Pak Awal ketika itu sebagai ahli administrasi negara yang masih muda benar-benar tertantang dan teruji dalam tugas negara yang diembannya.

Mengenai sistem kenegaraan dan pemerintahan, Pak Awal mengatakan yang unik dan menarik adalah meskipun selama berabad-abad dijajah Belanda, tetapi sistem kenegaraan kita tidak sama dengan Belanda. Sistem kenegaraan kita meletakkan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara secara spesifik, tidak meniru Eropa, Amerika maupun Sovyet Rusia. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) misalnya yang di banyak negara lain berada di dalam lingkup eksekutif atau di bawah legislatif, tapi BPK di negara kita tidak demikian. Menurut Pak Awal, adanya BPK secara otonom di Indonesia adalah sangat modern dilihat dari kacamata administrasi negara.

Di masa Pak Awal menjadi Ketua LAN disusun dan disahkan Undang-Undang baru tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. Dalam undang-undang itu dibedakan antara pejabat negara dan pegawai negeri, walaupun pejabat negara bisa saja berasal dari pegawai negeri. Pak Awal melakukan penataan susunan departemen dengan prinsip jalur dan staf, membuat nomenklatur dan titulatur yang sama, serta membentuk internal control yakni Inspektorat Jenderal dengan percontohan pada 10 departemen. Keberadaan Inspektorat Jenderal ketika itu merupakan hal yang baru di lingkungan organisasi pemerintahan sipil di Indonesia.

Salah satu kebijakan tentang aparatur negara yang dilahirkan semasa Pak Awal menjabat Menteri Tenaga Kerja adalah penataan sistem penggolongan dan kepangkatan pegawai negeri sipil (kini Aparatur Sipil Negara) yaitu golongan I, II, III dan IV, dan masing-masing dibagi lagi dalam a, b, c, dan d, dan IV e yang disesuaikan dengan hirarki susunan organisasi. Penggolongan kepegawaian negeri di masa Orde Lama dibagi dalam golongan A, B, C, D, dan F.

Demikian pula sistem penggajian ditata ulang dengan menerapkan aturan perbandingan gaji terendah dan tertinggi yaitu 1 : 25 serta sistem karier berdasarkan prestasi. Penataan sistem dan jenjang diklat calon pimpinan aparatur pemerintah mengikuti pola Administrative Staff College, sekolah staf dan pimpinan administrasi, adalah legacy kebijakan Pak Awal yang monumental dan terus dikembangkan sampai kini. Semasa menjadi Kapolri, Pak Awal menyempurnakan sistem pendidikan di lingkungan Polri.

Pak Awal memiliki jejak karier dan pengabdian yang relatif lengkap. Beliau pernah menjadi anggota DPR-GR, MPRS dan MPR, Duta Besar Republik Indonesia di Jerman, Dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), tenaga pengajar Lemhannas sejak berdiri, pengurus beberapa asosiasi di dalam dan luar negeri, Rektor Universitas Pancasila, dan beberapa tugas lainnya.

Salah satu ungkapan Pak Awal yang berkesan dan menjadi pesan moral untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan aparatur berintegritas ialah, "Pemerintah adalah abstrak, yang konkrit adalah pejabat-pejabat pemerintah, kemampuan, sikap dan tingkah lakunya yang dilihat dan dirasakan oleh masyarakat."

Manajemen pemerintahan modern dan tantangan dunia abad ke-21 menjadi salah satu fokus perhatian yang disampaikannya di berbagai kesempatan, baik lisan maupun tulisan. “Skandal, korupsi, inefisiensi, dan bentuk pemborosan lainnya akan lebih disoroti masyarakat di masa yang akan datang. Rakyat tidak mau lagi menerima success story pemerintah saja, tanpa juga menyampaikan kelemahan dan kekurangan yang masih ada. Aparatur pemerintah harus dievaluasi secara menyeluruh, hingga jelas kekuatan-kekuatan yang ada, tetapi juga kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki secara sistematis dan bertahap sesuai prioritasnya. Masalah penting dalam manajemen pemerintahan adalah mutu dari pegawai negeri (public personnel). Pegawai negeri Indonesia yang menganut monoscale system sejak tahun 1968 sudah perlu ditinjau.” tegas beliau.

Menurut Pak Awal, profesionalisme, etos kerja, sistem karier berdasarkan prestasi serta kesejahteraan pegawai negeri harus mendapat perhatian dan pemecahan masalahnya, bila kita hendak mengurangi korupsi, penyalahgunaan jabatan serta pemborosan.

Setiap kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah – menurut Pak Awal – agar selalu didahului dengan penelitian yang memadai (policy research) agar kebijakan yang dikeluarkan benar-benar tepat dan dapat dilaksanakan seperti yang diharapkan. ”Deregulasi bukan pula berarti hapusnya regulasi. Karena salah satu fungsi pemerintah adalah to regulate yang tercermin dalam public policy making yang mendorong inisiatif masyarakat.” Ujarnya.

Sejak tiga dekade lalu, Pak Awal mengingatkan bahwa era yang akan datang disebut sebagai “the state in retreat”, di mana partisipasi rakyat akan meningkat. Dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan dan memanfaatkan kesempatan yang tersedia, peran pemerintah masih tetap menentukan. Tapi pemerintah yang menganggap lebih tahu kebutuhan dan kepentingan rakyat (government for the people), di masa depan akan sukar untuk mencapai hasil yang optimal.

“Rakyat seluruh dunia tidak ingin lagi melihat pemerintah sebagai “penguasa”, tetapi sebagai pelayan, pengayom dan pelindung rakyat. Hal ini harus tercermin dari sikap dan tingkah laku pejabat pemerintah. Kesan praktik “neo-feodalisme” tidak dikehendaki lagi di masa depan.” tandas Pak Awal.

Sampai usia lanjut beliau masih tetap penuh semangat berpikir, menulis dan berbicara untuk kepentingan negara, bangsa dan masyarakat kendati melampaui kesehatan fisiknya untuk beraktivitas. Sekitar tahun 2011 saya mengikuti diskusi terbatas tentang Jaminan Sosial Nasional, di mana ketika itu Pak Awal antara lain menjelaskan latar belakang dan dasar-dasar pemikiran otentik sekitar pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam konteks menjalankan kewajiban negara dan mengawal sistem perekonomian negara menurut UUD 1945.

Pikiran dan ingatan beliau tetap jernih sampai tutup usia. Pak Awal ibarat “kamus berjalan” bagi jajaran Polri. Sampai akhir hayatnya beliau Penasehat Ahli Kapolri. Pak Awal mengatakan, pangkat dan jabatan tergantung dari tanda tangan yang berwenang, sedangkan pengetahuan dan keterampilan seseorang tidak bisa diambil oleh siapapun (kecuali oleh Tuhan).

Di kalangan masyarakat Minang, Pak Awal dikenang sebagai tokoh nasional yang peduli dengan kampung halamannya. Beliau Ketua Dewan Pembina Gerakan Seribu Rupiah Minang (GEBU Minang) pada waktu awal dibentuk. Selain itu beliau adalah Ketua Pembina Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) Adabiah Padang, almamater pendidikannya semasa kecil.

Pak Awal memiliki jiwa silaturahim yang tinggi dan sikap menghargai persahabatan yang patut dicontoh. Saya terakhir bertemu dan bersalaman dengan beliau pada waktu pemakaman jenazah almarhum Bapak Hasan Basri Durin, mantan Gubernur Sumatera Barat di makam pahlawan Kalibata Jakarta (9 Juli 2016). Saat itu Pak Awal dalam usia hampir 90 tahun dan kesehatan fisik yang sudah 'udzur menghadiri pemakaman jenazah Pak Hasan, meski harus pakai kursi roda.

Hari Jum’at 1 Februari 2019 giliran beliau yang diantar ke peristirahatan terakhir di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata. Penghormatan jajaran Kepolisian RI sangat mengesankan terhadap almarhum Pak Awal. Di Masjid PTIK, saya duduk bersebelah dengan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Polisi M. Iqbal. Saya mengapresiasi hebatnya tradisi penghormatan kepada senior di lingkungan TNI/Polri. Jenderal bintang dua itu mengatakan hal tersebut ditanamkan sebagai doktrin semenjak kami di bangku pendidikan. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian beserta jajaran petinggi Polri dan para mantan Kapolri hadir di kampus PTIK saat jenazah Pak Awal disemayamkan, dishalatkan sehabis shalat Jumat, dan dikubur di makam pahlawan Kalibata.

Semoga semua karya dan amal baik almarhum Bapak Awaloedin Djamin diterima di sisi Allah SWT dan diampuni segala dosanya. ***

M. Fuad Nasar
Penulis adalah pemerhati sejarah dan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf.

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua