Opini

Berprestasi di tengah Kontroversi, Belajar dari Sekolah Islam di Inggris

Saiful Maarif

Saiful Maarif

Sekolah-sekolah Islam Inggris pada level Secondary School mencetak prestasi gemilang pada ranking key stage 4 tahun 2019. Kementerian Pendidikan Inggris mencatat setidaknya 11 sekolah Islam di Iggris saat ini menempati ranking 20 besar dari 6502 secondary school! Tiga sekolah Islam bahkan secara berurutan menempati ranking 1 hingga 3 terbaik. Sementara delapan lainnya menempati posisi 20 terbaik. Prestasi ini tentu saja patut diapresiasi.

Inggris adalah negara dengan kualitas sistem pendidikan yang sudah mapan dan menjadi rujukan masyakarat dunia. Terdapat setidaknya 3000 lembaga pendidikan yang melayani pendidikan internasional dengan ribuan jurusan dan peminatan. Tradisi keilmuan yang berkembang di Inggris juga telah tumbuh lama. Banyak tokoh dan pemikir handal dunia lahir di Inggris yang sumbangan pemikirannya mewarnai peradaban dunia.

Adaptasi Inggris terhadap perkembangan peradaban sebagai dampak langsung dari mutu pendidikan juga terlihat mantap. Oxford University mencatat bahwa Inggris adalah negara yang memiliki kesiapan paling mumpuni terhadap disrupsi teknologi. Berkembangnya Artificial Intelligent sebagai salah satu basis penting Revolusi Industri 4.0 di seluruh dunia telah direspon dengan amat baik oleh pemerintah Inggris dengan berbagai kebijakan terkait, lebih dari negara lainnya.

Mencetak prestasi di negara dengan iklim pendidikan yang demikian maju tentu bukan perkara mudah. Pemerintah setempat tentu memakai dan menjalankan proses seleksi dan verifikasi ketat untuk menentukan ranking. Kondisi ini belum ditambah dengan tantangan lain yang juga tidak mudah.

Kontroversi Pendidikan Agama

Prestasi lembaga pendidikan Islam Inggris tersebut diraih tidak dengan mudah. Untuk menjadi yang terbaik dalam ranking pemeringkatan tersebut, sekolah harus mencapai skor Progress 8 di atas 0 dan seluruh interval kepercayaan di atas 0. Berdasarkan rilis Kementerian Pendidikan Inggris, disebutkan bahwa Pencapaian 8 mengukur pencapaian murid di delapan kualifikasi, termasuk matematika (bobot ganda) dan Bahasa Inggris (bobot ganda). Selain itu, ada tiga kualifikasi lebih lanjut yang diperhitungkan dalam ukuran Bahasa Inggris Baccalaureate (EBacc) dan tiga kualifikasi lebih lanjut berupa kualifikasi GCSE (termasuk subjek EBacc) atau non-GCSE lainnya pada daftar yang disetujui. Setiap nilai individu yang dicapai siswa adalah menetapkan skor poin yang kemudian digunakan untuk menghitung skor Progress 8.

Melalui sistem skoring yang sangat ketat tersebut tentu sangat tidak mudah. Dibutuhkan kualitas yang mumpuni sampai menjadi yang terbaik. Kondisi ini terasa lebih berat bagi lembaga pendidikan Islam Inggris. Situs kumparan, mengutip asosiasi guru agama Inggris, mencatat bahwa sejak 2015 banyak lembaga pendidikan Inggris yang tidak lagi mengajarkan pendidikan agama. Hal ini sejalan dengan rilis berita The Economist yang menunjukkan bahwa pendidikan agama tidak lagi dianggap penting di Inggris. Pendidikan agama tidak dianggap lebih penting dari pelajaran drama, klasik, dan latin. Secara umum, terlihat masyarakat Inggris tidak respek terhadap pengembangan pendidikan agama. Menurut The Guardian, 52% masyarakat Inggris tidak lagi percaya pada agama.

Namun demikian, pemerintah Inggris tetap memandang bahwa pendidikan agama masih sangat diperlukan. Pemerintah menilai pendidikan agama berperan penting dalam membentuk kepribadian siswa yang dibutuhkan untuk pengembangan diri kelak. Selain mendorong kualitas dan frekuensi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, pemerintah Inggris juga menekankan pentingnya penambahan guru agama di sekolah Inggris.

Di tengah kontroversi ini, radikalisme terjadi di Inggris. Tragedi Birmingham dan peledakan bom saat konser Ariana Grande di Manchester adalah beberapa di antaranya. Tak dipungkiri pula, sentimen keagamaan tetap dirasakan di negara yang menjungjung tinggi pluralisme ini. Sentimen keagamaan kadang juga dibawa-bawa dalam kasus kekerasan dan radikalisme. Tentu saja tidak mudah bergerak dan berkreasi di tengah situasi demikian, dengan berada di bawah identitas lembaga pendidikan Islam. Namun begitu, lembaga pendidikan Islam di Inggris mencetak prestasi gemilang sebagaimana tersebut di atas. Artinya, di tengah kontroversi perlu tidaknya pendidikan agama di sekolah dan hembusan sentimen agama, sekolah Islam di Inggris menunjukkan diri bahwa mereka mampu berprestasi gemilang secara akademik dengan tetap menawarkan cetak biru pendidikan yang rahmatan lil alamin.

Tidak Individualis

Salah satu nilai penting yang bisa dilihat dari kesuksesan lembaga-lembaga pendidikan di Inggris adalah dorongan agar siswanya tidak menjadi individualis. Dengan pendekatan personal, masing-masing siswa didorong agar mencapai prestasi tertinggi sesuai bakat, minat, dan keunikan masing-masing. Standar pendidikan di Inggris memastikan bahwa upaya-upaya tersebut diadopsi dan dijalankan dengan visi, misi, dan nilai-nilai dasar pendidikan di Inggris.

Derajat terbaik dan serba superlatif lainnya tentu saja hanya disandang beberapa dan tidak bisa semua. Inilah makna proses pencapaian prestasi, ada yang unggul dan ada yang harus berbenah untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas. Di Inggris, ada kebajikan umum yang menempatkan penghargaan setinggi-tingginya terhadap capaian prestisius, sekaligus membangun kepercayaan diri secara personal. Siswa didorong untuk meyakini dan percaya pada diri sendiri bahwa semua orang terlahir dengan keunikan dan potensi diri masing-masing. Keunikan dan potensi diri ini bukan untuk diperbandingkan dengan pribadi lainnya, tapi lebih pada bagaimana realitas itu dikembangkan hingga batas mimpi. Dengan pandangan seperti ini, tidak heran bahwa sekolah-sekolah Islam di Inggris memiliki misi yang kuat dan dalam dengan, misalnya, tagline misi seperti “membimbing anak-anak muda kini, menginspirasi pemimpin-peminpin akan datang”.

Dengan filosofi pencapaian prestasi yang tinggi tersebut, setiap siswa juga didorong untuk tidak menjadi individulis dalam usahanya. Upaya untuk mencapai prestasi tentu saja membutuhkan pengorbanan yang tidak ringan. Waktu, usaha, biaya, dan juga tenaga tidak bisa ditawar dalam kaitan ini. Individu dan lembaga yang telah menjalani pengorbanan tersebut, dan pada akhirnya mencapai derajat prestasi terbaik, sangat mungkin tergoda untuk merasa menjadi satu-satunya dan hanya. Satu-satunya sekolah terbaik atau hanya yang bersangkutan yang terbaik menjadi pandangan eksistensialis yang menggoda. Namun Di Inggris tidak demikian. Setidaknya hal ini tercermin dari berbagai visi dan misi yang dituangkan sekolah-sekolah secondary school. Siswa ditekankan untuk setinggi-tingginya meraih prestasi, namun pada saat yang bersamaan juga didorong untuk mampu menghargai dan merayakan kesuksesan diri dan kesuksesan orang lain. Menghargai kesuksesan diri di antaranya dianjurkan dengan bagaimana berbagi tips dan motivasi diri dengan teman siswa yang lain.

Nampaknya, semangat dan budaya untuk terus berprestasi, toleran terhadap orang lain, dan terus mengembangkan pendidikan agama adalah beberapa hal mendasar sebagai pesan penting capaian lembaga pendidikan Islam di Inggris. Di Indonesia, dukungan terhadap pengembangan pendidikan agama dan keagamaan sangat besar. Hal ini bukan saja terlihat dari dukungan pemerintah dalam hal pendanaan dan pembiayaan, tapi juga berbagai regulasi terkait. Dengan kondisi demikian, tidak ada alasan lain kecuali urgensi untuk bersama mengembangkan pendidikan agama islam yang berkualitas dan adaptif terhadap perkembangan. Wallahu a’lam

Saiful Maarif (Bekerja pada Subdit PAI pada SMP/SMPLB Dit PAI Kemenag)

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat