Opini

Bukti Cinta Itu Namanya Qurban

Muhammad Nasril

Muhammad Nasril

Sekarang adalah hari ketujuh bulan Zulhijjah 1441H. Sebentar lagi 10 Zulhijjah, saat umat Islam di belahan dunia merayakan Iduladha.

Hari itu disebut dengan hari raya qurban. Sebab, pada hari itu dan hari-hari tasyrik, dilakukan penyembelihan hewan qurban dalam rangka taqarrub (mendekat) kepada Allah SWT.

Iduladha tahun ini berbeda dari sebelumnya. Karena pandemi, jemaah haji batal berangkat dari Indonesia. Namun, tidak ada jemaah haji, bukan berarti tidak ada Arafah, juga bukan berarti tidak ada hari tasyrik. Puasa Arafah tetap disunnahkan, begitu juga dengan menyembelih qurban.

Sebagian kita mungkin telah bersiap menyambut Iduladha dengan hewan qurban terbaiknya masing-masing. Bahkan ada yang menabung sejak setahun lalu untuk membeli dan menyerahkan hewan ke panitia pelaksana ibadah qurban.

Ada juga sebagian kita yang meski mampu, tapi enggan berqurban. Idulahda disambut sebatas seremonial saja. Padahal qurban merupakan salah satu cara wujud kecintaan kita kepada sang Pencipta, Allah SWT.

Sejenak, mari melihat kembali keteladanan pengorbanan Nabi Ibrahim as karena kecintaannya kepada Allah Swt. Dia mantap dan ikhlas melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anak kesayangannya yang telah lama dinantikan, Nabi Ismail as. Saat perintah akan dilaksanakan, Allah gantikan Nabi Ismail dengan kibas (domba).

Qurban ibadah yang sangat mulia. Qurban memiliki banyak keutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah Saw, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.”

Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan ibn Majah)

Hadits ini menunjukkan banyaknya pahala berqurban. Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Rasulullah memberi peringatan keras kepada siapa saja yang mampu, tapi enggan berqurban. Para ulama menjelaskan bahwa ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.

Ibadah qurban sarat dimensi sosial. Sebab, hewan yang disembelih, dagingnya dibagikan kepada orang yang kurang mampu sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian terhadap sesama.

Iduladha hampir tiba. Untuk yang lapang, sudah seharusnya berqurban. Selain sebagai ikhtiar mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, juga menjadi bentuk kepedulian kepada sesama. Apalagi, pandemi Covid-19 saat ini masih mendera bangsa.

Muhammad Nasril (ASN Kemenag Aceh dan Anggota Ikat Aceh)

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI
Kenangan dan Kemenangan