Opini

Digitalisasi Haji dan Umrah di Saudi dan Ibadah Bi Salamin Aminin

Amin Handoyo

Amin Handoyo

Pelaksaan haji tahun 1442 H/2021 M baru saja selesai. Pemerintah Saudi Arabia hanya membatasi 60,000 jemaah, 70% berasal dari ekspatriat yang tinggal di sana, dan 30% dari warga negara Saudi, utamanya tenaga kesehatan dan keamanan.

Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Saudi Arabia melaporkan bahwa pelaksanaan haji tahun ini sukses. Semua jemaah melaksanakan ibadah dengan baik, kesahatan mereka terkontrol dan terkendali, serta tidak ada kematian sama sekali.

Sukses dengan penyelenggaraan haji tahun 1442 H/2021 M, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengumumkan pembukaan ibadah umrah untuk semua. Artinya, tidak hanya terbatas bagi warga Saudi sebagaimana kebijakan sebelumnya selama pandemi Covid-19, akan tetapi juga menerima jemaah dari negara lain. Ibadah umrah tahun ini rencananya akan dibuka pada 1 Muharram 1443 H, bertepatan 10 Agustus 2021.

Kebijakan ini tentu berdasarkan kajian yang mendalam. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sendiri menaruh perhatian yang besar terhadap keselamatan Jemaah, apalagi saat pendemi. Keselamatan jemaah adalah yang utama selain kenyamanan. Hal ini bisa dilihat pada tagline haji tahun ini yaitu bi salamin aminin, yang secara harfiyah berarti 'dengan nyaman dan aman'.

Dalam upaya mewujudkan tagline ini, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi khususnya Kementerian Haji dan Umrah menggunakan layanan digital atau elektronik. Layanan digital ini dimulai sejak pendaftaran, pelaksanaan, sampai jemaah menyelesaikan ibadahnya. Layanan digital ini berhasil mengontrol keamanan jemaah, pergerakan mereka, serta dapat memberikan kenyamaan mereka dalam melaksanakan ibadah.

Untuk layanan umrah, Pemerintahan Kerajaan Saudi mengeluarkan layanan digital I’tamarna dan Tawakkalna. Kedua aplikasi ini adalah aplikasi yang berbeda, akan tetapi saling terkait. I’tamarna lebih spesifik untuk umrah dan ziarah, sedangkan Tawakkalna bisa untuk kepentingan lain. Dengan kedua aplikasi ini, jema’ah yang mau umrah atau pun salat ke Masjidil Haram dapat dilayani dengan baik. Dengan aplikasi layanan digital ini seseorang bisa beribadah dengan aman dan nyaman.

Untuk Haji, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebenarnya sudah sejak tahun 2015 menerapkan e-hajj untuk mendata jemaah yang akan pergi haji. Layanan digtal e-hajj ini terus berkembang. Visa haji berupa stiker yang sebelumnya hanya bisa dicetak dan ditempel di paspor jemaah di Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi, sekarang sudah obline sehingga bisa diprint di mana saja.

Pada haji tahun 1442 H/2021 M, e-hajj tetap digunakan untuk pendaftaran dan mendapatkan tasrih haji atau izin berhaji. Sistem e-hajj untuk tahun ini sudah terintegrasi dengan sistem lain dari kementerian dan lembaga terkait. Karena permasalahan utama tahun ini adalah pandemi Covid-19, maka Kerajaan lewat e-hajj memastikan bahwa orang yang akan diterima untuk haji adalah orang yang sudah divaksin. Bagi yang tidak atau belum divaksin, maka dengan sendirinya akan tertolak. Tahun ini ada 600,000 calon jemaah yang mendaftar, sedang kuota yang diterima hanya 60,000.

Mulai tahun ini, Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan layanan digital kartu pintar yang diberi nama Sya’a’ir. Kartu pintar ini menggunakan teknologi Near Field Communication (NFC). Data jemaah haji beserta layanannya bisa didapatkan lewat terminal komputer yang lazim disebut dengan KIOSK yang telah disediakan.

Dari kartu pintar ini, jemaah dapat mengetahui data dirinya, tinggal di mana, kamar nomor berapa, rombongan berapa serta jadwal manasik yang akan dikerjakan. Kartu pintar ini dapat menghindari jemaah haji illegal, karena untuk masuk wilayah jemaah termasuk tempat tinggalnya harus menggunakan kartu pintar ini. Kartu pintar ini diberikan kepada semua jemaah yang menunaikan haji tahun ini, tanpa terkecuali.

Tahun ini Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi bekerjasama dengan Saudi Data and al Autority ( SDAIA) dan Provider STC juga mengeluarkan layanan digital baru berupa gelang pintar yang diberi nama Nusuk. Kalau kartu pintar Sya’a'ir sudah mandatory, gelang pintar ini masih dalam tahapan uji coba dan baru diberikan kepada 5,000 jemaah. Gelang pintar ini memberikan layanan data kesehatan dan layanan kesehatan jema’ah. Dari gelang pintar ini jemaah juga dapat melakukan panggilan layanan kesehatan darurat dan panggilan layanan keamanan darurat.

Bi Salamin Aminin

Yang sudah berhaji dan umrah tentu tidak asing dengan tagline khidmat al hajj syarofun lana yang berarti berkhidmah dalam haji adalah kehormatan bagi kami. Untuk tahun ini, Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi lewat Kementerian Haji dan Umrah mengeluarkan tagline baru yang digunakan dalam melayani jemaah yaitu Bi Salamin Aminin.

Tagline ini sendiri bersumber dari al Qur’an surat al Hijr ayat 46. Dalam ayat itu dikatakan: Udkhuluha bi salamin aminin (Masuklah dengan nyaman dan aman). Kata salamin di sini bisa diartikan selamat bisa juga dapat diartikan sejahtera. Muhammad Ali al Shabuni dalam tafsirnya Shafwat al Tafaasir menafsirkan salimin dengan salimin min kulli aafaat yang berarti selamat dari semua bencana. Sedangkan dalam al Qur’an Kementerian Agama, kata salamin pada ayat ini diartikan dengan sejahtera. Sehingga dalam al Qur’an Kementerian Agama ayat ini diterjemahkan: Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman. Pada hakikatnya suatu kesejahteraan tidak akan pernah terwujud kalau tidak ada keselamatan dan keamanan. Jadi antara keamanan dan kenyamanan memiliki korelasi yang sangat kuat.

Keselamatan dan keamanan menjadi sangat urgen pada haji kali ini karena dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Karena itu, Pemerintah Saudi menetapkan banyak regulasi yang menjamin keamanan jemaah. Syarat orang yang boleh mendaftar harus vaksin, negatif Covid-19 dan umur dari 18 sampai 65 tahun merupakan upaya mewujudkan keamanan dan keselamatan bagi jemaah. Data dan layanan ini didigitalisasi dan terintegrasi sehingga kemanan jemaah betul-betul terkontrol. Layanan digital ini bukan hanya untuk show off saja akan tetapi bentuk layanan riil yang mudah diakses dan dijalankan dengan baik.

Surat al Hijr ayat 46 dipahami secara rasional dengan benar oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, sehingga dalam upaya mewujudkan keselamatan dan keamanan jemaah saat pandemi ini diikuti dengan tindakan pencegahan riil dan rasional. Hal yang menyedihkan adalah bahwa ayat ini dipahami salah oleh sebagian umat Islam di Indonesia. Bahkan ada takmir masjid yang melarang orang bermasker shalat di masjidnya, bahkan diusir dari masjidnya. Pengurus Takmir ini menggunakan ayat yang sama, akan tetapi dengan pemahaman yang tidak tepat. Ayat ini dipahami bahwa orang yang masuk masjid akan dijamin keselamatan dan keamanannya, termasuk dari Covid-19.

Kata salimin dapat juga diartikan dengan nyaman. Dengan tagline ini, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi berusaha meningkatkan kenyamanan jemaah haji dan umrah, salah satunya lewat layanan digital. Untuk daftar haji tidak perlu susah payah datang ke kantor haji, tapi cukup lewat layanan digital. Bahkan, untuk mengetahui dan memilih menu makanan dapat dilakukan lewat layanan digital.

Ada sebuah kaidah fikqih yang berbunyi al ajru bi qadri al ta’ab yang berarti pahala itu berdasar kadar capai dan kepayahan. Kaidah ini tidak salah, akan tetapi harus ditempatkan pada tempatnya. Harus ditempatkan secara proporsional. Dalam konteks layanan, kaidah yang dipakai seharusnya adalah al ajru bi qadri al manfaat wa al maslahat yang berarti bahwa pahala itu berdasar pada manfaat dan maslahat. Kaidah yang kedua ini sejalan dengan al Qur’an ayat al Maidah ayat 6 dimana terjemah potongan ayatnya: "Allah tidak ingin menyulitkan kamu". Nabi juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Imam Muslim, dari Anas bin Malik: Permudahlah dan jangan kalian persulit.

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menceritakan tiga orang laki-laki yang ingin sungguh-sungguh dalam beribadah. Yang pertama ingin puasa dan tidak berhenti, yang kedua ingin salat malam terus dan tidak tidur, dan yang ketiga tidak ingin menikah. Mendengar perkatan tiga orang ini, Nabi menasihatinya, bahwa Nabi puasa juga berbuka, Nabi salat malam dan juga tidur, dan Nabi juga menikah. Hadis ini menegaskan bahwa ibadah harus dilakukan dengan nyaman dan tidak boleh membahayakan diri sendiri.

Ibadah bi salamin aminin atau ibadah dengan nyaman dan aman ini sangat peting, apalagi dalam ibadah haji dan umrah. Ibadah ini merupakan ibadah yang membutuhkan fisik yang prima karena memang pada dasarnya ibadah haji dan umrah adalah ibadah fisik. Orang yang bertawaf cukup memutari ka’bah tujuh kali, tanpa membaca do’a apa pun sah, karena doa hukumnya sunah. Sa’i, lempar jumrah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina dan wuquf di Arafah juga demikian, semua adalah ibadah fisik.

Selain itu, ibadah ini ibadah yang mengakibatkan kerumunan. Sebab, mabit di Mina atau wukuf di Arafah tidak bisa dilakukan di tempat lain. Sedangkan kerumunan merupakan salah satu penyebab penyebaran pandemi, sehingga protokal kesehatan di sini sangat penting. Pengendalian manual tentu sangat sulit, sehingga layanan digital mempermudah dalam melaksanakan tugas ini.

Dr. Amin Handoyo (ASN Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag)


Editor: Moh Khoeron

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat