Katolik

Doa dan Kemuliaan Diri

Mimbar Minggu

Mimbar Minggu

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam Injil hari ini, Lukas membeberkan transkrip perihal kritikan Yesus terhadap arogansi spiritual orang Farisi. Yesus mengemas kritikan-Nya secara apik dalam sebuah perumpaan.

Substansi kritikan Yesus berbicara mengenai doa orang Farisi yang kontradiktif dengan doa si pemungut cukai. Orang Farisi mendemonstrasikan kemuliaan dirinya kepada Allah. Dia memang mengucap syukur kepada Allah. Tapi alasan syukur itu lebih pada sebuah reportase atau laporan atas sikap baik yang ia lakukan selama ini.

Konten doanya sangat komparatif. Sang pendoa yang sombong ini membandingkan kalau dia tidak sama seperti orang lain; bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai itu. Dia berpuasa dua kali seminggu serta menjadi insan pajak yang taat.

Sedangkan pemungut cukai merendahkan diri dan merasa tidak layak di hadapan Allah. Sikapnya merupakan sikap tak berdaya dan ketergantungan yang terbuka terhadap kasih karunia Allah. Isi doanya merupakan ungkapan jiwa yang mengakui kebesaran Tuhan dan menyadari keterbatasan dirinya. Karenanya, dia terpanggil untuk bertobat.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Secara kurang disadari, kita juga kerap kali mengadopsi model doa orang Farisi. Kita sering dengan bangga "melapor" kepada Allah atas kemuliaan diri. Bahkan, konten doa kita kerap diskriminatif dan egois, tanpa peduli dengan sesama.

Dengan bangga, kita bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkan kita dari bahaya kecelakaan, sehingga kita tidak menjadi korban. Namun pernahkah kita berpikir tentang mereka yang menjadi korban? Apakah mungkin mereka mensyukurinya? Apalagi kalau kecelakaan tersebut sampai merenggut nyawa.

Kita acap kali juga menyampaikan intensi doa dalam bentuk pengumuman kepada orang lain atas keberhasilan kita dengan kalimat yang ditata secara sistematis dalam kalimat penuh syukur kepada Allah. Isi doa ini bagus, namun akan menjadi salah apabila dimanipulasi sebagai instrumen untuk mendemonstrasikan kemuliaan diri; supaya orang tahu bahwa (anak) kita berhasil meraih gelar dokter atau sarjana dengan predikat summa cum laude. Supaya orang juga tahu kalau anggota keluarga kita lulus tes sebagai PNS, pegawai swasta atau telah memperoleh promosi jabatan dalam sebuah hierarki pemerintahan.

Intensi doa tersebut sangat bagus. Namun ingat, jangan sampai kita ucapkan demi eksibisi diri, bukan atas dasar kerendahan hati, apalagi menyerang pribadi orang lain sebab kerendahan hati adalah dasar dari doa yang benar.

"Allah Bapa yang Mahabaik, kami mohon berikanlah kami hati yang sanggup bersyukur dan hati yang selalu memberi kepada orang lain dari anugerah yang telah kami terima daripada-Mu".

Semoga Tuhan memberkati, membimbing, dan melindungi, serta memberikan kita damai sejahtera.


Drs. Yosef, M.Th (Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Barat)


Fotografer: Istimewa

Katolik Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua