Opini

Ekspansi Penelitian dan Pengabdian PTKI untuk Produk Halal

Suwendi. (foto: istimewa)

Suwendi. (foto: istimewa)

Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang diikuti dengan pembentukan Badan Produk dan Jaminan Halal (BPJH) sebagai satuan kerja di Kementerian Agama, terbuka sejumlah peluang strategis bagi dunia Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Peluang tersebut antara lain pengembangan penelitian dan pengabdian yang relevan dengan penjaminan produk halal bagi masyarakat Indonesia.

PTKI juga memiliki kesempatan mengaplikasikan ilmunya, baik sains maupun keagamaan, yang bersinergi langsung dengan dunia usaha. Tentu saja, ini tantangan yang harus segera dijawab PTKI, terutama LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) atau lembaga serupa yang kini telah lahir hampir di seluruh PTKIN.

Sebuah produk dinyatakan halal secara hukum Islam dan peraturan perundang-undangan adalah setelah ditelaah, diteliti, dan dikaji, baik secara saintifik maupun hukum Islam. BPJH berkolaboasi dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pelaksanaan tugas ini. LPH akan meneliti dan mengaji secara seksama apakah sebuah produk yang diajukan itu mengandung unsur-unsur yang diharamkan atau tidak. Dalam konteks ini, PTKI melalui fakultas yang serumpun dengan sains, kedokteran, MIPA atau fakutas-fakultas yang serupa dapat mengambil peran sebagai LPH.

Setelah mendapatkan kepastian hasil penelitian secara saintifik, produk yang diajukan untuk mendapatkan sertifikat halal itu selanjutnya disampaikan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dikaji dari aspek hukum Islamnya. Hasil kajian MUI akan menghasilkan rekomendasi kehalalan sebuah produk yang kemudian ditetapkan oleh BPJH. Pada point ini, PTKI terutama pada fakultas-fakultas keagamaan, seperti Syariah dan Ushuluddin, sejatinya juga memiliki ruang bagi tenaga akademiknya yang memenuhi syarat dan kriteria tertentu untuk berkiprah dan mengisi pada MUI ini.

Dengan memahami aspek prosedural ini, PTKI merupakan lembaga yang memiliki kesempatan yang strategis baik dalam melakukan peran-peran pada LPH maupun MUI ini. Peran LPH dan MUI keduanya juga dapat didudukkan sebagai bagian dari implementasi tridharma perguruan tinggi, terutama penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Untuk itu, PTKI terutama LP2M atau fakultas rumpun sains dapat melakukan kolaborasi dan bersinergi dengan BPJH untuk melakukan kerja-kerja ekspansif-inovatif ini. Dalam memastikan sebuah produk halal, PTKI semestinya mempunyai keunggulan dibanding perguruan tinggi di luar PTKI. Sebab, PTKI memiliki dua kompetensi sekaligus, yakni penguasaan terhadap disiplin ilmu-ilmu sain dan ilmu-ilmu keagamaan. Lebih-lebih, output dari seluruh rangkaian itu adalah halal atau tidaknya sebuah produk, yang tentu itu berkonotasi pada justifikasi keagamaan.

Terkait hal ini, hemat penulis, PTKI terutama yang telah memiliki infrastruktur di bidang sains dan terlebih telah berstatus Badan Layanan Umum (BLU), tentu saja di antaranya melalui LP2M, dapat berperan sebagai lembaga mitra dengan BPJH. Kemitraan ini dapat diwujudkan dengan melakukan sejumlah langkah dan penyelenggaraan kegiatan sebagai berikut.

Pertama, mendirikan Halal Centre pada PTKI. Halal Centre ini menjadi salah satu ikon dari pekerjaan LP2M yang berkonsentrasi di bidang produk dan jaminan halal, yang akan membuka ruang kolaborasi dengan BPJH, MUI dan dunia usaha sekaligus dengan lembaga-lembaga mitra lainnya. LP2M dapat menetapkan para ahli dari sejumlah fakultas rumpun sains dan keagamaan sebagai PMU (Project Management Unit) Halal Centre di setiap PTKI.

Kedua, Halal Center dapat menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang bersifat vertikal, horizontal, dan diagonal terkait dengan produk halal. Kegiatan vertikal merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan BPJH, terutama pada rangkaian program LPH dan MUI, sehingga proses penyelenggaraan sertifikasi produk halal dapat terjamin.

Kegiatan horizontal dimaksudkan sebagai kegiatan yang dapat menguatkan ketersediaan sumber daya manusia terutama auditor halal dan peningkatan kapasitas auditor. Dalam konteks ini, Halal Center melakukan sejumlah pelatihan dan pengembangan wawasan keilmuan untuk memenuhi kader-kader auditor halal yang handal. Bahkan, pada gilirannya, Halal Center dapat didorong untuk menyiapkan “kelahiran” program studi Produk Halal pada fakultas di lingkungan PTKI.

Kegiatan diagonal dimaksudkan untuk melakukan kerja-kerja sinergis baik antar-universitas, universitas dengan kalangan dunia usaha, universitas dengan lembaga nasional dan/atau internasional, maupun universitas dengan masyarakat luas.

Ketiga, untuk jangka pendek, LP2M sebaiknya melakukan sejumlah penelitian kebijakan dan penelitian inovatif yang bertumpu pada produk halal ini. Penelitian di bidang ini diakui cenderung masih minim, untuk tidak mengatakan belum ada yang memulai. Hasil penelitian yang dilahirkan dapat ditempatkan sebagai penguatan basis akademis dan mensosialisasikan wacana-wacana produk halal di lingkungan PTKI.

Jika merujuk pada hasil Rapat Koordinasi antara Menteri Agama dengan unit eselon 1 dan 2 pada awal tahun anggaran 2018, penelitian di bidang produk halal ini menjadi salah satu isu strategis yang perlu dilakukan. Dengan demikian, kehadiran LP2M dengan melakukan kerja-kerja akademis-penelitian ini memiliki tingkat kontribusi dan makna tersendiri bagi Kementerian Agama dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Demikian, semoga manfaat.

Suwendi
ASN Kementerian Agama. Tinggal di Ciputat.

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat