Opini

Guru PAI dan Kebijakan Ujian Sekolah

Biltiser Bachtiar

Biltiser Bachtiar

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberi warna baru dalam kebijakan pendidikan nasional. “Merdeka belajar” menjadi arus utama perubahan yang ditawarkan. Salah satu dampak dari kebijakan ini adalah mengubah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) menjadi Ujian Sekolah (US). Dalam konteks perubahan ini, Pendidikan Agama Islam mau tidak mau harus menyesuaikan diri berikut tantangan dan dampaknya.

“Merdeka belajar” memberi keleluasaan kepada sekolah untuk berkreasi dan berinovasi, di antaranya untuk penyelenggaraan ujian sendiri. Dalam Ujian Sekolah (US) setiap guru diberikan hak memberikan penilaian asesmen akhir serta menentukan kelulusan siswanya. Dengan kata lain, guru dan sekolah diberikan ruang yang cukup luas untuk menelorkan kreasi dan inovasi dalam proses pendidikan yang dijalankan, tentu dalam konteks regulasi yang ada.

Sebagai kebijakan, langkah ini sudah definitif secara regulasi menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional. Regulasi ini mengatur substansi dan teknis penyelenggraaan ujian yang diselenggarakan sekolah. Disebutkan, ujian bisa diselenggarakan dalam bentuk portofolio, penugasan, tes tertulis, atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan satuan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Bentuk ujian yang diselenggarakan oleh sekolah dilaksanakan pada semester ganjil dan atau semester genap pada akhir jenjang dengan mempertimbangkan capaian Standar Kompetensi Lulusan.

Nantinya, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, di samping memperoleh nilai sikap atau perilaku dengan derajat minimal baik selama mengikuti proses pembelajaran pada satuan pendidikan terkait. Kelulusan peserta didik atau siswa ditetapkan oleh satuan pendidikan atau sekolah bersangkutan. Sedangkan penilaiannya berpedoman pada Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah.

Perubahan ini berdampak pada ranah Pendidikan Agama Islam. Dalam komponen ujian sekolah terdapat pula ujian sekolah Pendidikan Agam Islam. Pertanyannya, mampukah Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) menyiapkan soal ujian sekolah dengan standar kualitas yang ditetapkan pemerintah? Lebih jauh, karena proses ujian sekolah menyangkut kualitas dan kerahasiaan, bagaimana memastikan agar integritas tetap terjaga? Bagaimana evaluasi yang akan dijalankan?

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama. Oleh sebab itu Kementerian Agama mempunyai peran penting dalam mengawasi pendidikan agama, termasuk dalam penyelenggaraan Ujian Sekolah.

Kekhususan Kemenag dalam pengelolaan pendidikan agama mencerminkan perbedaan jenis pendidikan ini dibanding pendidikan lainnya. Hal ini karena beberapa alasan. Pertama, pendidikan agama bertujuan membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, pendidikan agama menumbuhkembangkan akhlak mulia dan mendorong kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama. Ketiga, pendidikan agama mendorong kemampuan dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan.

Oleh karenanya, Kemenag berkewajiban tetap mengawasi pelaksanaan Ujian Sekolah dengan membuat pedoman dan aturan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pada titik ini, dibutuhkan kerjasama konstruktif antara pemerintah, sekolah, pendidik, dan peserta didik.

Pentingnya pedoman dan pengawasaan dalam penyiapan Ujian Sekolah Pendidikan Agama Islam di sekolah didasari dua hal. Pertama, penguatan konten moderasi beragama di sekolah. Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa moderasi beragama adalah jantung Kementerian Agama. Untuk itu, Menag menekankan pentingnya penguatan identitas keislaman dan kebangsaan melalui moderasi beragama. Di samping itu, potensi radikalisme dan intoleransi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh berbagai survey, kajian, dan kasus di masyarakat dan lembaga pendidikan, juga marak terjadi.

Penyiapan pedoman dan pengawasan Ujian Sekolah PAI mendorong terlaksananya ujian sekolah dengan mengedepankan integritas, solidaritas, dan tenggang rasa. Nilai-nilai dasar ini adalah bagian penting dari upaya mengembangkan pendidikan Islam yang mengedepankan perspektif Islam rahmatan lilalamin.

Kedua, penjaminan mutu Pendidikan Agama Islam. Urgensi pengawasan oleh Kemenag adalah bagian dari upaya untuk menjamin mutu pendidikan dan menguatkan kompetensi Guru PAI di sekolah. Jaminan ini penting karena Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang strategis dalam pembentukan akhlak dan pribadi siswa.

Sebagai wacana dan kebijakan, Ujian Sekolah belum teruji sampai benar dijalankan dan dievaluasi. Namun demikian, optimisme harus dikobarkan. Semangat positif ini akan mendorong sikap untuk melihat Ujian Sekolah sebagai kesempatan emas untuk mengembangkan profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam.

Asesmen siswa dapat dijalankan lebih mandiri, fokus, dan optimal karena tidak bergantung pada KKG (Kelompok Kerja Guru) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dalam penyusunan soal ujian. Kemandirian ini tentu saja harus diperkuat dengan upaya pengembangan kapasitas Guru PAI dalam membuat soal ujian dan penilaian akhir yang bermutu.

Pedoman dan pengawasan Ujian Sekolah PAI adalah bagian penting dari rangkaian upaya peningkatan kualitas pembelajaran PAI. Pada kenyataannya, masih banyak ditemui kendala di lapangan, salah satunya adalah proses pembelajaran yang belum optimal. Hal ini berdampak juga pada upaya pembentukan akhlakul karimah siswa. Masih sering terdengar cerminan akhlak siswa yang tercela, misalnya sering ribut di kelas saat pelajaran berlangsung, bolos pada jam sekolah, tawuran, dan sebagainya. Pelaksanaan Ujian Sekolah PAI yang maksimal, didukung oleh berbagai kesiapan dan dukungan konstruktif, akan memungkinkan upaya penilaian yang komprehensif terhadap siswa. Dengan demikian, profil PAI pada siswa juga dapat terlihat secara utuh berdasar pelaksanaan ujian dan evaluasi terhadapnya. Wallahu alam bis-shawab

Biltiser Bachtiar (Kasi Kurikulum PAI SMP Direktorat PAI Ditjen Pendidikan Islam)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Kolom Lainnya Lihat Semua