Hindu

Harmoni Agama Dan Budaya Nusantara

I Gede Swibawa (Rohaniwan Hindu)

I Gede Swibawa (Rohaniwan Hindu)

Om Swastiastu, Om Awignam Astu Namo Sidham, Om Sidhirastu Tad Astu Swaha, Om Ano Badrah Kratavo Yantu Visvatah

Semoga pikiran baik datang dari segala penjuru. Bapak, Ibu, anak-anak dan umat sedharma yang berbahagia … salam sehat untuk kita semua.

Mimbar Hindu pekan ini membahas tentang “Harmoni Agama dan Budaya Nusantara”. Kita awali pembagasan ini dengan memahami makna kata demi kata yang termaktub dalam judul.

Pertama, apakah makna “harmoni”?. Kata harmoni umum digunakan dalam seni musik. Dalam Bahasa Ingris, kata ini bermakna: “a pleasant musical sound made by different notes being played or sung at the same time” atau “suara musik yang enak didengar, terbentuk dari nada-nada berbeda yang dimainkan atau dinyanyikan bersamaan”.

Dalam kaitannya dengan agama dan budaya, maka harmoni mungkin agak berbeda; harmoni berasal dari Bahasa Yunani yaitu “harmonia” yang berarti “serasi/sesuai”. Dalam filsafat harmoni bemakna kerjasama berbagai faktor sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Dalam hal ini harmoni merupakan hukum atau prinsip ketertiban alam.

Kedua, “budaya nusantara”. Dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan disebutkan budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat. Sementara, Kebudayaan Nasional Indonesia berarti keseluruhan proses dan hasil interaksi kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Dari makna ini dapat dipahami yang dimaksud Budaya Nusantara adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa dan hasil karya masyarakat Nusantara. Budaya ini melahirkan banyak dresta di banyak daerah yang kemudian kita sebut Budaya Nusantara.

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki budaya yang sangat beragam. Negara Indonesia yang kita sebut Nusantara memiliki sekitar 17.000 pulau dan mencakup sekitar 1340 suku aseli plus tujuh suku pendatang, yang menggunakan sekitar 718 bahasa daerah. Astungkara, walaupun sangat beragam, bangsa Indonesia tetap kuat teguh bersatu dalam bingkai NKRI. Mungkin tidak ada negara lain di dunia yang keanekaragaman suku dan bahasa bangsanya yang begitu tinggi, dapat tetap kuat bersatu.

Hal ini menunjukkan kepada kita, adanya kakuatan harmoni yang dapat mewujudkan ketertiban di Nusantara. Negara kita memiliki Visi atau pandangan hidup “Bhineka Tunggal Ika” yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu bangsa Indonesia. Para pemuda bangsa kita juga telah bersepaham dalam sumpah pemuda demi kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI yaitu “bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia”.

Dari sebegitu banyaknya suku, pastilah terdapat banyak budaya yang kemudian disebut dresta. Pertanyaannya, bagaimana agama yang dianut oleh suku-suku dapat harmoni dengan budayanya di Nusantara ini? Mungkin kita akan kesulitan menganalisis proses dan mekanisme harmonisasi antara agama dengan budaya suku-suku di Nusantara. Namun demikian, kita dapat melihat contoh-contoh wujud nyata harmoni agama dengan budaya, khususnya dalam hal ini Agama Hindu dengan budaya suku-suku di Nusantara.

Misalnya, kita dapat menyaksikan, bagaimana budaya Bali menyatu dan melebur dengan Agama Hindu, sehingga kerap sulit dipisahkan antara agama dengan budaya. Hampir seluruh kegiatan ritual keagamaan umat Hindu di Bali berbingkaikan budaya, sehingga dahulu agama Hindu di Bali disebut agama Hindu Bali. Kiranya demikian pula dengan suku-suku lain pemeluk Agama Hindu di Nusantara, seperti suku Jawa, suku Dayak, suku Toraja, Suku Batak, suku Tengger, Suku Sunda, dan suku lainnya di Nusantara. Kegiatan ritual keagamaanya sangat diwarnai oleh budaya atau dresta sukunya.

Dalam kehidupan beragama, umat Hindu di Nusantara tidak dapat terlepas dari tiga kerangka agama Hindu, yaitu Tatwa, Susila, dan Upakara. Apabila dicermati maka aspek budaya yang banyak mewarnai praktik keagamaan Hindu adalah pada aspek upakara atau ritual. Ritual merupakan wujud yadnya atau korban suci, yang dilakukan sebagai bentuk bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam ritual ini lah budaya atau aspek cipta, rasa, dan karsa umat Hindu tercurahkan dengan setulus-tulusnya sebagai wujud bhakti.

Setiap pelaksanaan ritual akan dapat ditemukan unsur seni, baik seni rupa, seni suara, mupuan seni gerak berupa tari. Misalnya pada ritual agama Hindu suku Bali seni rupa dapat berupa jejaitan banten, penjor, umbul-umbul dan banyak lagi yang lain. Demikian juga seni suara umat menggunakan gamelan, melantunkan kekidungan, dan bentuk seni suara lainnya, serta kerap dipersembahkan seni tari yang mewrupakan wujud seni gerak. Unsur seni seperti itu juga terdapat pada kegiatan ritual agama Hindu bagi suku-suku lain pemeluk agama Hindu di Nusantara. Penerapan aspek seni dalam ritual agama Hindu tidak mengurangi sedikitpun aspek Tatwa dan Susila dan bahkan dapat memperkuatnya. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan ritual agama Hindu di Nusantara yang diwarnai penyuguhan karya seni merupakan wujud nyata harmoni agama Hindu dengan budaya Nusantara.

Ajaran Satyam, Sivam, Sundaram dalam agama Hindu yaitu kebenaran, kesucian dan keindahan juga menjadi landasan harmoni agama Hindu dengan budaya Nusantara. Harmoni agama dengan budaya dapat diwujudkan juga pada bangunan tempat persembahyangan. Umat Hindu suku Bali bersembahyang di Pura atau Merajan, sementara umat Hindu suku jawa bersembahyang di Candi, Sanggar, dan mungkin bentuk lainnya. Demikian juga umat Hindu suku Dayak yang memiliki tempat persembahyangan, kalau tidak salah namanya Balai Basarah dan lain sebagainya, Saya kurang paham nama tempat sembahhyang umat Hindu Suku Batak dan Suku Toraja. Semua tempat persembahyangan ini merupakan budaya yang mengandung ajaran Satyam, Sivam, Sundaram.

Pertanyaannya, bagaimana Agama Hindu dapat harmoni dengan budaya Nusantara? Kita dapat menjumpai banyak sekali sloka-sloka Veda yang mengajarkan hidup harmoni. Sebutlah “Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa” bahkan sesanti ini menjadi pandangan hidup bangsa dalam bernegara di republik ini. Tat Twam Asi sangat populer, bahkan digunakan sebagai slogan kesetiakawanan sosial oleh Kementerian Sosial. Makna yang sama juga untuk Wasudewa Kuntumbhakam.

Ajaran Trikaya Parisuda menjadi ajaran yang tidak kalah pentingnya untuk mewujudkan harmonisasi agama Hindu dengan budaya Nusantara. Umat Hindu diajarkan untuk senantiasa berkipir positif, untuk berkata dan bertindak yang baik dan benar. Ajaran Trihita Karana; yang mengajarkan untuk dapat hidup Bahagia umat Hindu harus mewujudkan keharmonisan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan sesama umat dalam drestanya, dan dengan lingkungan hidupnya. Dresta atau adat istiadat terbentuk dari budaya. Sloka Bgawad Gita IV-11 yang berbunyi sebagai berikut:

“Ye yathā māṁ prapadyante ; Tāṁs tathai‘ va bhajāmy aham. Mama vartmānuvartante ; Manuṣyāḥ pārtha savasaḥ". Artinya: "Dengan jalan bagaimanapun orang-orang mendekati, dengan jalan yang sama itu juga memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti jalanku, O Partha".

Berdasarkan ajaran ini maka umat Hindu dapat menerima praktik-praktik agama yang berlandaskan drestanya masing-masing. Umat Hindu Nusantara menjadi sangat toleran terhadap perbedaan dresta, sepanjang tidak menyimpang dari tatwa dan Susila dan Panca Crada yaitu dasar keyakinan Umat Hindu Nusantara yaitu:1) Percaya akan adanya Brahman, 2) percaya adanya Atma, 3) percaya adanya karma phala, 4) percaya adanya samsara atau punarbawa, dan 5) percaya adanya Moksa.

Sebagai penutup, dapat disimpulkan budaya yang merupakan karya masyarakat berkaitan dengan aspek cipta, rasa dan karsa melahirkan banyak dresta di Nusantara. Sementara itu, agama Hindu yang mengajarkan tujuan hidup “moksartam jagadita ya caiti dharma” dapat dicapai melalui hidup harmoni, maka tidaklah sulit mewujudkan harmoni agama Hindu dengan budaya Nusantara, seperti yang kita saksikan sejak dahulu hingga saat ini.

Demikian sedikit uraian mengani harmoni agama dengan budaya Nusantara. Semoga bermanfaat, apabila ada kekurangan mohon dapat dimaafkan. Terima kasih.

Om Santi Santi Santi Om.

I Gede Swibawa (Rohaniwan Hindu)


Fotografer: Istimewa

Hindu Lainnya Lihat Semua

I Gusti Agung Istri Purwati, S.Sos, M.Fil.H (Penyuluh Agama Hindu Kankemenag Badung, Bali)
Mengatasi Stres

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua