Nasional

IAIN Surabaya Gagas Kurikulum Fiqh Lingkungan

Surabaya, 17/4 (Pinmas) - Fakultas Syariah (Hukum Islam) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya menggagas Fiqh/Hukum Lingkungan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan guna mengantisipasi kerusakan lingkungan hidup yang semakin parah di masa mendatang. "Kerusakan lingkungan hidup saat ini sebenarnya sudah parah dan antisipasi dari aspek penegakan hukum rasanya tidak mampu, karena itu kami merancang kurikulum Fiqh Lingkungan," kata Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, SUrabaya, Nurul Huda, kepada ANTARA di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela pembukaan Lokakarya Nasional "Fiqh Lingkungan" yang dilakukan Pembantu Rektor (PR) II IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr H Nur Syam MSi dan dihadiri 100 mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dan PTAIS (PTAI Swasta) se-Indonesia di kampus IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Didampingi Wakil Presiden BEM Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Yudho Prakoso, ia menjelaskan kurikulum yang dirumuskan dalam lokakarya yang berlangsung pada 17-19 April itu akan diberlakukan untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI atau SD/Sekolah Dasar) hingga Perguruan Tinggi.

"Gagasan Fiqh Lingkungan itu muncul dalam diskusi kecil kami yang melihat tinjauan fiqh terhadap masalah lingkungan dan kami menangkap kesan fiqh tidak pro-lingkungan, karena lebih banyak membahas hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia, sedangkan hubungan manusia dengan alam hanya dibahas sepintas secara permukaan," katanya.

Menurut dia, upaya fiqh yang menafikan persoalan lingkungan hidup justru akan semakin memperparah kerusakan lingkungan hidup dengan alasan pembangunan atau development demi kesejahteraan masyarakat, padahal developmentalisme yang terjadi justru merupakan eksploitasi dan investasi yang tidak menjamin kesejahteraan masyarakat."Sejak 1992 sudah ada perubahan paham yakni sustainable developmentalis atau pembangunan berkelanjutan, tapi akan mengkaji paham baru itu, apakah sama dengan developmentalis atau justru menjadi alternatif. Semuanya akan kami kaji ulang dengan kajian fiqh," katanya.

Dalam acara yang juga dihadiri dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Drs H Abdus Salam Nawawi MAg itu, ia menyatakan hasil kajian dati PTAI/PTAIS se-Indonesia itu akan ditindaklanjuti dengan tiga hal yakni merumuskan kurikulum LH untuk sekolah, pedoman untuk masyarakat dalam bentuk buku, dan rekomendasi untuk revisi UU LH."Kami sendiri lebih tertarik mengisi ruang kosong melalui kurikulum Fiqhul Bi`ah (Fiqh LH) untuk madrasah (MI/SD), tsanawiyah (MTs/SMP), aliyah (MA/SMA), hingga universitas, karena cara itu akan melahirkan generasi baru yang sadar akan lingkungan hidup, sehingga mereka akan peduli pada lingkungan tanpa harus dipaksa dengan hukum," katanya.

Oleh karena itu, katanya, hari pertama lokakarya (17/4) akan menampilkan Prof Emil Salim yang merupakan mantan Menteri Lingkungan Hidup di era developmentalisme dan Idham Mahendra yang mantan presidium GMNI Pusat. Keduanya akan mengeritisi developmentalisme dari aspek lingkungan.Untuk hari kedua (18/4), nara sumber yang diundang adalah deputi Bappenas Ir Medrilzam PhD dan Dhandi Kusumohartono (aktivis 1997-1998 dari Jakarta). Keduanya akan memotret sustainable developmentalisme dari kajian lingkungan. Di hari ketiga (19/4) akan hadir pembicara yang menyodorkan respon fiqh terhadap developmentalis dan sustainable developmentalis yakni Dr Anwar Ibrahim (MUI Pusat), Prof Dr Mujiono (PW Muhammadiyah Jateng), dan Abd Mun`im DZ (PBNU).

"Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar akan menutup lokakarya pada hari terakhir (19/4)," katanya.Dalam sambutan pembukaan mewakili rektor, Pembantu Rektor (PR) II IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr H Nur Syam MSi menyambut baik gagasan BEM Fakultas Syariah dan menantang untuk dilanjutkan dalam bentuk buku dan aksi untuk masyarakat. "Jangan hanya berhenti pada tataran wacana," katanya. (Ant/Ba)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua