Nasional

Ini Empat Kelompok Jemaah terkait Syarat Istithaah Kesehatan

Mudzakarah Perhajian Indonesia 2022

Mudzakarah Perhajian Indonesia 2022

Situbondo (Kemenag) --- Ibadah haji menjadi kewajiban bagi orang yang sudah mampu atau istithaah. Selain memiliki bekal finansial untuk beribadah haji, jemaah juga harus memenuhi istithaah secara kesehatan.

Akademisi Muhammadiyah yang juga praktisi kesehatan, dr. Agus Taufiqurrahman, menjelaskan bahwa terkait istithaah kesehatan, jemaah bisa dibagi dalam empat kelompok.

Pertama, jemaah yang memenuhi kriteria istithaah. Jemaah dalam kategori ini tidak memiliki masalah kesehatan untuk menjalankan ibadah haji.

Kedua, jemaah yang memenuhi syarat istithaah, tapi dengan pendampingan.

"Masuk dalam kategori ini adalah jemaah risti (risiko tinggi). Yaitu, mereka yang usianya lebih 60 tahun dan menderita kelompok penyakit tertentu sehingga bisa berangkat dengan pendampingan," jelas dr. Agus pada Mudzakarah Perhajian Indonesia di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Selasa (29/11/2022).

Menurutnya, ada tiga kriteria pendampingan, yaitu: orang yang bisa mengantarkan, obat-obatan yang rutin diminum (hypertensi), atau alat-alat kesehatan yang harus disertakan.

"Jemaah kelompok ini sangat banyak. Perlu dipilih. Dimungkinkan ada rekomendasi untuk membentuk kloter khusus yang perlu pendampingan sehingga petugasnya khusus, baik petugas kesehatan maupun pembimbing ibadah, agar kondisi ini bisa teratasi," jelas dr Agus.

Ketiga, jemaah tidak memenuhi kriteria istithaah dalam kurun waktu tertentu. Artinya, jika beberapa hal yang dipersyaratkan sudah terpenuhi, dia bisa masuk kategori istithaah.

Jemaah seperti ini disebut juga dengan kondisi istithaah bersyarat. Misalnya, jemaah haji yang belum vaksin maningitis. "Jika dia sudah vaksin, maka memenuhi syarat istithaah dan bisa berangkat," sebutnya.

Contoh lainnya, jemaah sakit yang harapan kesembuhannya jelas. Sehingga, jika sembuh dibolehkan berangkat. Misalnya, penderita TBC yang belum parah karena masih ada obat yang bisa diberikan, penderita diabetes yang masih bisa dikontrol, dan struk yang punya potensi perbaikan.

Contoh lainnya lagi adalah jemaah yang terkena penyakit menular yang berpotensi menjadi wabah, misalnya: SARS, Mers, Covid. "Begitu negatif, boleh berangkat," jelas dr Agus.

"Gangguan jiwa ringan juga masuk kategori ini. Ini ada potensi sembuh," sambungnya.

Keempat, jemaah yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji. Kondisi ini misalnya, jemaah dengan kondisi klinis yang jika melakukan aktivitas dalam kondisi tertentu akan mengancam jiwa.

Misalnya, jemaah yang paru-parunya sudah tidak berfungsi dengan baik, gagal jantung studium empat, dan gagal ginjal kronik studium empat yang menjadikannya harus cuci darah rutin.

Termasuk kategori ini, jemaah yang mengalami gangguan jiwa berat, sehingga menjadikan dia tidak bisa mengenali diri sendiri. Contoh lainnya adalah jemaah yang memiliki penyakit keganasan studium akhir. Misalnya, kanker dalam studium akhir yang sudah menjalar ke banyak organ.

"Jika jemaah sudah masuk kriteria di atas, dia tidak diberi kesempatan melakukan pelunasan, tidak diberi surat pemanggilan masuk asrama haji, tidak diperkenankan mendapat vaksin meningitis," tandasnya.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua