Pojok Gusmen

Isra Mikraj, Salat, Agama, dan Kemanusiaan

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Menag Yaqut Cholil Qoumas

Pada malam 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga ke Sidratil Muntaha. Peristiwa ini disebut dengan Isra dan Mi’raj.

Isra Mikraj adalah tonggak sejarah Islam dan kenabian Muhammad SAW. Diawali dengan duka teramat dalam atas wafatnya dua sosok yang selalu memberikan dukungan dakwah beliau, yakni sang paman Abu Thalib bin Abdul Muthallib dan sang istri, Sayyidah Khadijah RA, Allah memperjalankannya dalam peristiwa agung.

Isra’ mi’raj juga menjadi tonggak lahirnya perintah salat lima waktu. Ibadah salat merupakan inti kepatuhan yang terhimpun dua kesalehan, yaitu kesalehan individual dan kesalehan sosial. Ibadah salat yang diawali dengan kekuatan tauhid “Allahu Akbar”, menjadi wujud komitmen ketauhidan dan komitmen kepatuhan secara totalitas kepada Allah SWT. Salat juga ditutup dengan kalimat salam “assalaamu’alaikum wa rahmatullah” ke kanan dan ke kiri, menjadi wujud komitmen kedamaian, komitmen persaudaraan, komitmen kerukunan, dan komitmen merekatkan ikatan kemanusiaan.

Komitmen keimanan memberikan pengaruh positif terhadap interaksi dengan seluruh makhluk dalam menebarkan harmoni kehidupan. Sementara kesalehan sosial menjadi barometer kualitas ibadah salat. Karena salat sejatinya mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar.

Pesan di balik perintah salat adalah bahwa hubungan agama dan kemanusiaan hidup berdampingan. Agama hadir dengan misi membebaskan manusia dari segala belenggu keburukan, kejahatan dan kerusakan moral. Agama dan kemanusiaan bukan untuk dihadap-hadapkan, apalagi dibeda-bedakan. Agama justru datang untuk kemanusiaan. Agama datang untuk memanusiakan manusia, dengan cara memelihara agamanya, jiwanya, akalnya, kehormatannya dan hartanya.

Sebagai bangsa yang dianugerahi keragaman bahasa, budaya hingga agama, bangsa Indonesia patut bersyukur masih diberikan kekuatan menjaga kerukunan. Keragaman tak lantas menjadikan bangsa Indonesia terbelah dan berkonflik, namun justru semakin meneguhkan komitmen kebangsaan. Inilah spirit dari makna “Salaam”, yakni berkomitmen menjaga persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah) dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).

Dalam kesempatan ini, saya mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk memetik hikmah dari peristiwa Isra dan mikraj Nabi Muhammad SAW dengan menjaga komitmen keimanan dan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjaga komitmen kerukunan umat beragama sehingga tercipta Indonesia yang harmonis menuju bangsa yang hebat.

Pojok Gusmen Lainnya Lihat Semua

Lainnya Lihat Semua