Daerah

Karo Hukum: Tanah Kemenag di Pemanggilan, Barang Milik Negera

Kepala Biro Hukum dan KLN Ahmad Bahiej (berpeci)

Kepala Biro Hukum dan KLN Ahmad Bahiej (berpeci)

Jakarta (Kemenag) --- Tanah Kementerian Agama seluas 17.200 M2 telah digugat oleh para pihak yang diduga sebagai mafia tanah. Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Setjen Kementerian Agama Ahmad Bahiej memastikan tanah tersebut telah dicatat dan ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN) berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Tanah tersebut benar sudah tercatat sebagai Barang Milik Negara dalam Simak BMN Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Nomor 2.01.02.02.002 tanggal 21 September 2020 serta tercatat dalam Kartu Inventaris Barang 025.01.12.418575 dan telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 30/KM.6/KN.5/2016 tentang Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara Pada Kementerian Agama,” ujarnya di Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Bahiej, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa tanah yang berlokasi di Desa Pemanggilan, Kec. Natar, Kab. Lampung Selatan tersebut sudah dikuasai oleh Kementerian Agama sejak tahun 1982. Hal itu dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Pakai Nomor: 12NT/Desa Pemanggilan tanggal 3 Juli 1982 dengan surat ukur Nomor: 1186/1982 atas nama Departemen Agama Republik Indonesia, dan kesaksian dari pihak Kanwil Kementerian Agama Prov. Lampung (sdr. Syamsul/PNS sejak tahun 1992, Kasubag Kepegawaian dan Hukum), serta kesaksian sdr. Sukiman, selaku penjaga tanah tersebut.

Adapun dasar perolehan tanah tersebut berasal dari Perjanjian Jual Beli Tanah pada tahun 1981 antara Departemen Agama yang diwakili sdr. Nadirsyah (Kanwil Depag Lampung) dengan sdr. R. Moch Said yang merupakan pemilik sah atas tanah seluas lebih 17.200 M2, yang dituangkan dalam Akta Jual Beli nomor: 59/C/1981 tertanggal 06 April 1981 serta Surat Gubernur Lampung Nomor 130/BA.25/SK/HP/1982 tanggal 23 Juni 1982 mengenai penggunaan tanah di Rajabasa, Kedaton, Bandar Lampung, untuk bangunan Asrama Haji disatukan dengan Islamic Center.

Terkait penguasaan tanah oleh para pihak yang diduga sebagai mafia tanah, Bahiej menjelaskan bahwa mereka mendasarkan klaimnya pada Sertipikat Hak Milik Nomor: 212/Pemanggilan Tahun 1994 dan Sertipikat Hak Milik Nomor: 1098/Pemanggilan Tahun 2008 atas nama Drs. Thio Stefanus Sulistio.

Menurut Bahiej, ada kejanggalan pada dasar kepemilikan atas tanah pada sertipikat tersebut. Hal itu dapat dilihat dari dokumen pelepasan hak atas tanah dari Kementerian Agama berupa Surat Departemen Agama Republik Indonesia Nomor: 769-SK/WAG/1983 tanggal 02 Agustus 1983 dan Surat Departemen Agama Republik Indonesia Nomor: 769-SK//1983 tertanggal 02 Agustus 1983.

Kedua dokumen tersebut ditandatangani oleh Rusli, dengan NIP 040004567. Setelah dilakukan pengecekan pada database kepegawaian, tidak ditemukan nama dan NIP atas nama pegawai tersebut.

“Kita telah berkirim surat kepada Badan Kepegawaian Negara maupun Biro Kepegawaian Kementerian Agama, terkait informasi pegawai atas nama sdr. Rusli NIP 040004567. Namun, pada database SAPK BKN maupun SIMPEG tidak ditemukan data atas nama pegawai tersebut,” kata Bahiej.

Berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindahtanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara, lanjut Bahiej, pemindahtanganan BMN yang dimiliki/dikuasai negara yang tidak dilakukan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara, hanya dapat dibenarkan setelah mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan.

Bahiej lebih lanjut mengatakan, pihaknya akan membuat laporan pidana atas dugaan adanya pemalsuan surat Kementerian Agama terkait tanah ini ke pihak yang berwenang, agar kasus BMN berupa tanah Kementerian Agama dapat tetap menjadi aset negara.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Daerah Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua