Nasional

Kemenhan: Nyata, Ancaman Intoleransi di Perguruan Tinggi Umum

Brigjen (TNI) Sarwono, Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan

Brigjen (TNI) Sarwono, Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan

Jakarta (Kemenag) --- Perguruan Tinggi Umum (PTU) menjadi sasaran dan target penyebaran paham intoleransi dan esktrimisme. Berdasar berbagai asesmen dan kajian bermacam lembaga, indikasi intoleransi dan ekstremisme tersebut terpenuhi dan nyata ditemui.

"Perguruan Tinggi Umum (PTU) menjadi sasaran yang dipandang penting dan strategis untuk penyebaran paham intoleransi oleh pengusung ideologi transnasional radikal. Jadi, ancaman intoleransi itu nyata di PTU," papar Brigjen (TNI) Sarwono, Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan pada acara launching Gerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara di Universitas Indonesia Depok, Senin (28/11/2022).

Sarwono menyampaikan hal tersebut dengan mengutip berbagai data terkait, salah satunya dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Temuan BNPT tahun 2018 menunjukkan, 39% mahasiswa di 7 Perguruan Tinggi Negeri terpapar paham intoleransi. Harus disadari, fenomena ini terus berjalan dan bergerak mencari mangsanya," tambahnya.

Apa yang terjadi di lapangan memperkuat afirmasi Sarwono. Misalnya, seorang mahasiswa PTU diduga kuat terlibat dalam aksi pengumpulan dana untuk membantu Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia (BBC.com, 30/5/22). Dalam aksi tersebut, selain untuk penggalangan dana, media sosial digunakan oknum tersebut untuk propaganda ideologi radikal.

Dalam kaitan fenomena itu, Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, memberikan pandangannya. "Perkembangan media sosial dan internet pada gilirannya justru turut membawa informasi-informasi yang eksesif dan menimbulkan polarisasi di masyarakat," tuturnya (28/11).

Ari Kuncoro menambahkan, teknologi yang awalnya diharapkan menjadi lentera ilmu dan media diseminasi pengetahuan, saat ini justru menjadi media penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian yang mengancam persatuan.

"Di tengah arus deras globalisasi dan percaturan ideologi dunia," dirinya memberi gambaran, "tampaknya masyarakat merasa semakin resah dan kian membutuhkan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Agama dipandang mampu menawarkan pedoman dalam menghadapi realitas sosial yang abu-abu, di mana batas antara yang benar dan yang salah itu semakin kabur."

Episentrum Kemanusiaan
Adanya perkembangan teknologi informasi tersebut, pada dasarnya merupakan dinamika peradaban yang bermata dua. "Hari ini kita tengah mengalami kemewahan dalam bentuk perkembangan teknologi. Kontribusi teknologi informasi dalam menunjang hajat hidup manusia sungguh besar dan menentukan banyak hal," jelas Direktur Jenderal Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani.

"Sayangnya," lanjut Kang Dhani, demikian dia biasa dipanggil, "teknologi informasi juga dapat mendorong informasi yang tidak sehat, bahkan memproduksi kebohongan. Padahal, kebohongan yang konsisten disampaikan pada akhirnya dapat dinilai sebagai kebenaran."

Untuk itu, dirinya mengajak silent majority dalam diri para mahasiswa Perguruan Tinggi Umum untuk bersama melawan hoaks dan ujaran kebencian yang berdaya rusak tinggi terhadap persatuan dan toleransi.

Labih lanjut, dia menekankan dua hal utama, pertama mengenai posisi penting Moderasi Beragama dan Bela Negara pada Perguruan Tinggi Umum.

"Semua agama pada hakikatnya membawa nilai kasih sayang. Inilah ruang untuk rekonstruksi bersama, di mana Moderasi Beragama dan Bela Negara pada Perguruan Tinggi Umum (PTU) dapat menjadi episentrum penting kemanusiaan," urainya.

Kedua, redefinisi makna konsep diri. "Gus Dur (Abdurrahman Wahid-red) menyatakan ada tiga hal dalam diri manusia yang membuat manusia merelakan diri untuk mengorbankan nyawanya, yakni cinta, agama, dan kemerdekaan," katanya.

"Ketiganya saat ini perlu diredefinisi karena maknanya sudah banyak dikaburkan kepentingan sesaat. Cinta, agama, dan semangat kemerdekaan harus menjunjung nilai memanusiakan manusia," terangnya.

"Moderasi beragama memperkokoh nilai keagamaan. Jika moderat, dia akan mengajak, bukan mengejek. Oleh karena itu, Gerakan Moderasi Beragama dan Bela Negara (GMBBN) pada PTU ini hadir untuk mengedepankan semangat mencintai secara benar, beragama secara baik, dan bernegara secara kokoh," pungkasnya. (sm)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua