Opini

KIP Kuliah dan Perluasan Akses Pendidikan Tinggi

Ruchman Basori

Ruchman Basori

Beasiswa menjadi keharusan untuk memperluas akses anak bangsa mengenyam pendidikan tinggi. Salah satunya melalui beasiswa miskin dan berprestasi (Bidikmisi). Mulai tahun 2020, pemerintah telah memperluas atau mentransformasikan Bidikmisi menjadi program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah).

Beasiswa juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas anak bangsa, sehingga menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai kapasitas untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Masalah kualitas menjadi kata kunci di era persaingan, di samping tentu saja masalah karakter, moral dan akhlak al-karimah.

Melalui Beasiswa juga diharapkan akan semakin banyak orang menggapai cita-citanya, walau di dera keterbatasan. Tidak boleh lagi ada istilah “orang miskin dilarang kuliah”. Keberpihakan (afirmation) menjadi misi penting, karena studi pada jenjang pendidikan tinggi memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Kisah sukses (succes story) para penerima Bidikmisi sejak dimulainya pada saat pemerintahan Susilo Bambang Yuoyono sampai hari ini Pemerintahan Joko Widodo telah menunjukan bahwa program beasiswa ini tepat sasaran. Program ini menjadi kebanggaan tidak saja bagi mahasiswa dan orang tuanya, tentu juga negeri ini.

Banyak mahasiswa yang berasal dari kalangan tidak mampu secara ekonomi dan sosial (mustadh’afin) telah berubah menjadi sarjana di berbagai disiplin ilmu. Kelak mereka menjadi ilmuwan, saintis, agamawan, diplomat juga penggerak masyarakat. Agaknya tepat untuk mengatakan slogan satu desa satu sarjana.

***

Data EMIS Direktorat Jenderal Pendidikan Islam hingga saat ini menyebutkan ada 826 PTKI, 58 PTKIN dan 768 PTKIS, yang tersebar dari Sabang-Merauke. Sebanyak 39.179 dosen menjadi penentu arah kualitas akademik 1.150.501 mahasiswa. Jumlah ini terdiri dari 712.662 mahasiswa PTKIN dan 437.842 mahasiswa PTKIS.

Data tersebut tentu sangat membanggakan. Tidak salah berulang kali Plt Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, mengatakan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pusat pendidikan Islam dunia. Kenyataan ini juga didukung dengan ulama-ulama intelektual yang berperan penting dalam mengembangkan pendidikan Islam.

Sepanjang tahun 2015-2019, Ditjen Pendidikan Islam melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam telah memberikan beasiswa Bidikmisi kepada 37.850 mahasiswa, yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi dan memepunyai potensi akademik bagus. Tidak kurang dari 30.050 mahsiswa berkesempatan studi pada UIN, IAIN dan STAIN dan 2.800 mahasiswa pada PTKIS. Anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai Bidikmisi yang sedang berjalan (on going) ini mencapai 937,2 miliar, mendekati 1 triliun.

Setelah bertransformasi menjadi KIP Kuliah, kuotanya mengalami kenaikan cukup signifikan. Jika pada 2019 kuota Bidikmisi hanya 11.000 mahasiswa, pada tahun anggaran 2020 menjadi 17.565 orang dengan total anggaran 115,9 miliar. 14.565 di PTKIN dan 3000 orang ada PTKIS.

Walau belum sebanyak yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, angka tersebut menunjukan keseriusan Kementerian Agama untuk memfasilitasi anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi. Ini menjadi human invesment yang tak ternilai harganya, apalagi terbukanya orang yang kurang mampu untuk studi.

Bagi adik-adik yang tertarik studi pada PTKI dengan fasilitas beasiswa KIP Kuliah, harus memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, mahasiswa baru lulusan MA/MAK/SMTK/SMAK/SMA/Dinyah Formal/sederajat pada tahun berjalan dan maksimal 2 tahun sebelumnya. Kedua, mahasiswa yang sedang menempuh studi pada angkatan satu tahun sebelumnya (angkatan 2019);

Ketiga, memiliki keterbatasan ekonomi tetapi memiliki potensi akademik yang baik yang didukung bukti dokumen yang sah. Pembuktian persyaratan keterbatasan ekonomi adalah dengan kepemilikan program bantuan nasional dalam bentuk KIP/KKS/KJP.

Keempat, tidak terlibat dan/atau terindikasi mengikuti kegiatan/organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Hal ini dibuktikan dengan penandatangan pakta integritas. Penerima KIP Kuliah adalah mereka yang loyal terhadap bangsa dan negaranya bukan yang mengusung idiologi khilafah atau lainnya. Kelima, bersedia untuk tidak menikah selama menjalani program.

Kita semua berharap melalui KIP Kuliah akan semakin banyak kaum terpelajar, profesional dan sekaligus mempunyai kepekaan nurani untuk tampil mengemban misi pembangunan. Impian menjadikan Indonesia Emas 2045 semakin menemukan titik temunya diantaranya melalui para sarjana yang dihasilkan dari program afirmasi semacam KIP Kuliah.

Keterbatasan ekonomi dan sosial bukan menjadikan seseorang itu lemah, justru harus diubah menjadi energi positif untuk meraih mimpi-mimpi, cita-cita dan harapan. Karena negara telah hadir untuk membantu atas pelbagai keterbatasan warganya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Ruchman Basori (Kepala Subdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Diktis)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua