Nasional

MASALAH BERIBADAH TIDAK PERLU DIATUR NEGARA

Kupang, 9/03 (Pinmas) - Wakil Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) dari Partai Damai Sejahtera (PDS), Markus Hendrik menentang keras SKB Menteri Agama dan Mendagri No.01/BER/mdn-mag/1969 tentang pendirian rumah ibadah, dan mengatakan bahwa negara tidak perlu mengatur umat beragama untuk melakukan ibadah. "Masing-masing agama memiliki tata cara beribadah dan masalah ini tidak perlu diatur oleh negara lagi," katanya kepada wartawan di Kupang, Rabu, menanggapi aksi protes dari berbagai daerah di Indonesia terhadap SKB hasil revisi yang malah lebih mempersulit umat minoritas untuk mendirikan rumah ibadah. Ia mengatakan, SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tertanggal 13 September 1969 maupun hasil revisi itu lebih bernada "provokatif" untuk menggangu ketenangan dan kerukunan hidup beragama dan antarumat beragama di Indonesia yang sudah terjalin baik selama ini. "Kita harapkan persoalan ini harus dicermati secara mendalam oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara, karena masalah ini membawa implikasi yang kurang menyenangkan bagi umat beragama dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," katanya. Menurut dia, Presiden SBY harus sesegera mungkin mencabut SKB kedua menteri itu dan memberi ruang kebebasan bagi umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing seperti yang diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Markus Hendrik mengatakan, SKB kedua menteri itu tidak hanya mempersulit eksistensi gereja-gereja yang ada di daerah mayoritas muslim seperti Jawa, tetapi juga mempersulit eksistensi masjid dan pura yang ada di daerah mayoritas Kristen seperti NTT. "Masa...persyaratan mendirikan rumah ibadah minimal harus ada 100 orang umat di daerah atau lokasi pembangunan rumah ibadah. Apakah masjid-masjid dan pura yang ada di NTT harus dibongkar semua hanya karena umatnya tinggal berjauhan dari lokasi rumah ibadah atau karena jumlahnya tidak mencapai 100 orang," katanya dalam nada tanya. Gereja-gereja Kristen Protestan yang ada di NTT, misalnya, katanya dengan merujuk pada SKB tersebut, juga akan mengalami nasib demikian karena banyak gereja yang jumlah jemaatnya tidak mencapai 100 orang. "Ini sungguh sangat berbahaya. Karena itu, Presiden SBY perlu segera mengambil langkah-langkah konkret dengan mencabut SKB kedua menteri tersebut, sebelum hal-hal yang tidak kita inginkan muncul di kemudian hari," ujarnya. Menurut dia, kerukunan hidup umat beragama dan antarumat beragama di NTT sangat luar biasa yang tercermin dari sikap toleransi umat beragama ketika mendirikan sebuah rumah ibadah atau pada saat perayaan hari besar keagamaan. Di Kabupaten Alor dan Flores Timur, misalnya, panitia pembangunan gereja justru dipercayakan kepada umat muslim. Demikian pun sebaliknya. Jika ada pembangunan masjid, panitia pembangunan masjid justru dipercayakan kepada orang Kristen, katanya. Pada saat hari raya keagamaan, seperti Natal, misalnya, justru panitia Natal adalah orang muslim, dan jika datangnya hari raya Lebaran atau Idul Fitri, panitianya justru diambil dari orang Kristen. "Orang Kristen dengan setia menunggu di suatu arena yang disiapkan untuk minum bersama setelah saudaranya dari muslim melaksanakan shalat Idul Fitri. Demikian pun sebaliknya pada saat datangnya Hari Raya Natal, ini sebuah kekayaan yang tidak pernah ditemukan di dunia manapun," ujarnya. "Apakah rasa persaudaraan kita menjadi hancur hanya karena kepentingan politik elit yang ditelorkan melalui SKB Menag dan Mendagri itu? Atas dasar itulah, kita harapkan Presiden SBY dengan bijaksana mencabut SKB tersebut demi mempertahankan tetap tegaknya NKRI," katanya menegaskan.
Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua