Opini

Memahami Edaran Menyambut Iduladha 1442 H

Suwendi

Suwendi

Pasca terbitnya Surat Edaran Menteri Agama Nomor: SE. 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Iduladha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang ditandatangani pada tanggal 2 Juli 2021, kini telah lahir Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Menyambut Iduladha 1442 H. Edaran dengan Nomor B-2168.4/DJ.I/BA.03.1/07/2021 yang ditandatangani tanggal 16 Juli 2021 ini ditujukan khusus kepada Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri.

Kedua surat edaran tersebut lahir sebagai bagian dari ikhtiar institusional dalam rangka mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang saat ini tengah mengalami peningkatan dengan munculnya varian baru yang lebih berbahaya.

Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam ini merupakan tindaklanjut atas keputusan rapat Menteri Agama dengan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama perihal Evaluasi Menyambut Iduladha 1442 H. Tentu, sebagai instansi pemerintah, Kementerian Agama dan seluruh stakeholder PTKIN, khususnya sivitas akademika PTKIN dan yang berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara), harus proaktif dalam menyamakan persepsi dan membangun narasi positif tentang definisi, makna, tujuan, dan manfaat pembatasan aktivitas selama PPKM Darurat.

Di samping itu, PTKIN juga diharap mampu turut serta dalam optimalisasi proses vaksinasi sebagai bagian dari penanggulangan penyebaran virus Covid-19, terutama pada daerah-daerah yang tengah diberlakukan kebijakan PPKM. Segala upaya yang memungkinkan, dilakukan sedemikian rupa agar Covid-19 ini benar-benar melandai dan hilang dari muka bumi ini.

Sebagaimana dimaklumi, penyebaran Covid-19 itu terjadi di antaranya manakala kerumunan dalam satu titik antar masyarakat yang tidak diketahui secara pasti kondisi kesehatannya dan tidak taat protokol kesehatan. Terlepas apakah karena aktivitas ibadah, perkantoran, proses belajar-mengajar, maupun lainnya, kerumunan itulah yang akan menyebarkan virus Covid-19 semakin meluas. Oleh karenanya, diperlukan pembatasan aktivitas yang menimbulkan kerumunan, tak terkecuali aktivitas keagamaan, yang tentu menjadi domain Kementerian Agama.

Pembatasan aktivitas keagamaan ini diatur sebagai bentuk dari upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, tak terkecuali aktivitas ibadah Salat Iduladha. Sebab, Salat Iduladha meski secara fiqhiyah memiliki hukum sunnah, bukan wajib, namun sebagian besar masyarakat muslim Indonesia merasa “kurang” jika Salat Iduladha itu tidak dilaksanakan. Diasumsikan, meski dalam situasi pandemi Covid-19, antusiasme masyarakat untuk menyelenggarakan Salat Iduladha masih tinggi. Maka, dalam konteks inilah, edaran Dirjen Pendidikan Islam lahir untuk mendorong peran-serta dan kiprah dunia PTKIN untuk menjadi teladan dan berkontribsi membangun narasi positif atas kebijakan PPKM dan pencegahan penyebaran Covid-19 di masyarakat dengan baik.

Dalam edaran Dirjen Pendidikan Islam tersebut, terdapat tujuh point penting, yakni:
(1) Terlibat secara aktif dalam sosialisasi Surat Edaran Menteri Agama Nomor 17 Tahun 2021, yakni tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Iduladha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat;

(2) Melakukan konsolidasi internal berupa penyamaan persepsi ASN dan sivitas akademika mengenai definisi, makna, tujuan, dan manfaat pembatasan aktivitas selama PPKM, dan membangun narasi positif pada lingkungan sivitas akademika PTKIN mengenai PPKM;

(3) Melarang ASN dan sivitas akademika PTKIN untuk menjadi imam, makmum, maupun panitia Salat Iduladha yang dilaksanakan di masjid/lapangan/tempat umum lainnya;

(4) Tidak menggunakan masjid kampus,lapangan atau fasilitas lainnya di kampus sebagai tempat pelaksanaan Salat Iduladha;

(5) Melakukan komunikasi intensif dengan mahasiswa, sehingga tidak terjadi persepsi yang keliru dari mahasiswa mengenai tujuan baik pelaksanaan PPKM;

(6) Tetap menjalankan persiapan penyelenggaraan pembelajaran dalam masa pandemi, khususnya dalam menjalankan optimalisasi proses vaksinasi sivitas akademika; dan

(7) Senantiasa menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

Untuk memahami edaran di atas, tampaknya perlu difahami beberapa hal berikut. Pertama, edaran Dirjen Pendis ini ditujukan kepada Rektor dan Ketua PTKIN, yang secara regulatif sama-sama sebagai bagian dari instansi pemerintah. Tak terkecuali terhadap nomor 3 (tiga) dan 4 (empat) di atas, edaran ini mengatur terhadap aparatur sipil negara dan institusi milik pemerintah. Artinya, dalam konteks ini, Dirjen Pendis memberikan arahan dan mengatur terhadap ASN dan instansi binaannya secara langsung, bukan mengatur di luar kewenangannya.

Kedua, edaran ini sama sekali tidak melarang sivitas akademika PTKIN dan masyarakat umum untuk melaksanakan Salat Iduladha. Sama sekali tidak. Salat Iduladha diperkenankan dilaksanakan, hanya saja tempatnya yang diatur agar tidak menimbulkan kerumunan, yakni bukan di masjid, lapangan atau tempat umum lainnya, tetapi di rumah. Dengan pengaturan pelaksanaan Salat Iduladha tidak di tempat umum, diharapkan aktivitas ibadah tidak berkontribusi dalam penyebaran Covid-19 ini.

Ketiga, edaran Dirjen Pendis ini mendorong agar kaum intelektual kampus PTKIN menjadi contoh dan teladan untuk menghindari segala aktivitas, termasuk aktivitas keagamaan, yang menimbulkan kerumunan di masyarakat. Oleh karenanya, ASN PTKIN diminta untuk melaksanakan ibadah Iduladha-nya bukan di tempat umum, terlebih menjadi menjadi khatib, imam, atau panitia penyelenggaraan Salat Iduladha di masjid atau lapangan terbuka yang tentunya akan menimbulkan kerumunan. Jika menjadi khatib ataupun makmun Salat Iduladha di tempat-tempat umum, tentu ASN PTKIN tersebut bukan menjadi panutan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, terlebih menyukseskan kebijakan PPKM, tetapi akan mendorong masyarakat menjadi abai dan berkontribusi terhadap penyebaran Covid-19.

Keempat, edaran ini bukanlah edaran yang berdiri sendiri, tetapi merupakan tindak lanjut dari sejumlah regulasi lain yang lebih tinggi. Direktur Jenderal memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk menerjemahkan regulasi-regulasi yang lebih tinggi itu untuk diterjemahkan ke dalam ruang lingkup otoritasnya, sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sekurang-kurangnya, terdapat empat regulasi, yakni: (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Diesease 2019 (Covid-19); (2) Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2021 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Penyelenggaraan Salat Iduladha dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M; (3) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali; dan (4) Surat Edaran Menteri Agama Nomor: SE. 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Salat Iduladha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di Wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Demikian, semoga manfaat

Suwendi (Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendidikan Islam)


Editor: Moh Khoeron

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat