Opini

Menafsir Core Values dan Employer Branding ASN

Aziz Saleh

Aziz Saleh

Pada laman Setkab.go.id (27/7/2021), secara virtual Presiden Joko Widodo melaunching Core Values “BerAKHLAK” (Berorientasi pelayanan, Akuntabilitas, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) dan Employer Branding “Bangga Melayani Bangsa” pada Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menjalankan tugas pelayanan publik. Peluncuran Core Values dan Employer Branding ini, selain bertepatan dengan HUT ke-62 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), juga memiliki makna strategis perlunya kesatuan nilai dasar dan orientasi kerja bagi seluruh ASN pusat dan daerah.

Kesatuan nilai dasar dan orientasi kerja diperlukan sebagai langgam bersama. Sebab, selama ini ditemukan nilai-nilai dasar ASN yang bervariasi pada berbagai instansi pemerintah. Kondisi yang bervariasi tersebut menjadikan kemungkinan langkah, kabijakan, dan tekanan yang berbeda dalam konsep dan praktik layanan publik yang diberikan. Oleh karenanya, peluncuran core values dan employer branding ini menjadi menarik untuk dieksplorasi setidaknya karena beberapa hal.

Pertama, peluncuran tersebut menandai pentingnya kesatuan langkah dalam memberikan layanan publik. Jika selama ini banyak ditemukan keberbedaan dalam konsep dan tata kerja layanan publik pada instansi pemerintah pusat dan daerah, maka peluncuran ini bisa menjadi starting point yang sangat penting dalam menjadikan layanan publik berkualitas sebagai target bersama. Dalam pandangan demikian, sasaran utama semangat nilai dasar dan branding ini adalah bagaimana memberikan dan mewujudkan layanan prima bagi masyarakat dengan topangan kapasitas yang mumpuni pada diri ASN.

Kedua, launching core values dan employer branding menjadi kesempatan bersama untuk bekerja secara profesional dan substantif. Dengan tantangan keserbakinian yang mewujud pada beragam disrupsi pada semua lini sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pilihan tegasnya hanyalah terletak pada upaya untuk mewujudkan profesionalisme dengan optimal. Profesionalisme niscaya sebuah derajat yang dapat dituju hanya dengan mendapatkan tiket upaya peningkatan kapasitas (capacity building) secara terstruktur dan terukur. Namun, perlu disadari bahwa semangat dan gimmick mode yang didengungkan perlu dikawal dan diwujudkan dalam langkah nyata demi mewujudkan layanan publik yang optimal. Pada titik ini, kerja substansif jelas lebih diperlukan daripada pemahaman yang mencukupkan diri pada semangat sloganistik.

Nilai-nilai yang disampaikan tersebut sesungguhnya bukan hal yang baru, namun harus terus-menerus dikampanyekan sebagai bagian dari Reformasi Birokrasi. Di dalamnya, ASN dituntut untuk meningkatkan kualitas, kapasitas, dan kapabilitas diri dalam memberikan layanan pada publik. Lebih dari itu, ASN adalah mereka yang diberikan amanah penting dalam menentukan jalannya roda pemerintahan dengan baik. Peningkatan kualitas, kapasitas, dan kapabilitas ASN ini sejalan dengan Program Prioritas Kerja Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin dalam mewujudkan profil SDM yang memiliki semangat selaku pekerja keras, dinamis, terampil, dan menguasai IPTEK.

Kendala Klasik

Branding ini tidaklah mudah, mengingat masih terdapat karakter a quo dan stereotipikal yang menjadi bawaan di setiap Kementerian/Lembaga. Secara umum, kendala klasik yang bersumber dari sikap lama tersebut adalah target dan kinerja ASN yang belum menyentuh nilai-nilai dasar atau pokok persoalan di masing-masing institusi. Betapapun dikenal adanya tekanan dan desakan perubahan serta inovasi sebagai bagian dari keniscayaan disrupsi, mentalitas seperti ini tetap merupakan pekerjaan rumah yang masih perlu diatasi sampai dengan saat ini.

Contoh mudah dari kondisi di atas, pada saat pandemi terdapat banyak kegiatan yang bersifat online. Namun demikian, sayangnya, kerja virtual tersebut tidak diimbangi dengan target dan ukuran kinerja yang jelas. Akibatnya, sisi nilai akuntabilitas menjadi sulit terukur. Kegiatan online bisa jadi akan menghemat dana APBN, namun belum tentu menyelesaikan secara efektif persoalan-persoalan terkait ASN saat ini.

Selain itu, terdapat kendala terkait kondisi demografi dan ‘penempatan’ ASN yang terkadang tidak berdasar pada kompetensi yang dimiliki. Saat ini, jumlah ASN yg berusia lebih dari 50 tahun berkisar pada angka 38% dari jumlah total ASN yang berjumlah 4,1 juta (sumber infografis PNS, BKN Desember 2020). Masih berdasarkan sumber data yang sama, tergambarkan bahwa, secara kualifikasi pendidikan formal, sejumlah ASN (sebanyak 34%) masih berstatus non-sarjana.

Kendala yang lain terkait dengan ranah kultural atau psikologi organisasi yang mengakar di masing-masing Kementerian/Lembaga. Psikologi organisasi ini merujuk pada semangat skeptis dan jumud pada nilai perubahan yang ditekankan oleh keniscayaan perkembangan dan regulasi yang dijalankan. Karena psikologi seperti ini bahkan telah membentuk dan menjadi semacam mindset dalam organisasi pemerintah, dengan sendirinya hal demikian merupakan persoalan tersendiri yang harus terus-menerus diperbaiki.

Strategi Operasional

Presiden Jokowi sudah menetapkan core value. Yang pertama adalah terkait dengan (sikap) berorientasi pelayanan. Pada makna ini, setiap insan ASN diwajibkan memiliki nilai orientasi pelayanan ini dan mengimplementasikannya dalam setiap nafas dan pekerjaan yang dilakukan. Jika pelayanan untuk stakeholder dapat dilaksanakan dengan prima, maka dengan sendirinya tolok ukur layanan akan dinilai sebagai bagian dari Employer Branding.

Nilai berikutnya adalah Akuntabilitas. Nilai ini bermakna tentang perihal rasa bertanggung jawab. Bertanggung jawab ini tentu saja terkait dengan hasil dan efektifitas dalam bekerja. Nilai ini diperlukan karena ASN dibekali dengan sumber daya oleh negara yang sudah barang tentu berupa entitas yang harus dipertanggungjawabkan.

Nilai berikutnya adalah Kompeten. Nilai ini menggambarkan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu secara memadai. ASN harus mampu membaca setiap tantangan dan perubahan zaman yang berkaitan denga tugas dan tanggung jawabnya. Meski diliputi kondisi pandemi, dalam era digitalisasi seperti sekarang, mau tidak mau ASN harus menguasai bidang teknologi informasi sebagai penunjang proses pelaksanaan pekerjaan. Nilai Kompeten ini juga seharusnya melekat dalam rangkaian alur penempatan seorang ASN dalam konteks tugas dan jabatannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya unit yang terkait dengan konteks Sumber Daya Manusia (SDM) ASN harus mampu membaca kompetensi ASN sebelum menempatkan posisi tertentu, sehingga akan terwujud the right man on the right place.

Berikutnya adalah Harmonis. Nilai ini menjadi penting, terutama dalam kaitannya dengan proses, kemampuan, dan kualitas berorganisasi dalam pekerjaan. Tanpa nilai ini, tujuan dari organisasi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, tujuan dari organisasi harus disepakati bersama dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik.

Nilai berikutnya yakni terkait dengan Loyal. Kata ini bermakna kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Adaptif, merupakan nilai yang sangat penting yang harus dimiliki, terutama di era pandemik seperti sekarang. ASN diwajibkan beradaptasi dengan tata cara kerja baru, disertai dengan sumber daya yang dimiliki dengan tidak menafikan tugas dan tanggung jawabnya.

Nilai terakhir adalah Kolaboratif. Nilai ini diperlukan sebagai upaya dari pemecahan masalah bangsa ini, yang eloknya dilaksanakan secara kolaboratif baik antarsesama ASN maupun antar-Kementerian/Lembaga. Tujuannya adalah agar pemecahan masalah menjadi lebih komprehensif dan terukur. Pada titik ini, dikenal dalam istilah manajemen keuangan negara sebagai Value for Money (VfM) dengan tekanan pada terciptanya nilai ekonomis, melahirkan derajat efisiensi, dan nilai efektifitas anggaran.

Pada akhirnya, dengan beragam tafsir dan keyakinan di atas, jika semua core value BerAKHLAK dapat diserap dan diimplementasikan oleh setiap ASN, maka dengan sendirinya Employer Branding ASN “Bangga Melayani Bangsa” akan terwujud.

Aziz Saleh, ST. M.Si, Sub Koordinator pada Bagian Data, Informasi dan Humas pada Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam


Editor: Moh Khoeron

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua