Internasional

Menag: Kerukunan Agama Dapat Perhatian Internasional

Jakarta(Pinmas) - Menag Suryadharma Ali menyatakan, secara umum kerukunan antarumat beragama di Indonesia tergolong baik. Suasananya pun aman, namun dalam perjalanannya ada kepentingan tertentu yang merusak kerukunan itu sendiri.Hal itu diungkapkan Menag ketika menerima peserta "Follow Up Training" Penguatan Toleransi di Kalangan Tokoh Muda Lintas Agama di Jakarta, Kamis (29/3) Kedatangan rombongan sebanyak 30 orang pemuda dari berbagai etnis, agama dan lembaga sosial tersebut yang dipimpin Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat berlangsung sekitar satu jam lebih.

Para peserta mendapat kesempatan berdialog dengan Menag yang saat itu didampingi Dirjen Bimas Kristen Saur Hasugian, Dirjen Bimas Buddha A. Joko Wuryanto dan Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Abdul Djamil. Kerukunan agama di Indonesia mendapat perhatian internasional. Para tokoh dari berbagai negara pun mengakui toleransi di Indonesia. Bahkan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengirim utusannya ke Indonsia dan menanyakan posisi Islam sebagai agama mayoritas yang mampu menjalin kerukunan dengan umat agama lain yang minoritas.

Di Indonesia pada hari-hari besar keagamaan memiliki hari libur, seperti Natal, Waisak, Nyepi sebagai bukti rakyat hingga presiden ikut libur pada hari besar bersangkutan. "Coba tunjukan kepada saya di dunia, negara mana yang menempatkan hari besar keagamaan sebagai hari libur bersama," kata Suryadharma Ali. Untuk itu ia mengajak para pemuda lintas agama yang tergabung dalam Center for the Study of Relegion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah agar melakukan penelitian toleransi di Indonesia. Sebab, sikap toleransi itu sudah tumbuh di tanah air di semua suku yang ada. Akar toleransi di Indonesia sungguh luar biasa, seperti pela gandong, tiga tungku dan di bebeapa daerah lainnya. Namun di sisi lain ia pun minta kepada para pemuda agar tetap waspada terhadap upaya mengganggu suasana damai. Cara merusak kerukunan paling mudah memang lewat jalur agama. Paling mudah mengadu domba adalah melalui ajaran agama dengan mengatasnamakan demokrasi dan kebebasan beragama.

"Kebebasan beragama bukan berarti menghina agama lain, merusak pokok ajaran agama bersangkutan," ia menegaskan lagi. Ia memberi contoh betapa mudahnya merusak kerukunan lewat jalur agama, misal membuat karukatur Nabi Muhammad SAW. Di agama lain pun, bila simbol agamanya dirusak, tentu akan menimbulkan kemarahan bagi pemeluk agama bersangkutan. "Saya kira ini juga terjadi pada agama lain di luar Islam," ia menjelaskan. Gambar burung garuda, yang terbuat dari papan, misalnya, jika pandangan kepalanya diputar ke arah berbalik, kiri, tentu akan menimbulkan marah bagi bangsa Indonesia. Ini sekedar contoh. Simbol agama sangat sensitif jika dirusak dan dihina, katanya.

Pada kesempatan itu Menag Suryadharma Ali menjelaskan dan sekaligus apresiasi terhadap Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang begitu gigih mengupayakan agar Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) dapat diselenggarakan di Ambon, medio Juni 2012. Ke berbagai pihak, gubernur menjelaskan tentang kesiapan provinsi itu sebagai tuan rumah dan menyatakan kediaman dan asrama umat Kristen siap menampung delegasi dari seluruh kafilah jika tak mendapatkan hotel pada saat penyelenggaraan MTQ. "Dari sisi pencitraan, tak ada yang ingin diambil pak gubernur, karena sudah dua kali memimpin daerah itu. Tapi yang jelas, ia ingin menunjukkan bahwa toleransi agama memang harus hadir di daerah tersebut," ujar Menag Suryadharma Ali. Menag menjelaskan pula tentang pentingnya pemahaman para pemuda terhadap pembangunan rumah ibadah. Sebab, ia melihat kesulitan yang dialami umat ketika membangun rumah ibadah bukan terkait dengan agama, tetapi lebih banyak pada persoalan izin mendirikan rumah ibadah.

Ketentuan mendapatkan izin dalam membangun punya prosedur. Dan hal ini harus dipahami, karena ternyata kesulitan itu bukan saja dialami umat dari kelompok minoritas. Yang mayoritas pun mengalami hal serupa. Sebelumnya Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat mengatakan, Islam sebagai umat terbesar di Indonsia tak dijadikan sebagai agama resmi. Berbeda dengan Pakistan dan beberapa negara lainnya, yang menempatkan pemeluk mayoritas menjadikan agamanya sebagai agama resmi negara. Ini menunjukkan kejelian dari para pendiri negara, kata Komaruddin. Pada acara tersebut salah seorang peserta, Zakeus Sepnat Duwiri dari GKI Klasis Manokwari, membacakan komunike bersama forum tokoh muda lintas agama peduli Papua.

Dua dari empat poin komunike itu meminta agar pemerintah pusat dan daerah mendorong para tokoh oagama, tokoh adat, akademi, media dan seluruh masyarakat untuk senantiasa meningkatkan sikap toleransi antarumat beragama. Pada poin lain ditegaskan bahwa penguatan sikap toleransi bisa tercapai bila semua pihak memiliki kesamaan pandangan untuk mengembangkan spirit toleransi aktif dan meningkatkan komunikasi yang intensif sehingga potensi konflik bernuansa agama bisa diredam hingga tingkat yang paling dalam. Penguatan toleransi antar umat beragama ini diharapkan mampu menjadi jaminan terciptanya perdamaian yang abadi.(ant/ess)

Internasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua