Opini

Mengenal Karakteristik Pendidikan Keagamaan Islam

Pesantren di Radio

Pesantren di Radio

Ada perbedaan mendasar antara pendidikan keagamaan Islam di pesantren dengan lembaga pendidikan umum. Pertama, soal referensi atau sumber belajarnya. Di lembaga pendidikan keagamaan Islam, sumber keilmuannya mayoritas berbahasa Arab yang isinya tentang hukum Islam, gramatika bahasa Arab (Nahwu/Sharaf), teologi, dan lain sebagainya.

Kedua, pendidikan keagamaan Islam yang mengacu pada PP No. 55 tahun 2007, yaitu Madrasah Takmiliyah dan Madrasah Pendidikan Al-Qur’an. Pendidikan Al-Qur’an secara khusus mengajarkan membaca, menghafalkan, dan memahami Al-Qur’an. Madrasah Diniyah Takmiliyah belajar tentang ilmu keislaman, mulai yang paling dasar sampai yang paling tinggi. Dua karakteristik pendidikan keagamaan Islam tersebut adalah aspek yang paling membedakan dengan pendidikan umum.

Peran Pendidikan Islam
Pendidikan keagamaan Islam di pesantren tentu saja mempunyai beberapa peran penting. Setidaknya ada dua poin utama yang perlu diketahui masyarakat. Pertama, selain menimba pengetahuan (knowledengane), juga menumbuhkan akal sehat (rasionalitas) serta spiritualitas.

Kedua, pembentukan karakter adalah di antara peran yang terpenting. Hal ini karena santri di pesantren secara day to day bertemu dengan kiainya, bertemu dengan ustadznya, dan bertemu dengan semua orang yang di situ belajar keislaman. Melalui sosialisasi yang sangat intens demikian, tentu akan terlihat sifat dan akhlaknya. Pembentukan karakter demikian ini terlatih karena terbiasa hidup bersama santri yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, misalnya perbedaan kesukuan, asal daerah, dan lain-lain.

Selain itu, karakter kaum santri yang dibina oleh pendidikan pesantren juga melahirkan karakter yang demokratis dan memahami pluralitas kehidupan di masyarakat. Istilah lainnya, santri cenderung moderat (mutawassith) dalam sikap beragama dan berbangsa.

Memahami Kultur Pesantren
Pendidikan keagamaan Islam dari dulu sampai sekarang tetap konsisten pada pemahaman keagamaan yang moderat. Faktornya karena para santri diajarkan perbedaan dan keragamaan keilmuan yang tidak tunggal, baik itu dalam bidang hukum Islam maupun bidang-bidang ilmu lainnya, seperti tafsir, tauhid, dan seterusnya.

Meski mayoritas menggunakan Mazhab Syafi’i, namun para santri juga diberi bekal pengetahuan keislaman dari Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan lainnya. Maka akan aneh ketika pesantren hanya mengajarkan satu mazhab saja.

Sebagian kalangan barangkali ada yang memandang kultur pesantren itu homogen, sehingga santri-santri yang masih muda ketika nanti dewasa dan lulus dari pesantren, akan ‘kaget’ dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Pandangan demikian tentu tidaklah tepat.

Pada dasarnya kultur lingkungan pesantren itu tidak homogen. Kesan homogen adalah pandangan ketika hanya dilihat dari luarnya saja. Justru ketika sudah masuk di pesantren, maka anak-anak akan masuk pada struktur yang heterogen. Sebab, pesantren pada umumnya tidak dihuni oleh para santri dari satu daerah saja, melainkan luar daerah, luar provinsi, bahkan luar pulau.

Di pesantren, ada proses pembentukan karakter bagi santri agar memahami keragaman dan kesederhanaan. Mereka juga terbiasa makan, minum, dan tidur dalam keterbatasan, sehingga lebih mudah belajar untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan baru. Pada intinya, kultur pesantren mengajarkan untuk menghargai keberagaman, kesederhanaan, dan kemandirian.

Apakah santri hanya belajar ilmu keagamaan saja? Tentu saja tidak. Sebagian besar pesantren menyediakan kegiatan dan program keterampilan seni, olahraga, wirausaha, sains, teknologi, dan lain-lain. Selain dibekali pondasi agama, santri juga diberi pondasi tentangan pandangan sosial, pandangan budaya, politik-ekonomi. Jadi pesantren tidak selalu tentang agama, justru diskusi para santri sangat cair dengan apa yang berkembang terutama di media sosial.

Tulisan ini merupakan intisari dialog dalam program "Pesantren di Radio" bersama Dr. Mahrus, M.Ag (Kasubdit Pendidikan Al-Qur'an, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren) yang disiarkan secara live oleh Radio di Elshinta pada Rabu, 13 April 2022 M. / 11 Ramadhan 1443 H. pukul 16.00 - 16.30 WIB.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI
Kenangan dan Kemenangan