Opini

Mengenal Keterbukaan Informasi Publik (#5): Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

Fungsional Statistisi Ahli Madya Rosidin

Fungsional Statistisi Ahli Madya Rosidin

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) merupakan aktor utama dalam pelaksanaan layanan informasi publik dan menjaga keamanan informasi rahasia. Kehadiran dan kewenangannya sesuai mandat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pasal 13 menyebut untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana, setiap badan publik menunjuk PPID. Pelaksanaan dan kewenangan PPID kemudian dipertegas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2008. Selain itu, Perpres ini memberi kesempatan kepada setiap badan publik untuk menunjuk PPID paling lambat 1 tahun setelah diundangkan.

Namun perkembangan implementasi UU ini bisa dibilang tersendat. Konon penyebab utamanya adalah kegamangan perangkat badan publik dari serbuan publik untuk mengakses informasi dan transisi dari kondisi sebelumnya yang relatif serba tertutup. Sampai dengan 5 tahun setelah UU ditetapkan, jumlah badan publik yang membentuk PPID kurang dari 40%. Kemudian meningkat menjadi 48,9% pada tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi 49,1% pada tahun 2015.

Pembentukan PPID
PPID dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan badan publik. PPID merupakan lembaga ex-officio melekat pada pejabat yang membidangi informasi publik. PPID dijabat oleh seseorang yang memiliki kompetensi dibidang pengelolaan informasi dan dokumentasi.

Struktur organisasi PPID umumnya terdiri atas 3 bidang, yakni bidang pengumpulan dan pengolahan informasi, bidang kearsipan dan dokumentasi, dan bidang pelayanan dan pengaduan. Bagi instansi besar bisa membentuk tim yang lebih besar dan lebih spesifik tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, PPID dibantu pejabat fungsional, seperti pranata humas, pranata komputer, statistisi, dan arsiparis.

Pembentukan PPID pada dasarnya telah sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan penyederhanaan struktur. Tidak ada mandat untuk membentuk struktur baru, tapi hanya ex-officio. Terlihat kewenangan jelas dimandatkan kepada mereka yang memiliki kompetensi di bidangnya. Kemudian memperbesar kewenangan dari sejak pengumpulan, pengolahan sampai kepada pelayanan informasi. Bahkan kewenangannya diperluas sampai pada penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa.

Artinya pembentukan PPID pada dasarnya telah membantu sebagian besar tugas dan fungsi badan publik dalam manajemen informasi. Karena selain mengelola informasi publik, juga memilah dan menjaga agar informasi dikecualikan tetap aman. Karena itu sewajarnya badan publik peduli dengan beban dan peran PPID sebagai garda depan dalam mewujudkan good governance.

Tujuan Pembentukan PPID
Kehadiran PPID dalam organisasi badan publik menjadi keniscayaan terselenggaranya keterbukaan informasi. Tugas dan tanggung jawab yang diemban semata-mata untuk mengawal tata kelola pemerintahan yang baik. Menjaga keseimbangan terselenggaranya tata kelola informasi internal dan terpenuhinya hak-hak publik akan informasi.

Pembentukan PPID bertujuan untuk membantu badan publik dalam menjamin terpenuhinya hak warga negara untuk mengakses informasi publik dari badan publik, seperti rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Sejalan dengan itu kehadiran PPID untuk mendorong dan meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, pengelolaan serta pengawasan badan publik.

PPID dapat mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terkait pengelolaan informasi. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas, dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Tugas dan Tanggung Jawab PPID
Secara umum PPID merupakan pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi di badan publik. Lebih dari itu, dalam pelaksanaannya penjarabaran tugas PPID masih dapat diperluas sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Kemudian Pasal 14 PP Nomor 61 Tahun 2010 menjabarkan sejumlah tugas pokok dan tanggung jawab dalam menjalankan keterbukaan informasi publik. Pertama penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan informasi. Untuk mendukung tugas ini, PPID melakukan sejumlah kegiatan untuk menjamin ketersediaan informasi secara baik dan kemudahan akses terhadap setiap informasi yang diperukan publik.

Agar badan publik memiliki inforrmasi berkualitas, PPID harus melakukan klasifikasi dan pendokumentasian setiap informasi yang dikuasai. Proses ini sangat penting, untuk memastikan daftar informasi yang diakses publik sesuai dengan sifatnya dan peruntukkannya. Dari sekian banyak informasi, PPID dapat memasukkan diantaranya dalam kategori dikecualikan, disertai dengan uji konsekuensi.

Uji konsekuensi dilakukan terhadap informasi yang akan dikategorikan dalam informasi dikecualikan sesuai Pasal 17 UU KIP. Dalam melakukan uji konsekuensi, PPID harus bekerja secara saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan suatu informasi tertentu yang seharusnya dikecualikan kemudian menjadi komsumsi publik. Begitu pula jika terjadi sebaliknya, berpotensi sengketa di Komisi Informasi.

PPID juga harus senantiasa mengevaluasi klasifikasi untuk disesuaikan dengan perkembangan dan retensi informasi. PPID dapat melakukan perubahan terhadap klasifikasi, mengembangkan, atau merincinya. Termasuk apabila suatu saat informasi dikecualikan sudah habis masa retensinya, maka dapat ditetapkan sebagai informasi publik. Dalam.hal ini, artinya PPID sejak awal sudah menentukan jangka waktu pengecualian dari setiap informasi dikecualikan.

Setelah seluruh daftar informasi tersusun, berikutnya PPID harus melakukan konsolidasi informasi dari setiap Satuan Kerja (Satker). Informasi tersebut kemudian disimpan dalam media yang paling aman, baik.dari gangguan fisik, akses maupun bencana.

Tugas kedua bagi PPID adalah pelayanan informasi publik. Pelayanan harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni UU KIP beserta turunannya dan aturan lain yang tidak bertentangan. Pelayanan Informasi harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan sederhana;

Setidaknya ada tiga jenis informasi yang menjadi hak publik, yakni informasi berkala, inforamai serta merta, dan informasi setiap saat. Ketiganya mempunyai konsekuensi terhadap jenis dan mekanisme dalam penyajian.

Untuk memberikan jaminan informasi dapat diakses dengan mudah, maka PPID harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi. Sistem ini dapat berbasis web atau aplikasi, menyajikan instrumen konten layanan informasi. Semakin baik layanan yang dihadirkan melalui sistem, akan mengurangi permintaan yang sifatnya manual. Begitu pula semakin baik klasifikasi informasi dihadirkan, dapat mengurangi perbedaan tafsir pengguna dan sengketa.

Ketiga, PPID harus penetapan prosedur operasional penyebarluasan informasi publik. Pedoman ini akan menjadi pegangan bersama, bagi badan publik dan pejabat publik dalam menyampaikan informasi serta bagi bagi masyarakat mengakses dan memperoleh informasi dari badan publik. Pedoman harus mudah dijangkau oleh masyarakat dan ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami.

Keempat, PPID membuat penetapan pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik. Kaitannya dengan pelayanan, tidak jarang menemukan kasus informasi yang diminta belum diklasifikasikan secara baik. Sehingga perlu pertimbangan yang melibatkan atasan PPID dan Dewan Pertimbangan.

Atasan PPID
Dalam struktur PPID, ada satu kotak berada di bagian atas, disebut dengan Atasan PPID. Atasan PPID ini secara otomatis dipegang oleh pejabat atasan langsung pejabat yang ditunjuk sebagai PPID. Salah satu peran Atasan PPID adalah memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh pemohon informasi.

Dalam proses mengajukan permohonan informasi, tidak jarang permohonan tersebut tidak mendapat tanggapan dari PPID sesuai rentang waktu yang ditentukan. Karena itu, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada PPID. Dan di sinilah peran Atasan PPID dilakukan. Tanggapan dimaksud dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.

Selain itu, pada saat terjadi sengketa informasi, Komisi Informasi akan melayangkan surat kepada Atasan PPID untuk menghadiri sidang sengketa. Proses sidang sengketa harus dihadiri langsung oleh Atasan PPID, kecuali memberikan kuasa kepada PPID.

Dewan Pertimbangan PPID
Dalam banyak contoh struktur PPID di badan publik, terdapat kotak bernama Dewan Pertimbangan. Kotak ini berada sejajar dengan Atasan PPID atau menjadi sub ordinasi Atasan PPID dengan PPID. Namun banyak juga struktur yang tidak menggunakan kotak ini.

Munculnya kotak Dewan Pertimbangan merupakan refleksi perwakilan badan publik atas pelaksanaan sejumlah tugas yang dimandatkan dalam UU. Tugas dimaksud antara lain memberikan pertimbangan terhadap kebijakan pemenuhan hak akses informasi.

Fungsi PPID
Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagaimana telah diuraikan, PPID memiliki beberapa fungsi. Pertama sebagai lembaga yang mengkoordinasikan, pengumpulan, pengelolaan, dan penyimpanan seluruh informasi publik dari setiap Satker pada sebuah badan publik. Dalam hal ini PPID bisa juga disebut sebagai pangkalan informasi publik.

Kedua, mengumumkan informasi publik yang bersifat wajib disediakan dan diumumkan secara berkala serta informasi yang bersifat wajib diumumkan secara serta merta melalui media yang tersedia secara efektif, memberikan pelayanan informasi, serta memberikan tanggapan atas setiap permohonan informasi yang diterima.

Ketiga, mewakili badan publik dalam berkoordinasi dengan Satker yang melaksanakan fungsi hukum dalam proses penyelesaian sengketa Informasi di Komisi Informasi dalam hal mendapatkan penugasan atau kuasa dari Atasan PPID.

PPID Kementerian Agama
Formulasi membentuk PPID di Kemenag terasa membingungkan pada awalnya. Ini pula yang membuat proses itu terhambat sampai tahun 2012. Salah satu persoalan yang menjadi pertimbangan karena Kemenag memiliki kantor pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu Kamenag juga menyelenggarakan pendidikan tinggi, yang belakangan oleh Komisi Informasi dianggap sebagai badan publik yang terpisah dari induknya.

Karena besarnya struktur Kemenag, maka PPID yang dibentuk tidak mungkin hanya satu di pusat. Setidaknya dapat mengikuti bentuk struktur organisasi. Namun hal itu tidak disebutkan dalam UU maupun PP, bahwa badan publik dapat membentuk PPID turunan di bawahnya.

Dalam perkembangannya pembentukan PPID di Kemenag telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan dilakukan semata mengikuti dinamika perubahan struktur organisasi dan penyesuaian efektivitas pelaksanaan tugas.

PPID Kemenag pertama kali dibentuk melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 200 Tahun 2012 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Agama tertanggal 18 Desember 2012. Dalam KMA menunjuk Kepala Pusat Informasi dan Kehumasan sebagai PPID Kemenag. Kemudian ditunjuk PPID Unit di setiap Eselon I, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Kantor Wilayah, dan Kankemenag kabupaten/kota.

Kemudian penunjukan PPID diperbaharui melalui KMA Nomor 533 Tahun 2018 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agama Dan Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agama tertanggal 23 Agustus 2018. Perubahan utama terletak pada perubahan nomenklatur dari Pusat Informasi dan Kehumasan menjadi Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi dalam struktur Kemenag. Selain merasa perlu menunjuk PPID Unit di UPT Balai Litbang, Balai Diklat, dan UPT Asrama Haji.

Untuk kedua kalinya penunjukan PPID diperbaharui melalui KMA Nomor 657 Tahun 2021 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agama Dan Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agama tertanggal 31 Agustus 2021. Perubahan mencolok adalah peningkatan kewenangan PPID Unit Pusat sebelumnya dipegang pejabat setara eselon III, menjadi pejabat setara eselon II, notabene para sekretaris Unit Eselon I. Hal ini dilakukan untuk menguatkan peran dan kewenangan PPID Unit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Sementara itu pada jajaran PTKN, ditunjuk Wakil Rektor II untuk universitas dan institut, dan Wakil Ketua II untuk sekolah tinggi. Untuk Kantor Wilayah ditunjuk Kepala Bagian Tata Usaha, dan untuk Kankemenag, Balai Litbang, Balai Diklat, tetap oleh Kasubbag Tata Usaha. Sedangkan PPID Unit Asrama Haji sementara dihilangkan. Bersambung...

Fungsional Statistisi Ahli Madya Rosidin


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua