Nasional

Mengenal Prof Imam Suprayogo, Inspirator Pengembangan PTKI (3)

Imam Safe'i

Imam Safe'i

Banyak tokoh kampus yang mewarnai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ada yang bergerak di bidang politik, riset ilmiah, organisasi masa dan juga di bidang pendidikan.

Salah satu tokoh pendidikan, khususnya pendidikan Islam adalah Prof. Dr. Imam Suprayogo. Sosok yang dari awal karirnya sudah menekuni dunia pendidikan ini telah menghasilkan karya-karya besar yang monumental dan bermanfaat, sekaligus menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk mencontohnya.

Anak desa yang lahir dari pasangan KH. Hasan Muchroji dan Hj Mariyah ini telah membuktikan dan sekaligus membanggakan orangtuanya. Sesuai nama yang diberikan dan ini tentu menjadi doa dan harapan orangtua, yaitu Imam Suprayogo, tentu kelak ingin anaknya menjadi imam atau pemimpin yang baik.

Pemimpin yang baik, salah satunya bagaimana mereka bisa menciptakan perubahan yang lebih, monumental dan bermanfaat. Tidak hanya untuk pemimpin itu sendiri tetapi juga selalu bisa menginspirasi orang lain agar selalu meniru, mencontoh, dan menghasilkan karya-karya yang serupa atau lebih baik. Inilah salah satu yang dibuktikan oleh Imam Suprayogo dengan karya-karyanya terutama dalam pengembangan Pendidikan Tinggi Islam yang monumental dan menginspirasi banyak orang untuk mencontohnya.

Salah satu hasil kerja keras yang monumental adalah ikut mengantarkan Universitas Muhammadiyah Malang sebagai kampus yang tidak hanya membanggakan di tanah air tetapi juga bereputasi internasional. Karya besar ini memang tidak seperti Roro Jonggrang menyulap Candi Sewu dalam satu malam, tetapi membutuhkan waktu bertahun-tahun yang penuh pengorbanan. Bersama tokoh-tokoh yang lebih senior seperti Prof. Malik Fajar yang diamanati sebagai rektor, Imam Suprayogo dengan penuh setia dan kesungguhan mengawal ide-ide besar untuk mewujudkan Universitas Muhammadiyah Malang sebagai universitas unggulan yang membanggakan.

Konon, seluruh pengurus rektorat dan yayasan bersedia mengagunkan sertifikat tanah masing-masing untuk meminjam uang di bank guna menambah modal keuangan untuk pengembangan kampus. Banyak cerita heroik yang menjadikan UMM bisa hebat dan besar seperti yang kita saksikan hari ini. Intinya untuk mewujudkan impian besar, tidak cukup hanya kerja keras semata, tetapi juga butuh pengorbanan. Apalagi, hanya dengan khayalan dan angan-angan, pasti semuanya tidak akan menjadi kenyataan.

Setelah masa pengabdian di UMM, Imam Suprayogo mendapat amanah baru untuk mendedikasikan diri pada almamaternya, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang. Sama juga ketika awal bersama-sama teman untuk memulai mengembangkan UMM, banyak hal yang dilihat di STAIN Malang ini untuk dilakukan perbaikan. Hal itu dijadikannya sebagai peluang berkarya.

Dengan merangkul semua kalangan, Imam menjadikan seluruh civitas kampus tidak hanya menjadi campuran tetapi menjadi larutan. Mereka secara padu bersatu mewujudkan gagasan-gagasan yang sudah dideklarasikan. Tentu tidak pernah bisa dilupakan oleh semua karyawan dan dosen kalimat-kalimat yang menyemangati mereka semua agar kompak bekerja untuk mewujudkan cita-cita bersama. Kalimat itu misalnya berbunyi, "Kita harus menginfaqkan jiwa dan raga untuk pengembangan kampus agar unggul, unggul, dan unggul".

Ini bukan sekedar slogan atau nasehat bijak yang hanya diucapkan, akan tetapi karena betul-betul dijiwai, dilakukan dan diberikan keteladanan, maka setiap insan kampus dengan penuh keikhlasan memberikan dukungan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang bisa didedikasikan.

Dengan menyadari bahwa kunci utama kemajuan kampus adalah Sumber Daya Manusia (SDM), maka perhatian utama Imam adalah fokus membuka kesempatan studi lanjut bagi dosen yang belum doktor. Bahkan, mereka diharuskan dan dibantu melakukan kunjungan ke kampus luar negeri sebelum selesai program doktornya.

Berlahan-lahan, jumlah dosen yang bergelar doktor dalam pelbagai disiplin ilmu terus bertambah. Kondisi ini tidak hanya mendongkrak marwah dan reputasi kampus, tetapi juga mengantarkan transformasi kampus dari STAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Malik Ibrahim Malang.

Tahun 1998, kampus ini menjadi yang pertama mengajukan alih status. Waktu itu, Menteri Agama belum menyetujui. Sehingga, STAIN mencari jalan lain dengan mengubah menjadi Univeritas Islam Indonesia Sudan (UIIS). Perubahan ini diresmikan Wakil Presiden Sudan dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Tahun 2002 bersamaan waktunya dengan perubahan IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta. Baru pada 2004, STAIN Malang resmi berubah menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang karena status UIIS dianggap tidak syah.

Perjalanan panjang ini pasti memberikan pembelajaran yang berharga dan mengesankan bagi siapa saja yang ikut aktif sebagai aktor perubahan. Mewujudkan impian besar seperti ini tidak hanya bermodal kemampuan akademis semata, tetapi harus punya keberanian karena dalam proses mewujudkannya pasti menghadapi banyak rintangan dan kadang kala juga cibiran dan olokan-olok yang kurang menyenangkan. Sekali lagi keyakinan, daya juang, dan keberanian termasuk faktor yang menentukan keberhasilan.

Menyadari bahwa keberhasilan bukan ditentukan oleh Superman akan tetapi Super Team, maka perhatian Imam Suprayogo tidak hanya kepada para dosen yang dianggap sebagai ujung tombak pembelajaran di perguruan tinggi. Imam juga memberi perhatian pada pegawai dan karyawan, mulai cleaning service hingga tingkat pimpinan. Bahkan, Imam juga ikut mengusahakan dan membantu atau membelikan rumah, khususnya bagi mereka yang hingga menjelang pensiun belum memiliki tempat tinggal.

Dengan komitmen marangkul semua kalangan seperti ini maka bangunan kelembagaan dirasakan semakin kokok karena dari pondasi hingga gedung yang menjulang saling menguatkan. Dalam kondisi yang sudah mesra dan penuh kebersamaan ini, Imam sering menyampaikan, "Kita harus siap puasa, karena sedang menanam (waktu masih status STAIN). Kalau nanti sudah panen kita bisa menikmati buahnya bahkan tidak hanya kita sendiri, orang lain juga akan ikut menikmati meskipun mereka tidak ikut menanam".

Kalimat-kalimat yang diungkapkan seperti ini ternyata terpatri dan menjadi sumber motivasi untuk mewujudkan mimpi perguruan tinggi. Dengan terus mengajak semua untuk berinovasi dan melakukan perubahan, kini mata kita dipaksa terbelalak menyaksikan kampus pinggiran itu berubah menjadi kebanggaan. Berapa puluh ribu kini mahasiswa bisa menikmati kampus yang asri dengan pelbagai keunggulan dan distingsi. Tidak hanya dinikmati oleh mahasiswa Indonesia, tetapi juga dari banyak penjuru negara. Saat ini dibandingkan dengan PTKIN yang lain, UIN Malik Ibrahim merupakan kampus yang menjadi destinasi utama studi mahasiswa-mahasiswa dari pelbagai manca negara.

Di antara inovasi rintisan Imam Suprayogo yang dicontoh (cloning) oleh banyak Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) adalah pengembangan bahasa asing dan ma'had kampus. Sebagai ciri khas lembaga pendidikan Islam, maka kajian bidang keislaman tidak boleh diabaikan hanya karena mengedepankan materi umum. Memang tuntutan sebagai universitas adalah dibukanya program studi umum, tetapi sebagai lembaga pendidikan Islam, sekali lagi kajian keislaman tidak boleh dikalahkan.

Pendirian Ma'had Kampus ini salah satu prestasi yang monumental. Dengan mewajibkan mahasiwa baru di tahun pertama harus mondok di Ma'had Kampus, diharapkan mereka semakin kuat dan mantap dalam penguasaan kajian keislamannya. Di ma'had, mahasiswa juga dibekali nilai dan tradisi keagamaan sehari-hari. Hal ini diyakini akan menambah wawasan keagamaan mahasiswa.

Lulusan UIN Malik Ibrahim ini tidak hanya diproyeksikan mendakwahkan Islam dan ilmu pengetahuan di tanah air saja. Lebih dari itu, mereka diharapkan bisa ikut menyinari dan mewarnai dunia. Oleh karena itu, penguasaan bahasa asing menjadi wajib hukumnya.

Prestasi-prestasi yang yang tidak kalah membanggakan dan hari ini banyak dicontoh PTKI lain adalah gagasan dan upaya dalam mewujudkan integrasi Agama, Sains dan Teknologi. Gagasan itu diformulasikan dalam metafora Pohon Ilmu yang kemudian dikenal dengan sebutan Pohon Ilmu UIN Malang.

Satu lagi yang layak ditiru oleh para akademisi adalah ketekunan Imam merumuskan dan menuangkan renungan, pemikiran, dan pengalamannya melalui blog pribadi selama hampir sembilan tahun. Ini tentu bukan waktu yang pendek hingga menghasilkan 4.674 artikel. Prestasi ini tidak terlepas dari pengamatan dan pemantauan Museum Rekor Indonesia (MURI) hingga memberikan penghargaan dan hadiah untuk penulisan selama setahun dan tiga tahun.

Hari ini beliau sudah tidak lagi mengemban tugas seperti sebelumnya. Namun, rintisan, karya dan jasanya tidak terlupakan. Meski tidak memimpin perguruan tinggi secara resmi, sampai hari ini waktunya tidak cukup untuk memenuhi permintaan masyarakat dan perguruan tinggi yang ingin mendapatkan pencerahan dan inspirasi. Tidak terhitung berapa kampus dan perguruan tinggi yang meminta mencamtumkan nama beliau sebagai pembina dan pengurus lembaga.

Hal ini sangat bisa dipahami karena orang tidak percaya dengan pendapat, omongan dan makalahnya saja, tetapi percaya dan yakin terhadap bukti.

"Bibit unggul akan selalu tumbuh, berkembang dan berbuah ditanam di manapun, di tanah yang tandus atau kering, apalagi subur dan berair".

Imam Safe'i (Pasien Isolasi Mandiri Covid-19)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua