Opini

Menjaga Asa Integritas Sahabat Penghulu

Kabag Ortala, Kepagawaian, dan Hukum Ditjen Bimas Islam, Thobib Al-Asyhar

Kabag Ortala, Kepagawaian, dan Hukum Ditjen Bimas Islam, Thobib Al-Asyhar

Tulisan ini sengaja didedikasikan untuk seluruh sahabat, teman, dan pegawai yang berprofesi sebagai penghulu. Kenapa penghulu? Karena penghulu adalah profesi mulia. Tugasnya spesifik, yaitu “membahagiakan” pasangan calon pengantin yang ingin menikah, dan seluruh keluarganya.

Di sadari betul bahwa penghulu adalah etalase Kementerian Agama. Baik buruknya Kementerian Agama, salah satunya, disumbangkan oleh peran penghulu, selain layanan Ibadah haji, pendidikan Islam, dan layanan kebimasan lainnya.

Mengingat posisinya yang sangat strategis sebagai garda terdepan layanan publik, Kementerian Agama terus berupaya agar peran-peran kepenghuluan benar-benar berjalan dengan maksimal, mudah, cepat, dan bebas dari korupsi, baik dalam bentuk pungutan liar maupun gratifikasi.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, sangat konsen pada kinerja penghulu. Menurutnya, penghulu adalah pelayan yang menjadi ujung tombak di Kementerian Agama, sehingga harus benar-benar kerja profesional dan bersih. Tidak boleh ada gratifikasi, apalagi pungli dan tindakan insipliner lainnya.

Salah satu gebrakan yang diperjuangkan agar penghulu terbebas dan membebaskan diri dari gratifikasi dan pungli dalam pelayanan nikah adalah terbitnya PP 48 tahun 2014 tentang PNBP Nikah dan Rujuk. Lalu terbit PP 19 tahun 2015 tentang PNBP di lingkungan Kementerian Agama.

Substansi dari regulasi tersebut adalah adanya kepastian biaya nikah (Rp 0,- untuk nikah di KUA dan Rp 600 ribu untuk nikah di luar KUA dan jam kerja) dengan memberikan uang transport dan honorarium untuk penghulu saat melaksanakan tugas pernikahan. Pemberian transport dan honorarium tersebut telah melalui kajian mendalam yang melibatkan banyak pihak, dan dinilai cukup dan pantas. Sehingga tidak selayaknya penghulu menerima, meminta, dan mencari celah tambahan uang lebih dari masyarakat yang dilayani.

Berbagai upaya pun dilakukan melalui sosialisasi di tingkat Pusat dan Daerah, surat edaran, iklan-iklan, pemberlakuan Zona Integritas, mengembangkan budaya bersih melayani, dan masih banyak lagi agar penghulu tetap fokus bekerja, lebih profesional dan bersih dari perilaku koruptif dan perilaku indisipliner lainnya. Hasilnya pun cukup bagus dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) layanan publik KUA dari waktu ke waktu makin membaik.

Namun demikian, dari jumlah penghulu sebanyak 4.775 orang di seluruh pelosok nusantara, masih ada saja beberapa oknum yang memang perlu “banyak-banyak minum Aqua”. Maksudnya, perlu lebih fokus bekerja yang berorientasi pada hasil terbaik dan memuaskan masyarakat yang dilayani, sehingga tidak lagi mikir dan bertindak konyol, seperti melakukan pungli dan tindakan indisipliner.

Meski dalam banyak kasus terkait dengan peran pihak-pihak luar, seperti P3N/Modin/Amil/Lebe yang rumit dan kompleks karena menyangkut juga beberapa pihak lain yang berkepentingan, khususnya aparat desa/kelurahan, namun integritas penghulu sebagai individu yang memiliki tugas untuk melayani masyarakat perlu terus dijaga.

Beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian agar penghulu tetap menjaga integritas tinggi, yaitu perlunya mereka menghindari tiga kelompok besar perilaku yang dapat menjadi sebab disebut pelanggaran disiplin sebagai abdi bangsa, yaitu:

Pertama, malpraktik administrasi. Dalam sistem pengelolaan administrasi biaya nikah dan rujuk, penghulu harus benar-benar memiliki komitmen tinggi agar tidak ada pelanggaran secara sengaja dan sistematis dalam bentuk pembuatan laporan keuangan dengan “meng-KUA-kan” laporan nikah di luar kantor.

Model malpraktik administrasi tersebut dapat beresiko terhadap dijatuhkannya hukuman disiplin jika dibuktikan kebenarannya. Bentuk hukumannya bisa dari yang paling ringan hingga paling berat. Mulai hanya sekedar diberikan surat tidak puas dari atasannya, dimutasi ke tempat lain, di-nonjob-kan, hingga dicabut jabatan fungsional penghulunya.

Kedua, praktik pungutan liar kepada calon pengantin melalui berbagai modus. Mulai dari alasan untuk biaya administrasi, pembelian kalender, iuran BP4, hingga tambahan transport penghulu, dan masih banyak lagi. Demikian juga gratifikasi yang memang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini masih terjadi baik dalam kapasitas individu maupun kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti P3N, maupun aparatur desa/kelurahan.

Untuk menjaga integritas penghulu, perlu pengawasan intensif dan pembinaan secara menyeluruh, khususnya dari instansi pembina langsung, yaitu Kasi Bimas Islam di Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kepala Kemenag Kabupaten/Kota, Kabid Urais/Bimas Islam, dan Kepala Kanwil Wilayah Provinsi.

Ketiga, layanan yang tidak berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada, seperti menikahkan pasangan calon pengantin yang statusnya masih dalam ikatan perkawinan yang belum diputus oleh pengadilan. Juga menikahkan pasangan calon pengantin yang masih ada wali tanpa persetujuannya.

Sebenarnya masih banyak lagi soal-soal kepegawaian yang sering jadi dasar penjatuhan hukuman disiplin, seperti tidak masuk kerja tanpa keterangan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran disiplin pegawai lainnya.

Tulisan ini hanyalah catatan kecil sebagai atensi untuk menjaga asa integritas penghulu agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar disiplin pegawai ASN. Sepandai apapun, serapi apapun perilaku indisipliner, seperti pungli, malpraktik administrasi melalui pembuatan laporan palsu, menikahkan tanpa prosedur, dan lain-lain, maka cepat atau lambat akan terbongkar. Kenapa? Ini alasannya:

Pertama, sekarang ini zaman teknologi sangat canggih. Dunia informasi sangat mudah diakses oleh setiap orang di seluruh pelosok nusantara. Katakanlah apa yang dilakukan rapi, nyaris tidak ada kemungkinan bocor, maka melalui teknologi akan sampai juga ke Inspektorat atau pihak yang berwenang.

Masyarakat semakin mudah mengakses dumas (pengaduan masyarakat) layanan publik di KUA, baik melalui email, media sosial, WA, maupun website yang memang sudah disediakan. Dapat dibayangkan, jika setiap orang bisa mengadukan melalui smartphone kapan saja dan di mana saja, itu artinya kita seperti hidup dalam aquarium yang bisa dilihat dari semua sudut.

Kedua, Inspektorat Jenderal telah menerapkan WBS (Whistle Blower System) untuk menampung berbagai pengaduan internal terhadap pelanggaran disiplin ASN. Janganlah begitu yakin bahwa setiap perilaku yng kita sembunyikan tidak akan terungkap. Bukankah setiap diri manusia memiliki potensi fujur (maksiat) dan takwa.

Setiap pegawai yang menjadi teman sendiri sekalipun, berpotensi melaporkan tindakan indisipliner melalui WBS. Karena WBS dibuat dengan sistem khusus yang akan melindungi identitas pelapor. Jadi, sangat mungkin teman sendiri akan menjadi penyambung lidah kesalahan kita kepada orang lain.

Ketiga, ini soal nurani orang beragama. Memang setiap manusia memiliki potensi fujur (maksiat) dan takwa. Namun fitrah manusia adalah suci. Maka saat kita bertanya pada hati sanubari (hati terdalam) yang berhubungan dengan perilaku dosa (salah), maka dia akan memberikan signal agar kita tidak melanjutkannya. Anyway, kita adalah orang beriman yang percaya sama Allah, dan Allah memiliki segalanya untuk tahu atas semua sikap dan perilaku kita.

Jadi, semua hal yang telah diatur secara tegas oleh peraturan yang ada, marilah kita jaga bersama agar kita tetap memiliki asa untuk meneguhkan integritas pribadi dan organisasi. Namun demikian, integritas seorang penghulu juga perlu dukungan dari masyarakat supaya mereka tetap bekerja secara amanah dan professional. Wallahu a’lam.

Dr. Thobib Al-Asyhar, M.Si.
(Kabag Ortala, Kepagawaian, dan Hukum Ditjen Bimas Islam, Kemenag RI)

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Kolom Lainnya Lihat Semua