Opini

Menyambut Kehadiran Bulan Ramadan

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (Hadis shahih, dan diriwayatkan oleh An –Nasa’i)

Makna Kehadiran Ramadan

Hadis ini memberikan gambaran ekspresi Rasulullah SAW dalam menyambut kehadiran bulan suci Ramadan.

Kalimat “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi” dapat dipahami bahwa ramadan menghampiri ruang keimanan atau spiritualitas manusia. Ada manusia yang memiliki ruang keimanan yang luas sehingga gembira menyambut kehadiran Ramadan. Namun, ada pula yang ruang keimanannya sempit sehingga Ramadan disetarakan dengan bulan-bulan lainnya tanpa adanya respon kegembiraan.

Makna ini dipahami dari kata “ataakum“ yang menunjukkan bukan fisik manusia yang didatangi Ramadhan tetapi keimanannya.

Oleh karena itu, Allah SWT memanggil ruang keimanan manusia ketika mewajibkan ibadah puasa sebagaimana dalam surah Al-Baqarah: 183,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Dalam Majalah Al Azhar bulan Ramadhan tahun 1421, Syeikh Hasan Al Bashri RA menjelaskan bahwasanya Allah SWT menciptakan bulan Ramadan sebagai arena perlombaan bagi makhluk-Nya, dimana mereka berlomba-lomba dalam meraih rida-Nya.

Sebagian manusia mampu mencapai garis finish, namun sebagian lain tertinggal dibelakang tanpa mampu melanjutkan perlombaan. Menurut beliau, faktor dominan kekalahan dalam arena Ramadan adalah sempitnya ruang keimanan sehingga tidak mampu memotivasi untuk melakukan berbagai ibadah sebagaimana sebagian lain amat mudah melakukannya. Sehingga orang tersebut berada dalam arena namun hanya mendapatkan keletihan fisik belaka.

Keberkahan Ramadan

Kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadan tidak terlepas dari berbagai bentuk keberkahan yang dijanjikan baik materil maupun spiritual. Kalimat “bulan yang diberkahi” telah cukup menjadi alasan mengapa kita harus gembira dengan Ramadan, karena tidak ada yang paling bernilai di alam dunia ini selain keberkahan. Keberkahan itu sendiri bermakna tumbuh atau bertambah kebaikan, dimana segala yang dimiliki diarahkan dalam konteks ketaatan kepada Allah SWT. Tingkat keberkahan di bulan Ramadan tidak ada bandingannya dengan keberkahan-keberkahan yang Allah tawarkan kepada makhluk-Nya di bulan-bulan selain Ramadan.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menjelaskan beberapa bentuk keberkahan spiritual di bulan Ramadan antara lain: pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, dan terdapat satu malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan yaitu lailatul qadr.

Makna “pintu-pintu surga dibuka” adalah mudahnya seorang muslim menjalankan berbagai kebaikan secara istiqamah sehingga menutup akses keburukan, dan syetan tidak berdaya mengalihkannya kepada kesesatan. Beruntunglah saudaraku, jika anda tidak terhalang dari keberkahan. Beruntunglah saudaraku, jika anda tergolong orang yang dimudahkan Allah SWT dalam menjalankan kebaikan.

Dengan alasan keberkahan inilah, Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga, tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira, jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan).

Ramadan di Tengah Pandemi Covid 19

Di akhir hadis tersebut diakhiri dengan kalimat “Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi”.

Sebuah kalimat peringatan bagi orang yang melalaikan kehadiran bulan Ramadan dengan tidak melaksanakan perintah berpuasa dan kewajiban lainnya sehingga dijauhkan dari keberkahan Ramadan.

Ramadan di tengah pandemi Covid 19 ini tentunya muncul tantangan baru dalam menjalankan ibadah. Munculnya rasa takut terjangkit Covid 19 menjadi tantangan tersendiri dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan tahun ini. Perasaan ini membatasi ruang gerak kita dalam menjalankan ibadah, dari ibadah di masjid menjadi di rumah, silaturrahim secara fisik menjadi via online, dan lain sebagainya. Namun harapan baru akan muncul, dimana kita semua menjadikan rumah sebagai sentral aktivitas beribadah bersama anggota inti keluarga.

Agar kualitas ibadah Ramadan tahun ini tetap terjaga, maka lakukanlah konsep 2S yaitu SABAR dan SHALAT sesuai firman Allah SWT surah Al Baqarah ayat 153,

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Sabar dalam konteks pandemi Covid 19 antara lain: beribadah, bekerja, dan belajar di rumah, rajin mencuci tangan, tidak keluar rumah kecuali terdapat urusan pentin dan keluar dengan menggunakan masker. Sedangkan shalat dalam konteks pandemi Covid 19 antara lain: Shalat berjemaah bersama anggota inti keluarga di rumah, berbuka puasa bersama keluarga, tilawah Al Qur’an di rumah, memperbanyak zikir dan bershadaqah.


Demikian semoga bermanfaat.


Subhan Nur, Lc, M.Ag

(Kepala Seksi Pengembangan Metode dan Materi Dakwah Dit. Penerangan Agama Islam)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua