Opini

Peran Penyuluh Agama di Tahun Politik

Penulis: Thobib Al-Asyhar

Penulis: Thobib Al-Asyhar

Tahun 2018 disebut sebagai tahun politik. Istilah ini banyak digunakan oleh para tokoh dan media terkait dengan hajatan demokrasi di negeri ini. Tercatat ada 171 penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2018 di seluruh Indonesia. Hal sama akan terjadi pada tahun 2019, seiring penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif dan presiden.

Dalam dunia politik, hampir semua sisi kehidupan bisa diolah menjadi isu, dapat dijadikan kekuatan, sekaligus senjata melemahkan lawan. Apalagi, iklim demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan telah memberikan ruang luas kepada setiap orang dalam bersikap, berekspresi, dan bertindak sesuai koridor yang disepakati.

Demokrasi menjadi jalan yang dipilih bangsa ini dalam bernegara, dan itu sudah dilalui dengan relatif mulus. Namun demikian, pelaksanaan pilkada serentak pada ratusan daerah yang dilanjutkan pemilihan legislatif dan presiden adalah hajatan kali pertama.

Dalam konteks ini, agama dan suku selalu menjadi isu paling sensitif. Keduanya tidak jarang dijadikan alat politik untuk meraih dukungan. Di sinilah titik kritis yang perlu mendapat perhatian bersama agar setiap potensi persoalan bisa diantisipasi sehingga harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara tetap terjaga.

Peran Publik

Dalam konteks kebangsaan, penyuluh agama memiliki posisi yang sangat penting. Mereka bisa disebut sebagai salah satu tulang punggung pemerintah yang bertugas memberikan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama. Penyuluh agama bisa disebut juga, meminjam istilah Bung Karno, sebagai "penyambung lidah" pemerintah kepada masyarakat atau masyarakat kepada pemerintah.

Data Kementerian Agama, saat ini terdapat 81.185 penyuluh (semua) agama di Indonesia, baik berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Non PNS. Mereka memiliki jenis tugas masing-masing, seperti pembinaan pada rumah-rumah ibadah, pembinaan kerukunan umat beragama, penyiaran ajaran agama yang moderat, penanggulangan radikalisme, pencegahan bahaya Narkoba, pemberdayaan ekonomi umat, pendampingan dan pembinaan rohani bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, serta tugas-tugas kemasyarakatan lainnya. Mereka telah dibekali dengan wawasan kurikulum, metode, dan pola pendampingan masyarakat.

Di wilayah terdalam dan terluar (perbatasan), penyuluh agama juga hadir memberi pencerahan dan peningkatan kesadaran dalam beragama. Mereka berkolaborasi dengan berbagai pihak agar masyarakat tetap mendapatkan bimbingan agama. Mereka juga mengabdikan diri untuk menjaga wilayah-wilayah kedaulatan melalui pengajaran tentang wawasan kebangsaan dan kecintaan kepada Tanah Air (hubbul wathan).

Arahan presiden Jokowi kepada sekitar 6.000 penyuluh agama di Simpang Lima Semarang, Sabtu (14/4), menekankan bahwa negara, melalui penyuluh agama, melindungi masyarakat dalam berkeyakinan dan menjalankan ajaran agamanya. Jokowi juga berpesan agar penyuluh memberi keteladanan, empati, saling menghormati, dan ikut menjaga kerukunan. Meski preferensi politik masyarakat berbeda-beda, penyuluh agama harus membimbing masyarakat agar tetap menjaga harmoni dan tidak terpecah belah. Karena mempertajam perbedaan politik hanya akan menghabiskan energi.

Di banyak kesempatan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga sering menyampaikan pesan kepada penyuluh agama agar mampu mendeliver pesan-pesan agama sekaligus menjadi juru penerang masyarakat. Menag juga menekankan pentingnya para penyuluh agama mensosialisasikan sembilan seruan tentang ceramah di rumah ibadah.

Di ranah publik yang lebih luas, misalnya media sosial, para penyuluh agama juga dituntut mampu menjadi "obat penawar" di tengah mewabahnya virus-virus sosial. Penyuluh diminta mengawal masyarakat agar dapat bertransformasi dengan positif. Di tengah maraknya ujaran kebencian di berbagai media, penyuluh agama juga harus hadir dengan pendekatan yang lebih responsif sesuai kebutuhan zaman.

Tugas Profetik

Penyuluh agama juga memiliki tugas profetik. Posisi penyuluh sangat sentral karena ditempatkan seperti ulama/rahib/biksu/pastur, sebagai pewaris para nabi. Di antara tugas profetik penyuluh agama adalah:

Pertama, mengajarkan ilmu (tarbiyah) khususnya berkaitan dengan wisdom. Tugas ini dilakukan dalam bentuk bimbingan kepada masyarakat binaannya agar memiliki wawasan keagamaan dan kebangsaan.

Kedua, menyempurnakan akal (rasio). Kemampuan rasio umat perlu didorong agar mampu menemukan kualitas hidup yang bertumpu pada pilar-pilar ilmu pengetahuan. Penyuluh harus mampu mentransfer ilmu kepada masyarakat yang dibutuhkan agar tidak mudah dipermaikan secara politik.

Ketiga, menegakkan keadilan secara lebih luas. Tugas ini mungkin telah melekat pada profesi lain, seperti hakim, pejabat publik, atau lainnya. Namun, penyuluh juga setidaknya harus bisa menunjukkan perilaku adil sehingga menjadi teladan bagi umatnya, khususnya dalam urusan politik praktis.

Keempat, menyelamatkan manusia dari kegelapan dan mengajak pada kehidupan yang lebih baik. Tugas ini ditekankan pada aspek pengembangan moral agar umat memedomani nilai-nilai universal agama. Agama jangan hanya dimainkan di luarnya tanpa memperhatikan substansi ajarannya.

Kelima, mengingatkan umat akan nikmat-nikmat Tuhan. Jika dilihat faktanya, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Selain itu Indonesia tercipta sebagai bangsa yang mencintai kedamaian dan rukun dalam bingkai kemajemukan. Ini merupakan anugerah Tuhan yang amat besar yang patut disyukuri, agar mesyarakat terus menjaganya dan tidak boleh terpecah belah. Jangan hanya karena perbedaan politik lalu bermusuhan. Tugas penyuluh adalah selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak lalai atas nikmat-nikmat yang Tuhan diberikan.

Keenam, membebaskan manusia dari sikap dan perilaku destruktif. Ada kecenderungan sebagian masyarakat yang mengarah pada sikap dan perilaku merusak dalam semua sendi kehidupan, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, perilaku seksual menyimpang, dan lainnya. Penyuluh hadir untuk membebaskan masyarakat agar terhindar dari situasi tersebut agar tidak merusak tatanan sosial yang sudah mapan dan baik.

Dari tugas profetik ini, penyuluh agama diharapkan dapat mencairkan suasana yang panas, melembutkan yang keras, dan mendamaikan yang bertikai sehingga eksistensinya benar-benar dirasakan masyarakat. Saatnya penyuluh agama berperan secara lebih optimal, dan semua pihak juga memberikan perhatian lebih agar mereka tetap berdiri dengan kepala tegak, mendapat kesejahteraan yang layak, dan tentu saja dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.

Thobib Al-Asyhar
(Kabag Ortala, Kepegawaian, dan Hukum Ditjen Bimas Islam)

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat