Hindu

Pitutur Wibisana

I Wayan Sutarga

I Wayan Sutarga

Om Swastyastu. Om Awignam Astu Namo Sidham. Umat sedarma yang berbahagia. Mimbar Hindu kali ini mengangkat tema tentang “Pitutur Wibisana”

Sebelum menuju pada rangkaian materi, marilah renungkan kutipan Wirama Kusumawicitra di bawah ini yang termuat dalam Kitab Niti Sastra Sargah V Bait ke-3. Wasita nimittanta manemu laksmi. Wasita nimitantta pati kapangguh. Wasita nimittanta manemu duka. Wasitta nimittanta manemu mitra.

Artinya: Oleh perkataan engkau akan mendapatkan kebahagiaan. Oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu. Oleh perkataan engkau akan mendapat kesusahan. Oleh perkataan engkau akan mendapatkan teman.

Di dalam kehidupan ini, kita sering melaksanakan interaksi dengan sesama manusia, baik individu maupun kelompok. Jangan sampai perkataan kita yang tidak benar dapat menimbulkan bencana bagi orang lain maupun diri kita sendiri. Sudah sepatutnya kita secara bijaksana mampu dan berusaha dengan semaksimal mungkin menggunakan kata - kata yang kita ucapkan dengan penuh kesadaran untuk berbuat baik dalam perilaku kita sehari - hari. Karena dengan perkataan yang baik timbullah perilaku dan pikiran yang baik dan bijaksana.

Pentingnya perkataan akan mampu menyeberangkan seseorang ke arah yang baik. Begitu juga sebaliknya, melalui perkataan bahkan akan menyebabkan kehancuran untuk orang lain dan diri kita sendiri. Perkataan yang mampu untuk memengaruhi individu atau kelompok untuk menuju jalan kebaikan ataupun kebenaran, perkataan yang dirangkai dengan pola susunan kalimat yang di dalamnya mengandung pesan moral dan sangat identik disebut dengan pitutur. Dalam pengertiannya, kata pitutur berasal dari Bahasa Jawa Kuna yang berarti pelajaran, nasihat atau peringatan.

Pitutur adakalanya berupa cerita yang di dalamnya menjelaskan rangkaian pesan moral yang sangat kuat dan sangat bijaksana. Misalnya, pitutur yang terkandung dalam epos Ramayana. Ada bagian saat Wibisana menasehati rajanya (Rawana) yang merupakan kakaknya sendiri. Percakapan ini terdapat pada Kanda ke VI (yang disebut dengan Yuddha Kanda) pada sub topik 4 (empat) dan 5 (lima) dari 50 (lima puluh) sub topik yang diceritakan pada Kanda ke-VI. Pitutur ini sampai sekarang dikenal dengan sebutan Pitutur Wibisana.

Berawal dari terbakarnya kerajaan Lengka yang disebabkan oleh Hanuman, pada saat itu Rawana mengumpulkan menteri dan para penasehatnya di aula kerajaan untuk melaksanakan diskusi, menyiasati kejadian tersebut untuk ke depannya. Hal ini dilaksanakan karena adanya pesan dari Hanuman yang mengatakan bahwa rajanya (Rama) akan datang ke sini menjemput Dewi Sita sesuai permintaan Dewi Sita sendiri.

Hal ini membuat Rawana khawatir akan diserang oleh Rama dengan pasukan keranya. Dengan amarah dan kekhawatiranya, Rawana meminta agar para penasehat kerajaan menyatukan pendapat tentang langkah yang harus dilakukan. Aku ingin nasehat dari para bijak di ruangan ini terhadap bahaya yang mengancam ini.

Para raksasa berdiri dengan hormat di depan rajanya. Salah satu dari mereka memberi pendapat dan nasehat untuk mengalahkan Rama. Hal ini dikarenakan kekuatan Rawana yang dimiliki sangatlah hebat, yang bisa menaklukan tiga dunia, tidak sebanding dengan kekuatan Rama yang hanya manusia biasa.

Kemudian Prahastha, menteri kesayangan Rawana, bediri dan berkata “Para Dewa, asura, gandarwa dan pisacha telah dikalahkan oleh anda, lalu mengapa anda menghawatirkan dua manusia biasa itu. Untuk menindaklanjuti hal ini berikanlah hamba perintah, maka hamba sendiri mampu untuk menghadapi kedua manusia biasa itu. Di sisi lain para menteri juga sependapat akan hal itu, memberikan kata-katanya untuk menghiburnya.

Kini tibalah giliran Wibisana berdiri dan berbicara dengan penuh kebijaksanaan. Ia berkata, “Kakak, untuk mendapatkan keberhasilan dari suatu tugas, orang harus menempuh tiga cara yaitu, Sama, Dana, dan Beda. Jika ketiga cara itu gagal, maka orang harus menggunakan Danda. Janganlah gegabah mempertimbangkan hal ini. Kemauanmu ini akan merugikan nasib dari masyarakatmu. Aku sangat tahu tentang Rama. Dia telah bisa menaklukan amarah dan indranya dan tak seorangpun menyamai keagungannya. Aku juga melihat Dewa dalam dirinya. Dan juga pertimbangkanlah lagi tentang Hanuman. Iya mampu menyebrangi lautan luas yang tidak pernah bisa disebrangi oleh mahluk duniawi. Kita tidak boleh meremehkan seseorang tanpa kita mengenalnya. Jangan tergesa-gesa menafsirkan kekuatan mereka.

Menginginkan istri orang lain adalah penyebab nama buruk. Itu bahkan bisa mengurangi umur seseorang dan menghancurkan hak seseorang atas sebuah tempat di surga. Tindakan kakak ini tidak akan memberikan kebaikan pada kami. Dengarlah kata-kataku dan kembalikanlah Sita pada Rama. Kemarahan adalah sifat yang harus dihindari karena kemarahan akan membutakan manusia. Kemarahan ibarat awan yang membutakan pemikiran dan membuat kita tidak tahu apa jalan yang terbaik yang harus kita lalui. Marilah kita memulai dengan jalan kedamaian, berjalanlah di jalan dharma dan lindungilah kami semua agar tidak menjadi sasaran dari panah – panah Rama.

Selanjutnya dalam pertemuan di esok harinya Wibisana terlambat menuju ruang sidang istana karena Wibisana masih berbicara dengan ibunya. Ibunya meminta Wibisana untuk menyelamatkan kakaknya itu dengan semua kebajikan dan kemampuan yang dimilikinya. Karena ibunya mengetahui bahwa Wibisana mendapat anugerah atas tapanya kepada Dewa Brahma, di mana Dewa Brahma sendiri telah mengabulkan permintaan Wibisana untuk berada pada jalan dharma. Maka dari hal itu ibunya sangat meyakini bahwa Wibisana adalah orang yang selalu berjalan pada ajaran dharma dan mampu untuk memberikan nasehat yang baik untuk kehidupan kakaknya yaitu Rawana.

Setelah Wibisana mendengar beberapa pendapat dari penasehat dan menteri kesayangan Rawana, lalu ia berkata. Tuanku, tidaklah anda melihat yang kau inginkan itu adalah seekor ular beracun bagi anda? Tengkuknya adalah kepala dari ular dan kesedihannya adalah racun yang sangat berbahaya dan mematikan. Senyumnya adalah taring dari ular itu. Dengarkanlah aku, kesedihan Rama lebih mematikan dari halilintarnya indra dan setiap anak panahnya selalu meminta korban. Apa yang dibicarakan oleh penasehat dan menteri kesayanganmu adalah bualan semata, seolah-olah menyanjungmu dengan penuh bualan, namun tanpa sadar kau telah dijerumuskan untuk menemui kematianmu sendiri. Kau memang dilahirkan dengan memiliki kekuatan, namun kekuatanmu tidak akan ada gunanya jika kau di jalan yang salah.

Tuanku, mohon dengarkanlah nasehatku. Aku punya satu keinginan dalam hatiku dan itu adalah kebaikan dan keselamatanmu. Kesetiaankulah yang memaksaku untuk memberimu nasihat. Akan tetapi sia-sia karena kau telah diikat pada tali kematianmu. Ambilah permata-permata berhargamu dan bawalah Sita kepada Rama, kembalikanlah dia. Maka selanjutnya kau akan terbebas dari segala kekhawatiran dan kamipun bisa bernafas dengan lega dan berumur panjang sarta hidup dengan bahagia.

Pelajaran yang dapat kita maknai dalam pitutur Wibisana yaitu orang yang tidak punya pengendalian atas indra-indranya dan emosinya tidak akan mengesampingkan nasihat dan kata-kata yang benar. Namun, di lain hal akan sangat mudah mencari jutaan orang yang akan menyenangkan dengan kata-kata manis dan penuh dengan pesona. Akan tetapi akan sangat sulit untuk mencari orang yang mau menyuarakan kebenaran dengan tegas dan dengan penuh kebijaksanaan. Jika kebenaran tidak disambut dengan bijaksana, maka demikianlah pendengaranyapun akan memperlakukan kebenaran itu dengan penuh hinaan. Maka dari itu, tidak akan ada gunanya menasehati seseorang yang sedang dikendalikan oleh amarah dan keangkuhanya. Dipastikan nasehat baik yang diberikan tidak akan mampu menolong orang tersebut.

Demikianlah ulasan singkat mengenai Pitutur Wibisana. Semoga ini dapat memberikan inspirasi kepada semua umat Hindu di mana pun berada. Sehingga kita semua dapat menjadi pribadi yang memiliki karakter dalam menjalankan kehidupan yang penuh dengan kasih saying ini, dan tentunya dapat saling berbagi satu dengan yang lainya.Om Santih Santih Santih Om.

I Wayan Sutarga, S.Pd (Penyuluh Agama Hindu Non PNS)

Hindu Lainnya Lihat Semua

I Gusti Agung Istri Purwati, S.Sos, M.Fil.H (Penyuluh Agama Hindu Kankemenag Badung, Bali)
Mengatasi Stres

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan