Opini

PMA 68 Tahun 2015 dan Harmonisasi Manajerial PTKIN

Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I (Rektor IAIN Curup)

Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I (Rektor IAIN Curup)

Pemilihan Pemimpin Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) sudah dibasiskan pada Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 68 tahun 2015. Ketetapan ini merekonstruksi sistem pengangkatan dan pemberhentian Rektor sebagai Pemimpin di Universitas dan Institut Keagamaan atau Ketua di Sekolah Tinggi Keagamaan yang dibasiskan pada perekrutan oleh pemerintah.

Sebagaimana yang tercantum pada pasal 4, PMA ini mengorganisasikan proses pengangkatan Pemimpin Perguruan Tinggi Keagamaan secara sistematis melalui empat tahapan, yaitu: penjaringan bakal calon, pemberian pertimbangan, penyeleksian, serta penetapan dan pengangkatan.

Pasal-pasal selanjutnya menerangkan prosedur rinci dari pasal 4. Pertama, penjaringan bakal calon dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh Rektor/Ketua dan dilakukan secara terbuka. Kedua, pemberian pertimbangan dilakukan oleh Senat berdasarkan data yang diterima dari panitia penjaringan bakal calon, dan rapat Senat dilakukan secara tertutup oleh anggota Senat. Berdasarkan instrumen yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, pertimbangan Senat merujuk pada beberapa komponen kualitatif, yaitu komponen moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerja sama.

Ketiga, berdasarkan hasil pertimbangan Senat yang disampaikan oleh Rektor/Ketua yang sedang menjabat kepada Menteri, Menteri membentuk komisi seleksi berdasarkan keputusan Menteri dengan jumlah minimal 7 orang. Komisi seleksi melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon Rektor/Ketua dan menyerahkan calon kepada Menteri sebanyak 3 orang. Pengangkatan Rektor/Ketua secara resmi selanjutnya dilakukan oleh Menteri.

PMA No. 68 tahun 2015 ini diinisiasi untuk merekonstruksi sistem perekrutan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan yang cenderung memicu gelombang politik dan politisasi yang besar. Sebab, sebelumnya, Pemimpin Perguruan Tinggi Keagamaan dipilih oleh Senat dan Senat menyerahkan tiga calon kepada Menteri. Besarnya otonomi di wilayah Senat, dalam hal ini, memicu terbentuknya tim sukses dan kubu-kubu politik kampus yang saling bergesekan demi menyokong calon usungan mereka menjadi nomor satu dalam rapat Senat. Tingginya dinamika perpolitikan di kampus tentu akan sangat mengganggu konsentrasi dosen, mahasiswa, dan seluruh civitas akademika dalam menjalankan tugas pokok Tri Dharma Perguruan Tinggi. Demi menciptakan idealitas dan harmonisasi, maka ditetapkanlah PMA No. 68 tahun 2015.

Mekanisme pengangkatan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan berbasis PMA No. 68 tahun 2015 ini efektif dan layak untuk dipertahankan karena memiliki banyak signifikansi. Beberapa di antaranya adalah, pertama, Rektor/Ketua yang dipilih jelas dan kredibel sesuai dengan kualifikasi berbasis komponen moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerja sama. Dengan demikian, tidak ada peluang bagi calon yang terpilih hanya berdasarkan dukungan kubu politik, sementara kualifikasi kepemimpinannya tidak jelas.

Di sisi lain, dalam konteks Institut Agama Islam Negeri Curup, demografi sosial para dosen, mahasiswa, dan seluruh civitas akademika sangat multikultural. Dalam perspektif teori psikososial, multikulturalisme ini secara positif memperkaya keberagaman dan menjadi moda pengembangan sikap interkultural, namun secara negatif bisa menjadi media politisasi kultur dan kepentingan yang berakhir dengan konflik. Ketika pemilihan Rektor diputuskan oleh Senat, gelombang politisasi kultur dan kepentingan bisa menjadi sangat besar dan berisiko terjadinya konflik kultur, konflik kepentingan, konflik organisasi, serta berakhir dengan kinerja yang tidak efektif.

Kedua, dengan kualifikasi yang sudah distandarisasi oleh Keputusan Menteri, Rektor yang diangkat oleh Menteri memiliki visi, misi, dan program kerja yang jelas karena potret kualifikasinya sudah dilegalisasi oleh sistem yang akurat seperti rincian yang tercantum di dalam draf PMA No. 68 tahun 2015.

Ketiga, para civitas akademika bisa lebih berkonsentrasi menjalankan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi tanpa ada duri-duri politik kampus yang berpotensi menghambat kelancaran kinerja baik dari segi administratif maupun akademis. Keempat, interaksi baik antara jajaran pimpinan kampus dengan dosen, antara dosen dengan sesama kolega dosen, antara dosen dengan mahasiswa, maupun antara mahasiswa dengan mahasiswa dapat dibangun menjadi lebih ideal, harmonis, dan konstruktif karena tidak ada gelombang politik yang mendominasi.

Singkat kata, PMA No. 68 tahun 2015 sudah dikonsepkan sesuai kebutuhan dan sasaran sehingga mampu merekrut Rektor/Ketua perguruan tinggi keagamaan dengan cara yang efektif dan hasil yang kredibel. Dengan demikian, PMA No. 68 tahun 2015 sangat layak untuk dipertahankan.

Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I (Rektor IAIN Curup)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat