Hindu

Punia Pandemi

I Dewa Ayu Tri Juliani, S.Ag., M.Pd (Rohaniwan Hindu)

I Dewa Ayu Tri Juliani, S.Ag., M.Pd (Rohaniwan Hindu)

Om Swastyastu. Om Awighnam Astu Namo Siddham. Puji syukur rasa angayubagia kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, kita semua senantiasa dalam keadaan sehat rahayu dan semoga pikiran yang suci senantiasa melingkupi kehidupan kita.

Umat sedharma yang berbahagia, hampir dua tahun sudah kita terbelenggu dengan pandemi Covid-19 yang merajalela di negara ,kita bahkan hampir di seluruh dunia. Banyak saudara kita yang kehilangan orang tua, sanak saudara. Hampir semua lini kehidupan lumpuh dibuatnya. Bahkan, banyak saudara kita yang kehilangan sumber penghidupannya dan masih banyak yang lainnya. Namun tak henti pula berbagai macam cara sudah kita lakukan agar dapat memutus rantai penyebaran virus ini.

Umat Sedharma yang saya muliakan. Lantas, apakah di masa sekarang ini, masih ada umat yang ingat berpunia/bersedekah? Tentu saja masih. Punia Pandemi inilah yang akan kita bicarakan pada kesempatan kali ini.

Punia berarti pemberian yang baik dan suci dengan tulus ikhlas sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran dharma. Dalam agama Hindu, kita kenal sebagai Dana Punia. Berdana punia merupakan suatu sarana untuk meningkatkan sradha dan bhakti kita ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selain itu, berdana punia membangun kepedulian kita terhadap sesama.

Setiap orang yang berada di jalan Dharma pasti memiliki keinginan untuk melakukan punia kepada orang lain. Apalagi di masa pandemi sekarang ini, banyak hal yang dapat kita perbuat, tidak hanya memenuhi kebutuhan diri kita sendiri, akan tetapi berbagi dengan sesama itu penting. Ibarat ketika kita ingin melakukan dana punia, “apakah harus menunggu kita mampu atau kaya dahulu baru kita berdana punia?” Itu sesungguhnya keliru.

Memberi tidak harus menunggu mampu atau kaya dulu. Apa yang kita punya saat ini, bisa kita berikan tentunya dengan rasa yang tulus. Dengan “Punia Pandemi” atau punia di masa pandemi ini harus mampu mengetuk nurani untuk berbagi. Celotehan apa yang bisa saya bagi, sedangkan untuk diri saya saja masih kurang. Kata bijak, ketika kurang bisa berbagi di sana kita akan mengerti arti lebih.

Bahkan, ujar Weda: “Bekerjalah dengan seratus tanganmu dan dermakan dengan seribu tanganmu.” Dikatakan bahwa carilah kekayaan dengan “seratus tangan” yang berarti dengan kerja keras. Melalui tangan, perlu mencari kekayaan atas dasar dharma. Karena hanya dengan bekerja keras, hasilnya akan memberikan ketenangan yang istimewa. Setelah menjadi kaya, perlu menolong dengan “seribu tangan”. Artinya, kekayaan yang telah didapat selain untuk mencukupi kebutuhan untuk diri sendiri dan keluarga, juga harus diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan seperti orang miskin, cacat, atau kepada panti asuhan. Kekayaan itu baru akan berguna dan bermanfaat, jika seseorang selalu berdana punia demi kemanusiaan, juga dipersembahkan untuk agama, (seperti untuk membuat pura).

Di zaman sekarang (zaman now) di masa pandemi ini, ketika kita hendak berbagi secara tulus kepada seseorang hanya dengan sebuah masker saja dan orang tersebut membutuhkan sehingga dengan ikhlas menerimanya, itu sudah termasuk punia. Jika saat ini kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban punia berupa uang atau barang, punia bisa diberikan dalam bentuk karya punia.

Banyak masyarakat yang salah kaprah. Punia itu bukan hanya berbentuk uang. Punia bisa kita berikan dalam bentuk tenaga ataupun pengetahuan. Dengan berbagi/mengedukasi protokol kesehatan 5 M +1 D, berbagi kiat-kiat bangkit melawan Covid-19 dan pengetahuan lainnya, sudah termasuk punia non materi serta punia yang memiliki nilai tinggi. Ini seperti yang tertuang dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 169 yang berbunyi:

Ika tang dana, tan bapa, tan ibu, umukti phalanika, anghing ikang wwang gumawayaken ikang danapunya, ya juga umukti phalanikang danapunya. Artinya: Pemberian sedekah itu, bukan si bapa, bukan si ibu yang akan menikmati akan buah hasilnya itu, melainkan hanya orang yang berbuat kebajikan bersedah itulah, ia saja yang menikmati buah hasil kebajikan amal sedekahnya itu.

Umat sedharma yang berbahagia, dari petikan sloka di atas, dapat kita tarik benang merah, bahwa ketika kita hendak berbagi atau bersedekah secara tulus ikhlas dalam bentuk apapun itu, bukan orang lain yang akan menikmati buah karma atau hasil perbuatan kita. Melainkan diri kita sendiri yang mendapatkan pahala berupa karma baik yang dapat kita pupuk.

Mepunia itu wajib, tapi harus didasari rasa yang tulus ikhlas. Jangan sampai kita mepunia, tapi hanya dijadikan ajang pamer. Mepunialah dengan apa yang kita miliki saat ini. Jangan mepunia dengan sesuatu yang kita paksakan agar dibilang keren. Hidup ini berputar terus seperti roda kadang kita di bawah, kadang di tengah, kadang di atas dan kemudian turun ke bawah lagi. Ini adalah hukum Tuhan yang disebut dengan Rta. Ketika kita berada di posisi atas (puncak), menoleh lah ke bawah dan bantulah orang lain yang membutuhkan, suatu ketika kita pasti akan membutuhkan uluran tangan orang lain.

Umat sedharma yang berbahagia, ada tiga hal yang dapat kita lakukan di masa pandemi. Pertama, Sadhana Arta. Ketika kita memiliki materi atau rejeki lebih hendaknya dapat memberikan bantuan berupa sarana prasarana protokol kesehatan. Jika ada orang yang kesusahan kita dapat berbagi dalam bentuk boga, upaboga dan pariboga.

Kedua, Sadhana Kama. Kita hendaknyanya mampu mengendalikan nafsu dengan tetap mentaati protokol kesehatan. Ketiga, Sadhana Dharma. Hendaknya kita tetap taat disiplin pada protokol kesehatan, mentaati dharma agama dan dharma negara, serta melakukan usaha niskala dengan tetap berdoa memohon kerahayuan jagat.

Ketiga hal di atas begitu erat kaitannya dengan ajaran yang tertuang dalam kitab suci Weda. Salah satunya, konsep Tat Twam Asi. Ketika kita menolong orang lain, berarti kita menolong diri kita sendiri. Hidup di mercapada harus saling Asah, Asih, Asuh. Sebab, sesungguhnya kita semua bersaudara “ Wasudaiwa Kutumbakam”. Mari terus saling menguatkan antar sesama ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Om Santih, Santih, Santih Om

I Dewa Ayu Tri Juliani, S.Ag., M.Pd (Rohaniwan Hindu)


Fotografer: Istimewa

Hindu Lainnya Lihat Semua

I Gusti Agung Istri Purwati, S.Sos, M.Fil.H (Penyuluh Agama Hindu Kankemenag Badung, Bali)
Mengatasi Stres

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan