Opini

Renungan Jelang Ramadan

Bramma Aji Putra

Bramma Aji Putra

Iki sasi ruwah nuli sasi pasa / Kewajiban kita kudu pasa / Sesasi lawase ora mangan ngombe / Esok tekan sore sak rampunge..

Penggalan lirik syiir pujian di atas kerap dilantunkan saat bulan Sya’ban seperti sekarang, terutama di pedesaan Jawa. Secara bahasa Sya’ban—bulan yang akan berakhir dalam hitungan jam ini—berakar dari kata Arab “syi‘ab” yang bararti jalan di atas bukit. Makna “jalan” ini bisa dikiaskan dalam pengertian bahwa kita sedang menapaki jalan menuju Ramadan, bulan yang paling dimuliakan dalam ajaran Islam. Orang Jawa menyebut bulan Sya’ban dengan Ruwah, yakni bulannya para arwah. Maksudnya, pada momentum inilah para ahli waris biasanya datang ke makam orangtua dan leluhur untuk mendoakan.

Namun di tengah pandemi wabah Corona Virus Disease-2019 (Covid-19), kedua hal—baik pujian di masjid/musholla/langgar ataupun ziarah kubur—untuk sementara waktu ditahan dulu. Seiring anjuran pemerintah bahwa masjid kini tertutup dari aktivitas ibadah. Maka pujian di atas pun mulai menghilang—bahkan di pedesaan. Begitu pula dengan tradisi ziarah kubur di bulan ini. Terpaksa diurungkan. Namun sebagai orang beriman, kita meyakini semua pasti ada hikmahnya.

Wabah Covid-19 ini seolah membuka lebar mata batin kita tentang kenikmatan yang telah begitu banyak diberikan Tuhan kepada kita. Nikmat beribadah secara berjamaah di masjid, musholla/langgar/surau, nikmat ikut bersama dalam majelis pengajian/dzikir ataupun thalabul ‘ilmi lainnya, atau sekadar nikmat keluar rumah untuk bekerja sebagaimana rutinitas biasanya. Ketika terjadi musibah, tidak ada pilihan lainnya kecuali bersabar untuk dijalani. Dan kemauan untuk bersabar inilah yang akan mengubah musibah menjadi anugerah berkah bagi kita.

Nabi Muhammad SAW pernah menegaskan, “Sangat menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya merupakan kebaikan. Hal tersebut tidak dimiliki siapapun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman. Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya.” (HR Muslim: 7692)

Hadits Nabi SAW di atas mengajak kepada kita untuk mengubah perspektif atau paradigma berpikir kita. Ketika mendapat kenikmatan maka kewajiban kita untuk bersyukur tanpa melupakan sesama bahkan lebih khusyuk dalam beribadah. Sementara ketika mendapat musibah, hakikatnya juga anugerah bagi kita andai mampu bersabar. Lalu pertanyaannya kini, apa hikmah di balik pandemi Covid-19?

Bagi para pekerja kantoran yang selama ini minim waktu bersama keluarga, maka ini menjadi saat-saat terbaik meriung dan berkumpul bersama keluarga inti di rumah. Apalagi anak-anak juga libur. Kehangatan dan keakraban keluarga yang mungkin kemarin sempat mengendur dapat dieratkan lagi. Sementara bagi para pekerja yang tidak bisa tidak mesti keluar rumah, maka saat-saat ini adalah waktu yang tepat menikmati perjalanan. Suasana jalan begitu lengang. Minimal, tak ada lagi pekat asap polusi. Tak berlebihan kiranya jika ada kalangan yang menyebut alam tengah menyembuhkan dirinya sendiri.

Lalu bagaimana dengan persiapan Ramadan? Inilah yang menjadi kunci bagi kita. Biasanya ketika jelang Ramadan, banyak orang menyerbu membeli bahan kebutuhan pokok. Tak sedikit pula yang mengobral rupiah berbelanja baju persiapan lebaran. Namun harus jujur kita akui itu semua hanyalah persiapan artifisial semata. Ada persiapan batin yang kadang terlupa kita lakukan padahal ini yang sejatinya jauh lebih utama.

Dengan adanya musibah wabah Covid-19, lalu muncul larangan untuk keluar rumah, maka ini menjadi momentum tepat bagi kita menata persiapan batin hadapi Ramadan. Kita kini tak lagi disibukkan untuk berbelanja semua. Tak lagi dihanyutkan mesti memborong apa. Dari perspektif agama, Covid-19 tampaknya dihadirkan Tuhan agar manusia kembali menyadari kemanusiaannya. Bahwa sesungguhnya manusia itu makhluk yang memiliki keterbatasan. Tidak selamanya uang dan harta berkuasa di dunia. Kalau sudah begini kita mau apa? Covid-19 benar-benar meninju kepongahan kita sebagai manusia.

Marhaban yaa Ramadan....

Bramma Aji Putra, Pranata Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat